Hana menoleh sedikit. "Ke mana?"
"Ada café kecil, nggak jauh dari sini. Ada live band-nya juga. Aku kepikiran buat sekalian sharing di sana."
Hana mengerutkan kening. "Maksudnya?"
Rafen tersenyum kecil, ekspresi yang jarang terlihat darinya. "Kamu nyanyi, aku main gitar."
Hana membelalak. "Hah?! Serius?"
Rafen tidak menjawab secara langsung, hanya menarik tuas gas, membawa mereka melaju meninggalkan sekolah.
Di perjalanan, Hana masih memikirkan kata-kata Rafen tadi. Benarkah ia akan bernyanyi di depan banyak orang?
Suasana kafe itu cukup nyaman, dengan pencahayaan yang hangat dan dekorasi kayu yang sederhana. Aroma kopi bercampur dengan suara dentingan gelas dan musik akustik yang mengalun pelan.
Hana dan Rafen memilih duduk di dekat jendela.
"Kamu sering ke sini?" tanya Hana sambil melihat-lihat interior kafe.
"Kadang. Kalau lagi butuh tempat buat nyantai," jawab Rafen sambil membuka menu. "Oh ya, di sini ada live music juga. Kadang aku main gitar di sini."
Hana mengangguk pelan. Ia sudah tahu kalau Rafen suka bermain musik, tapi baru kali ini melihatnya di tempat seperti ini.
Setelah memesan minuman, mereka mengobrol sebentar tentang hal-hal ringan, mulai dari sekolah, band, hingga acara-acara yang akan datang. Namun, suasana berubah sedikit serius saat Rafen menatap Hana dengan ekspresi yang lebih dalam.
"Gimana... perasaanmu waktu ulang tahun kemarin?" tanyanya.
Hana terdiam sejenak, mengaduk minumannya pelan. "Ya... biasa aja sih. Seru, tapi ada beberapa hal yang agak bikin pusing."
Rafen mengangguk mengerti. "Aku belum sempat ngucapin waktu itu. Jadi..."
Ia merogoh tasnya dan mengeluarkan sebuah kotak kecil berwarna hitam. Dengan sedikit ragu, ia meletakkannya di meja.
"Ini buat kamu. Telat sih, tapi... selamat ulang tahun."
Hana menatap kotak itu dengan kaget. "Hah? Buat aku?"
Rafen mengangguk, tanpa banyak bicara.
Dengan sedikit penasaran, Hana membuka kotaknya. Di dalamnya ada gelang simpel berbahan kulit dengan ukiran kecil di bagian tengah. Saat Hana memperhatikannya lebih dekat, ia menyadari ada inisial huruf kecil di bagian dalamnya-"HR."
Hana tersenyum kecil. "Terima kasih... aku suka."
Rafen hanya mengangguk, sedikit lega melihat reaksinya.
Setelah momen singkat itu, suasana mulai kembali santai. Rafen menatap panggung kecil di dalam kafe, lalu menoleh ke Hana dengan ekspresi penuh tantangan.
"Mau nyanyi?" tanyanya tiba-tiba.
Hana menatapnya dengan ekspresi kaget. "Hah? Nggak deh!"
Tapi Rafen sudah tersenyum jahil. "Udah terlanjur, kita naik."
Sebelum Hana bisa menolak lagi, Rafen sudah berdiri dan berjalan ke arah panggung.
Hana menghela napas, sedikit gugup. "Lagu apa?"
"Kangen," jawab Rafen singkat. Ia mulai memainkan intro lagu dengan petikan gitar khasnya, membuat beberapa pengunjung kafe melirik ke arah mereka.
Begitu nada pertama dimainkan, Hana menarik napas dalam dan mulai bernyanyi:
Hana:
"KutTerima suratmu, t'lah kubaca dan aku mengerti..."
"Betapa merindunya dirimu, akan hadirnya diriku..."
"Di dalam hari-harimu, bersama lagi..."
Rafen kemudian masuk dengan suaranya yang dalam, mengisi bagian berikutnya:
Rafen:
"Kau tanyakan padaku..."
"Kapan aku akan kembali lagi..."
"Katamu kau tak kuasa, menahan gejolak di dalam dada..."
"Yang membara menahan rasa..."
"Pertemuan kita nanti..."
Mereka lalu menyanyikan bagian reff bersama, suara mereka berpadu indah, menghangatkan suasana kafe:
Hana & Rafen:
"Saat kau ada di sisiku..."
"Semua kata rindumu semakin membuatku..."
"Tak berdaya, menahan rasa..."
"Ingin jumpa..."
