Hana turun dari motor dan menatap Ryan curiga. “Taman?”

Ryan mengangguk santai. “Iya. Aku cuma mau ngasih ini.”

Ia membuka tasnya dan mengeluarkan sebuah kotak kecil yang dibungkus rapi. Hana mengerjap, terkejut melihatnya.

“Ini buat aku?”

Ryan mengangguk. “Anggap aja hadiah awal.”

Hana menatap kotak itu ragu-ragu sebelum menerimanya. “Tapi ulang tahunku masih besok.”

Ryan memasukkan tangannya ke saku dan tersenyum. “Aku tahu. Tapi aku cuma mau jadi yang pertama ngasih.”

Hana terdiam sejenak, lalu tersenyum kecil. “Makasih, Ryan. Aku buka sekarang?”

Ryan mengangkat bahu. “Terserah kamu.”

Hana perlahan membuka bungkusannya dan mendapati sebuah gelang simpel dengan ukiran kecil di pinggirnya. Saat diperhatikan lebih dekat, ada inisial namanya di sana.

Gelang itu terlihat sederhana, tapi justru itulah yang membuatnya terasa spesial.

Hana menatap Ryan, agak sulit menemukan kata yang tepat. “Ryan  ini bagus banget.”

Ryan hanya tersenyum kecil. “Bagus kalau kamu suka.”

Hana melihat gelang itu sekali lagi sebelum memasangnya di pergelangan tangannya. Ia tidak menyangka Ryan akan memberi sesuatu seperti ini.

Di sisi lain, Ryan hanya bisa menatapnya dengan ekspresi lembut. Ia tidak tahu sejak kapan, tapi melihat Hana senang membuatnya ikut merasa bahagia.

“Jadi, mau jalan dulu atau langsung pulang?” tanya Ryan, mengubah suasana.

Hana tertawa kecil. “Terserah kamu aja.”
Ryan menghela napas pura-pura kesal. “Kenapa kamu selalu terserah?”Setelah duduk sebentar di taman, Ryan menatap Hana yang masih memainkan gelang pemberiannya. Ia tersenyum kecil.

“Habis ini mau lanjut ke mana?” tanyanya.

Hana berpikir sejenak, lalu menatap Ryan. “Kamu yang ngajak jalan, jadi harusnya kamu yang tentuin.”

Ryan mendesah pura-pura kesal. “Kamu nih, selalu ngelempar keputusan ke aku.”

Hana terkekeh. “Ya kan kamu yang bilang mau kasih sesuatu, jadi aku nurut aja.”

Ryan berpikir sejenak sebelum tersenyum. “Oke, kalau gitu kita jalan ke hmm Gimana kalau ke café es krim? Aku tahu tempat yang enak.”

Mata Hana berbinar. “Es krim? Aku suka ide itu.”

Ryan tertawa melihat reaksinya. “Yaudah, ayo.”

Mereka kembali ke motor, lalu Ryan membawa Hana ke sebuah café es krim kecil yang cukup terkenal di daerah itu. Tempatnya nyaman dengan dekorasi bernuansa pastel, dan aroma manis langsung tercium begitu mereka masuk.

Hana melihat berbagai pilihan es krim di menu. “Banyak banget pilihannya Kamu biasanya pesan apa?”

Ryan melirik menu dengan santai. “Aku suka yang cokelat mint. Tapi kalau kamu pertama kali ke sini, coba vanilla caramel. Enak banget.”

Hana mengangguk. “Oke, aku coba itu.”

Mereka memesan es krim dan duduk di salah satu meja dekat jendela. Hana mencicipi es krimnya, lalu langsung tersenyum.

“Enak banget!” katanya dengan mata berbinar.

Ryan terkekeh. “Tuh kan, aku nggak bohong.”

Mereka menghabiskan waktu dengan mengobrol santai, membahas banyak hal, mulai dari sekolah, musik, sampai rencana mereka setelah lulus nanti. Ryan diam-diam menikmati momen ini melihat Hana yang terlihat nyaman bersamanya membuatnya merasa lebih dekat dengannya.

Part Of ClassWhere stories live. Discover now