Tapi, tetap saja cara dia bertanya tadi terasa aneh.
Hana menarik napas dalam dan mencoba kembali khusyuk. Mungkin aku aja yang terlalu mikirin ini.
Di dalam kelas, suasana agak sepi karena sebagian besar siswa pergi sholat atau masih berkeliaran di kantin. Rafen duduk di bangkunya, menggulir layar ponselnya tanpa tujuan jelas.
Setelah beberapa menit, ia melirik ke arah bangku Hana yang kosong. Tanpa sadar, pertanyaan itu meluncur dari mulutnya. “Hana ke mana?”
Nayara, yang duduk tidak jauh dari situ, langsung menoleh dengan ekspresi jahil. “Wah, wah, kok nanya Hana sih? Kangen ya?” godanya, alisnya terangkat nakal.
Rafen mendengus pelan, masih fokus pada ponselnya. “Serius nanya.”
Nayara berpura-pura berpikir keras, lalu menyandarkan dagunya di tangan. “Hmm, kira-kira ke mana ya? Jangan-jangan lagi jalan sama Ryan?” katanya dengan nada dramatis.
Jari Rafen yang tadi menggulir layar tiba-tiba berhenti. Ia mengangkat kepalanya sedikit. “Hah?”
Nayara yang melihat perubahan kecil itu justru semakin semangat mengusilinya. “Iya, siapa tahu kan? Kayaknya mereka akrab banget akhir-akhir ini.”
Rafen menatapnya, ekspresinya sedikit mengeras. “Dia nggak bilang apa-apa soal keluar kelas.”
Nayara tersenyum penuh kemenangan. “Oh~ jadi kamu benar-benar memperhatikan dia, ya?”
Rafen mendecak pelan, mulai merasa kesal dengan cara Nayara mempermainkan ucapannya. “Aku cuma nanya.”
“Yakin? Bukannya cemburu?”
“Enggak.” Jawaban itu keluar cepat, tapi matanya sedikit menyipit seolah menahan sesuatu.
Nayara tertawa pelan, puas melihat Rafen bereaksi. “Udah, santai aja. Hana tuh lagi sholat sama yang lain di mushola.”
Rafen terdiam beberapa detik sebelum akhirnya kembali fokus pada ponselnya.
“Kenapa nggak bilang dari tadi?” gumamnya dengan nada agak jengkel.
Nayara mengangkat bahu santai. “Biar seru.”
Rafen hanya menghela napas panjang, memilih untuk tidak meladeni lebih jauh. Tapi, jauh di dalam pikirannya, ia masih mengingat ucapan Nayara tentang Hana dan Ryan tadi.
Setelah selesai sholat Zuhur, Hana dan teman-temannya kembali ke kelas. Mereka langsung duduk di bangku masing-masing dan mulai mengobrol santai.
“Nanti kalau udah lulus, kalian mau kuliah di mana?” tanya Anisa, membuka topik.
“Aku sih pengennya di jurusan kedokteran, tapi lihat nanti deh,” jawab Risa sambil tersenyum.
Ika mengangguk. “Kalau aku mungkin di jurusan manajemen atau ekonomi. Kamu sendiri, Han?”
Hana tersenyum kecil. “Aku masih bingung, sih. Tapi mungkin sesuatu yang ada hubungannya sama seni atau musik.”
Pembicaraan mereka semakin seru, masing-masing mulai bercerita tentang impian dan rencana mereka setelah lulus nanti. Namun, di sisi lain kelas, Rafen yang duduk di bangku belakang justru mulai kehilangan fokus.
Sesekali, ia melirik ke arah Hana yang sedang berbicara dengan teman-temannya. Tatapannya terhenti di wajah gadis itu, memperhatikan bagaimana ekspresinya berubah-ubah saat berbicara.
Tanpa sadar, ia mulai mencari kesempatan untuk sekadar bertemu pandang dengan Hana. Namun, setiap kali Hana mengalihkan tatapannya, Rafen buru-buru berpura-pura melihat ke arah lain, seolah ia tidak tertarik.
Namun, Nayara yang duduk tidak jauh dari Rafen tentu tidak melewatkan hal ini. Dengan senyum jahilnya, ia menyenggol lengan Rafen pelan.
“Kenapa? Mau gabung ngobrol sama Hana juga?” godanya dengan suara pelan.
Rafen melirik sekilas ke arah Nayara dengan ekspresi datar. “Ngaco.”
Nayara terkikik pelan. “Tapi dari tadi curi-curi pandang, kan?”
