Hana hampir tersedak udara. “Hah?! Bukan!” ucapnya cepat, pipinya langsung terasa panas.

Ryan, yang mendengar bisikan itu, hanya terkekeh kecil. Ia tidak berkomentar, tapi ekspresinya jelas menunjukkan kalau ia menikmati momen ini.

Melihat reaksi kakaknya, Rania dan Raina malah saling cekikikan. “Ih Kak Hana malu, ya?” goda mereka.

Hana menghela napas panjang, berusaha mengabaikan kedua adiknya yang semakin bersemangat menggoda. Ia menoleh ke Ryan. “Udah, kamu pulang aja, nanti malah makin digodain,” katanya setengah berbisik.

Ryan tersenyum tipis. “Oke, oke. Hati-hati di rumah, ya.”

Hana mengangguk, lalu mundur beberapa langkah sebelum berbalik menuju pintu. Saat ia membuka pintu, Rania dan Raina masih sibuk berbisik satu sama lain sambil menahan tawa.

Ryan menyalakan motornya lagi. Sebelum pergi, ia sempat melirik sekali lagi ke arah Hana yang baru saja masuk ke dalam rumah. Entah kenapa, melihat ekspresi malu Hana tadi membuat hatinya terasa lebih ringan.

Tanpa berkata apa-apa lagi, Ryan pun melaju pergi, sementara Hana hanya bisa menghela napas panjang, bersiap menghadapi rentetan pertanyaan dari si kembar.

Setelah menutup pintu, Hana langsung disambut oleh tatapan penuh arti dari Rania dan Raina.

“Kak Hanaaa~” Rania menarik lengan baju kakaknya, sementara Raina ikut tersenyum jahil. “Serius deh, Kakak itu pacarnya, ya?”

Hana menghela napas, lalu melepas sepatunya dengan tenang. “Bukan. Udah ah, jangan ganggu, Kakak mau istirahat.”

“Tapi kan Kak Ryan ganteng juga,” sahut Raina sambil mengedipkan sebelah matanya.

Hana menatap mereka dengan wajah pasrah. “Hadeh… kalian ini, ya.”

Ia langsung berjalan menuju kamarnya tanpa memberi mereka kesempatan untuk menggoda lebih jauh. Setelah sampai di dalam, ia menutup pintu, melempar tas ke kursi, lalu menjatuhkan diri ke kasur.
Akhirnya bisa istirahat

Setelah sholat Ashar, Hana awalnya hanya duduk santai di kasurnya, menikmati udara sore yang perlahan mulai sejuk. Tapi semakin lama, rasa malasnya mulai terkalahkan oleh keinginannya untuk bergerak.

"Kayaknya enak nih lari sore..." gumamnya sambil melirik ke luar jendela.

Tanpa berpikir panjang, ia bangkit dan mulai bersiap. Mengenakan baju olahraga yang nyaman, mengikat rambutnya ke belakang, lalu memakai sepatu lari.

Baru saja hendak mengambil ponsel untuk memasang earphone, tiba-tiba layar ponselnya menyala, menampilkan nama yang cukup membuatnya terkejut.

Rafen

Hana mengerutkan kening. Kenapa tiba-tiba dia nelpon?

Setelah beberapa detik ragu, ia akhirnya mengangkat. “Halo?”

Suara Rafen terdengar santai di seberang. “Han, lagi sibuk?”

Hana melirik pakaiannya sendiri dan sepatu yang sudah terpasang rapi. “Hmm, nggak juga sih. Kenapa?”

“Ayo jalan.”

Hana langsung mengerjap. “…Hah?”

“Jalan,” ulang Rafen, suaranya masih tenang. “Keluar bentar. Gimana?”

Hana menggigit bibirnya. Kalau saja dia belum ada rencana, mungkin dia akan mempertimbangkannya. Tapi sore ini, ia benar-benar ingin lari sendirian.

“Maaf, Raf,” katanya akhirnya. “Aku mau lari sore.”

Part Of ClassWhere stories live. Discover now