Setelah selesai makan es krim, Ryan melihat jam tangannya. “Udah hampir jam tiga. Mau langsung pulang atau masih mau jalan?”
Hana berpikir sejenak. “Hmm Aku nggak ada rencana lain, sih. Tapi kalau ada tempat lain yang seru, aku ikut aja.”
Ryan tersenyum kecil, lalu tiba-tiba mengusulkan, “Kalau gitu, ke toko buku sebentar? Aku mau cari sesuatu.”
Hana menatapnya, sedikit terkejut. “Kamu suka baca?”
Ryan mengangkat bahu. “Kadang-kadang. Tapi aku lebih suka cari buku lagu atau komik.”
Hana tersenyum. “Oke, aku ikut.”
Mereka pun kembali ke motor dan menuju toko buku terdekat. Ryan memang tidak banyak bicara tentang dirinya sendiri, tapi semakin lama Hana menghabiskan waktu dengannya, semakin banyak hal yang ia ketahui tentang Ryan.
Sementara itu, di tempat lain, ada seseorang yang diam-diam mulai merasa terganggu dengan kedekatan mereka.
Hana terkekeh. “Karena aku percaya sama kamu.”
Ryan hanya bisa tersenyum tipis, tapi dalam hatinya, kata-kata Hana barusan lebih berarti dari yang ia kira.
Setelah cukup lama mengobrol dan melihat-lihat buku, Hana melirik jam di ponselnya. 12.35. Tepat saat itu juga, suara azan Zuhur mulai berkumandang dari masjid terdekat.
Hana langsung menoleh ke arah Ryan. “Ryan, udah azan. Kita ke masjid dulu, yuk?”
Ryan, yang sedang memegang sebuah buku musik, mengangkat kepalanya. “Oh Iya, boleh.”
Mereka segera keluar dari toko buku dan berjalan menuju masjid yang hanya berjarak beberapa ratus meter dari sana. Udara siang cukup terik, tapi angin sepoi-sepoi membuat suasana tetap nyaman.
Begitu sampai di masjid, Hana langsung menuju tempat wudhu wanita, sementara Ryan ke tempat wudhu pria. Setelah bersuci, mereka masuk ke area sholat masing-masing.
Hana merasa tenang begitu duduk di saf wanita. Meski hari ini cukup padat dengan kegiatan, ia merasa bersyukur masih bisa meluangkan waktu untuk beribadah. Setelah sholat, ia memanjatkan doa, meminta kelancaran dalam hidupnya dan juga entah kenapa, terlintas nama seseorang di pikirannya.
Sementara itu, Ryan juga baru selesai sholat. Ia melirik sekeliling dan melihat Hana masih duduk berdoa. Ia tidak sering mendapat ajakan seperti ini, dan entah kenapa, rasanya berbeda saat bersama Hana.
Setelah Hana selesai, mereka kembali bertemu di luar masjid. Hana tersenyum lega. “Sejuk banget ya di dalam.”
Ryan mengangguk. “Iya, rasanya adem.”
Hana menatap langit yang mulai sedikit berawan. “Abis ini kita langsung pulang aja, ya? Udah lumayan siang.”
Ryan tersenyum tipis. “Oke, siap.”
Mereka pun kembali ke motor, dan Ryan bersiap mengantar Hana pulang. Sepanjang perjalanan, Ryan melirik ke arah Hana sesekali. Ia tidak tahu kenapa, tapi hari ini terasa spesial.
Saat motor Ryan berhenti di depan rumah Hana, suara deru mesinnya menarik perhatian dua anak kecil yang tengah bermain di teras.
Rania dan Raina.
Mata mereka langsung berbinar begitu melihat Hana turun dari motor. Namun, pandangan mereka segera beralih ke sosok Ryan yang masih duduk di atas motor, melepas helmnya.
“Eh? Kakak siapa?” Rania bertanya polos, kepalanya sedikit dimiringkan.
Hana tertawa kecil. “Ini Ryan, temanku.”
Ryan tersenyum tipis, sedikit canggung dengan tatapan penuh selidik dari si kembar. “Hai,” sapanya singkat.
Raina, yang lebih berani, mendekat ke arah Hana lalu berbisik dengan suara pelan tapi cukup terdengar, “Kakak pacarnya ya?”
YOU ARE READING
Part Of Class
Teen FictionSilahkan follow sebelum membaca yaa Kehidupan di masa putih abu-abu adalah masa dimana hal baru dimulai, perjalanan yang tak terduga membuat kita tak sadar bahwa selama ini hanya tersisa 1 tahun untuk melanjutkan ke tingkat kelas terakhir. Kelas s...
Part 8
Start from the beginning