Rafen menghela napas, memilih tidak menjawab dan kembali menatap layar ponselnya. Namun, jauh di dalam pikirannya, ia tahu bahwa sejak tadi, ia memang tanpa sadar terus mencari perhatian Hana.
Bel pulang sekolah berbunyi, menandakan waktu sekolah telah selesai. Koridor yang sebelumnya hanya dipenuhi suara langkah kaki kini berubah menjadi lautan siswa yang berbondong-bondong keluar.
Di antara keramaian itu, Ika menoleh ke arah Hana yang masih duduk di bangkunya. “Han, kamu nggak pulang sekarang?” tanyanya sambil merapikan tasnya.
Hana menggeleng pelan. “Masih ada yang kuurus, kalian aja duluan.”
Ika mengernyit, sedikit heran. “Oh, yaudah. Jangan lama-lama, ya.”
Risa dan Anisa juga berpamitan sebelum mereka bertiga keluar dari kelas, meninggalkan Hana yang masih sibuk mengutak-atik ponselnya.
Tak jauh dari situ, Rafen yang baru saja berdiri dari kursinya tanpa sengaja menangkap percakapan mereka. Matanya melirik sekilas ke arah Hana yang tetap di tempatnya.
Hana nggak langsung pulang?
Bukannya langsung pergi seperti biasanya, Rafen malah berjalan santai keluar kelas, tapi bukannya langsung pulang, ia justru menghampiri beberapa temannya yang masih nongkrong di koridor.
“Main dulu bentar?” tanya salah satu temannya.
Rafen, yang sebenarnya tidak ada niat untuk tinggal lebih lama, justru mengangguk. “Iya, santai aja dulu.”
Padahal, dalam pikirannya, ia sebenarnya hanya mencari alasan untuk tetap di sekolah lebih lama. Rasa penasarannya terhadap Hana membuatnya ingin tahu apa yang sedang gadis itu urus hingga menunda kepulangannya.
Dari sudut matanya, ia kembali melirik ke dalam kelas, memastikan Hana masih di sana. Entah kenapa, ia ingin tahu apa yang sebenarnya membuat Hana tetap tinggal setelah semua orang pergi.
Setelah sekitar sepuluh menit duduk di kelas dan menyelesaikan tugasnya, Hana akhirnya bersiap untuk pulang. Ia merapikan buku-bukunya, memasukkan ponselnya ke dalam tas, lalu berdiri dari bangkunya.
Saat keluar dari kelas, suasana sekolah sudah jauh lebih sepi dibandingkan sebelumnya. Beberapa siswa masih terlihat nongkrong di koridor atau di sekitar gerbang sekolah, tapi sebagian besar sudah pulang.
Hana berjalan santai menuju gerbang sekolah, matanya langsung mencari satu sosok yang sudah menunggunya di dalam mobil.
Mamahnya melambaikan tangan dari kursi pengemudi. “Ayo, Hana!”
Hana tersenyum kecil, lalu segera masuk ke dalam mobil. Begitu pintu tertutup, ia langsung menyandarkan kepalanya ke kursi, merasa sedikit lega karena akhirnya bisa pulang. Sementara itu Rafen yang mengawasi nya kecewa karena ternyata Hana hanya belajar dikelas sendirian.
“Mamah nunggu lama?” tanyanya sambil memasang sabuk pengaman.
“Nggak juga. Mamah kira kamu bakal lebih lama tadi,” jawab mamahnya sambil mulai menjalankan mobil.
“Iya, tadi cuma nyelesain tugas sebentar,” ujar Hana santai.
Mobil pun melaju meninggalkan area sekolah, membawa Hana pulang setelah hari yang cukup panjang.
✨✨✨
Hii guyss hehe gimana ceritanya?? Seruu gaa?? Yaa aku mulai nulis lagii and klo ada kesalahan kalimat silahkan di komentar 😽 bantu support aku lagii yaahhh thankyou guyss.... JANGAN LUPA VOTE, KOMEN, AND SUPPORT YAAA
Tunggu kelanjutannya yahh
💫HAPPY READING GUYS 💫
KAMU SEDANG MEMBACA
Part Of Class
Teen FictionSilahkan follow sebelum membaca yaa Kehidupan di masa putih abu-abu adalah masa dimana hal baru dimulai, perjalanan yang tak terduga membuat kita tak sadar bahwa selama ini hanya tersisa 1 tahun untuk melanjutkan ke tingkat kelas terakhir. Kelas s...
Part 6
Mulai dari awal
