Ryan segera bergegas menuju kelas Hana. Saat tiba di sana, ia melihat Rafen masih berdiri dengan ekspresi sulit ditebak.

“Rafen!” suara Ryan terdengar tegas. “Apa yang lo lakuin ke Hana?”

Rafen hanya diam.

Sementara itu, Ika dan Reno terus mencari Hana, hingga akhirnya menyadari bahwa satu-satunya tempat yang mungkin didatangi Hana adalah..

Sebuah sudut tersembunyi di sekolah.

Ryan berlari menyusuri lorong sekolah, napasnya sedikit terengah. Ia mendengar dari beberapa siswa bahwa Hana bertengkar dengan Rafen dan langsung pergi begitu saja. Tanpa pikir panjang, Ryan ikut mencari, meski tidak tahu harus ke mana.

Namun, nalurinya membawanya ke salah satu sudut sekolah yang jarang dikunjungi siswa. Tempat itu cukup tersembunyi, jauh dari keramaian.

Dan benar saja.

Di sana, ia melihat Hana terduduk di lantai, punggungnya bersandar pada dinding, bahunya sedikit bergetar, Hana menangis.

Di sana, ia melihat Hana terduduk di lantai, punggungnya bersandar pada dinding, bahunya sedikit bergetar.

Hana menangis.

Ryan menghentikan langkahnya, menatap gadis itu dengan perasaan campur aduk. Ia belum pernah melihat Hana dalam keadaan seperti ini. Biasanya, gadis itu selalu tersenyum, bahkan ketika sedang kesal. Tapi kali ini… air matanya jatuh begitu deras.

Pelan-pelan, Ryan mendekat.

“Hana…” panggilnya lembut.

Hana tidak langsung menoleh. Ia hanya mengusap wajahnya dengan tangan, berusaha menyembunyikan tangisannya.

Ryan duduk di sampingnya, menjaga jarak agar Hana tidak merasa terganggu. “Gue nggak tahu apa yang terjadi, tapi… kalau lo butuh seseorang buat dengerin, gue di sini.”

Hana menggigit bibirnya, matanya masih basah. Ia tahu Ryan tidak akan memaksanya untuk bicara. Tapi justru karena itu, ia merasa semakin ingin meluapkan perasaannya.

“Kenapa semuanya terasa berat, Ryan?” suara Hana terdengar lemah. “Kenapa gue harus menghadapi ini sendirian?”

Ryan menatapnya dengan tatapan lembut. “Lo nggak sendirian, Hana.”

Hana menggeleng, air matanya kembali jatuh. “Lo nggak ngerti… Gue capek. Di rumah gue ada masalah, di sekolah gue juga harus berurusan sama hal kayak gini. Gue cuma… Gue cuma pengen tenang sebentar.”

Ryan menarik napas dalam. Ia tidak tahu detail masalah Hana, tapi ia bisa merasakan betapa berat beban yang sedang dipikul gadis itu.

Setelah beberapa saat hening, Ryan mengulurkan tangan ke arah Hana.

“Kalau lo butuh pegangan, lo bisa genggam tangan gue,” ucapnya pelan. “Gue nggak akan nanya apa-apa kalau lo nggak mau cerita. Gue cuma mau lo tahu kalau ada orang yang peduli sama lo.”

Hana menatap tangan Ryan yang terulur. Dadanya terasa sesak, tapi kali ini bukan karena kesedihan melainkan karena sesuatu yang lain.

Perlahan, ia mengangkat tangannya dan menggenggam tangan Ryan.

Ryan tersenyum kecil. “Ayo, kita keluar dari sini. Yang lain pasti lagi panik nyariin lo.”

Hana mengangguk pelan, lalu mengusap air matanya sebelum akhirnya berdiri bersama Ryan.

Di sisi lain, Ika dan Reno masih berkeliling sekolah dengan panik.

“Ika, lo yakin Hana nggak ada di toilet?” tanya Reno sambil mengusap keringat di dahinya.

Part Of ClassWhere stories live. Discover now