Beberapa pengunjung tampak terhanyut dalam lagu, ada yang ikut bersenandung, ada pula yang menikmati suara mereka dalam diam.
Hana:
"Percayalah padaku..."
"Aku pun rindu kamu..."
"Ku akan pulang..."
"Melepas semua kerinduann..."
" Yang terpendam..."
Rafen menutup lagu dengan petikan gitar yang lembut, menyisakan keheningan sesaat sebelum tepuk tangan memenuhi kafe.
Hana menoleh ke Rafen, senyumnya merekah. "Gak nyangka duetnya asik juga."
Rafen mengangkat bahu santai. "Ya, kapan-kapan kita coba lagi."
Mereka tertawa kecil, menikmati momen langka di kafe itu.
Setelah lagu mereka selesai, suasana di kafe masih dipenuhi tepuk tangan dari beberapa pengunjung yang menikmati penampilan mereka. Hana tersenyum kecil, sementara Rafen hanya menunduk sedikit sebelum meletakkan gitarnya kembali ke tempatnya.
"Ayo pulang," kata Rafen, mengambil jaketnya yang ia letakkan di kursi.
Hana mengangguk. "Iya, udah hampir senja juga."
Mereka keluar dari kafe, angin sore yang sejuk menyambut mereka. Langit mulai berubah warna keemasan, tanda matahari sebentar lagi akan tenggelam.
Rafen berjalan menuju motornya dan menyalakan mesin. "Naik aja, aku anterin."
Hana sempat ragu, tetapi akhirnya menurut. Ia naik ke belakang motor Rafen dengan hati-hati.
Sepanjang perjalanan pulang, mereka tidak banyak bicara. Hana menikmati angin yang berhembus lembut, sementara Rafen tetap fokus mengendarai motor. Jalanan sore masih cukup ramai, dengan orang-orang yang juga dalam perjalanan pulang ke rumah masing-masing.
Setelah beberapa menit, akhirnya mereka tiba di depan rumah Hana. Rafen memperlambat motornya dan berhenti tepat di depan pagar.
"Udah sampai," kata Rafen sambil melepas helmnya.
Hana turun dengan hati-hati dan tersenyum tipis. "Makasih ya, Raf. Udah anterin pulang... juga buat hadiahnya tadi."
Rafen hanya mengangguk. "Iya, hati-hati masuknya."
Hana melambaikan tangan sebelum masuk ke rumah. Dari balik pintu, ia sempat melirik ke luar dan melihat Rafen masih di sana, memastikan ia benar-benar masuk dengan aman.
Begitu pintu tertutup, Rafen menghela napas pelan sebelum akhirnya menyalakan kembali motornya dan pergi, membiarkan angin senja menemani perjalanannya pulang.
Setelah masuk ke kamarnya, Hana meletakkan tasnya di kursi dan duduk di tepi tempat tidur. Ia menghela napas, masih mengingat kejadian hari ini mulai dari Rafen yang tiba-tiba memberinya kado, hingga mereka bernyanyi bersama di kafe kecil tadi.
Ia mengambil kotak kado dari Rafen yang tadi sempat ia letakkan di meja. Perlahan, ia membuka isinya lagi, memperhatikan setiap detail hadiah itu dengan saksama.
Tiba-tiba, ponselnya bergetar. Sebuah pesan dari Rafen muncul di layar:
"Udah istirahat? Jangan begadang."
Hana tersenyum kecil. Ia mengetik balasan singkat:
"Iya, makasih ya hari ini."
Setelah itu, ia meletakkan ponselnya dan merebahkan diri di tempat tidur. Matanya menatap langit-langit kamar, pikirannya masih dipenuhi kejadian tadi.
Tak butuh waktu lama sebelum rasa kantuk perlahan datang, menandai akhir dari hari yang cukup melelahkan, namun juga menyenangkan.
✨✨✨
Hii guyss hehe gimana ceritanya?? Seruu gaa?? Yaa aku mulai nulis lagii and klo ada kesalahan kalimat silahkan di komentar 😽 bantu support aku lagii yaahhh thankyou guyss.... JANGAN LUPA VOTE, KOMEN, AND SUPPORT YAAA
Tunggu kelanjutannya yahh
💫HAPPY READING GUYS 💫
YOU ARE READING
Part Of Class
Teen FictionSilahkan follow sebelum membaca yaa Kehidupan di masa putih abu-abu adalah masa dimana hal baru dimulai, perjalanan yang tak terduga membuat kita tak sadar bahwa selama ini hanya tersisa 1 tahun untuk melanjutkan ke tingkat kelas terakhir. Kelas s...
Part 11
Start from the beginning
