Tanpa banyak bicara, Rafen mengeluarkan sebuah kotak kecil berwarna hitam dari tasnya dan meletakkannya di atas meja Hana. "Ini," ucapnya singkat.
Hana mengerjap, menatap kotak itu dengan bingung. "Apa ini?"
Rafen memasukkan tangannya ke dalam saku celananya, lalu mengalihkan pandangan. "Buat ulang tahunmu kemarin. Aku belum sempat ngucapin."
Risa dan Anissa saling berpandangan dengan ekspresi terkejut sekaligus penasaran.
Hana menatap Rafen beberapa detik sebelum perlahan mengambil kotak itu. Jantungnya berdebar tanpa alasan yang jelas. "Oh... makasih," katanya pelan.
Rafen hanya mengangguk kecil. "Udah." Lalu, tanpa menunggu respons lebih lanjut, ia berbalik dan kembali ke tempat duduknya di bagian belakang kelas.
Risa, yang sejak tadi menahan diri, akhirnya berbisik dengan penuh semangat, "Hana! Buka dong, aku penasaran banget!"
Anissa ikut mengangguk cepat. "Iya, jangan bikin tegang gini!"
Hana menggigit bibirnya sebentar, lalu dengan hati-hati membuka kotak itu. Di dalamnya, ada sebuah gelang perak dengan desain simpel namun elegan. Terlihat begitu cocok untuknya.
Ada secarik kertas kecil di dalam kotak itu. Hana mengambilnya dan membaca tulisan singkat yang dibuat dengan tulisan tangan:
"Semoga suka. Jangan hilangin."
Hana menelan ludah. Entah kenapa, perasaannya mendadak terasa campur aduk.
Risa dan Anissa, yang ikut melihat dari samping, langsung berseru pelan. "Gila... ini manis banget sih."
Hana tidak menjawab. Ia hanya menatap gelang itu di tangannya, sementara pikirannya melayang entah ke mana.
Tak terasa hari sudah mulai hampir sore tepat pukul 16.00.
Bel pulang akhirnya berbunyi, menandakan akhir dari hari sekolah. Seperti biasa, Hana merapikan bukunya ke dalam tas dengan santai. Ia sudah bersiap untuk pulang berjalan kaki seperti biasanya.
Namun, sebelum sempat berdiri, suara seseorang menghentikannya.
"Hana," panggil Rafen.
Hana menoleh. Rafen sudah berdiri di dekat meja, tangannya masih dimasukkan ke dalam saku celananya.
"Pulang bareng, yuk," ucapnya singkat.
Hana sedikit terkejut. "Hah?"
"Nggak usah jalan kaki. Aku antar pakai motor," lanjut Rafen, masih dengan nada datarnya.
Beberapa teman sekelas yang masih berada di dalam kelas sempat melirik ke arah mereka, seakan tertarik dengan percakapan ini. Bahkan Risa dan Anissa langsung memasang ekspresi penuh arti, meskipun mereka tidak ikut campur.
Hana ragu sejenak. Ia memang terbiasa jalan kaki, tapi... ini Rafen yang menawarkan.
"Kenapa tiba-tiba?" tanyanya, mencoba mencari alasan di balik ajakan itu.
Rafen mengangkat bahu. "Nggak ada alasan khusus. Aku cuma kepikiran aja."
Hana diam sebentar, lalu akhirnya mengangguk pelan. "Yaudah."
Tanpa menunggu lebih lama, mereka keluar dari kelas bersama. Rafen berjalan di depan, sementara Hana mengikutinya sampai ke tempat parkir. Setelah memakai helm yang diberikan Rafen, Hana naik ke boncengan motor.
Saat mesin motor dinyalakan, tiba-tiba Rafen berbicara lagi.
"Tapi sebelum pulang, kita mampir dulu ke satu tempat."
YOU ARE READING
Part Of Class
Teen FictionSilahkan follow sebelum membaca yaa Kehidupan di masa putih abu-abu adalah masa dimana hal baru dimulai, perjalanan yang tak terduga membuat kita tak sadar bahwa selama ini hanya tersisa 1 tahun untuk melanjutkan ke tingkat kelas terakhir. Kelas s...
Part 11
Start from the beginning
