Hana berpikir sejenak sebelum mengangguk. Lagipula, ia memang berencana mampir ke taman itu setelah latihan.
Mereka keluar dari tempat latihan dan berjalan santai menuju taman yang tidak terlalu jauh. Suasana di sana sudah mulai ramai dengan orang-orang yang menikmati sore, ada yang duduk di bangku taman, ada yang bersepeda, dan ada juga yang sekadar berjalan-jalan sambil mengobrol.
Hana menghirup udara segar dan merasa sedikit lebih rileks. Ia menyukai tempat seperti ini tenang, tetapi tidak terlalu sepi.
“Aku biasanya makan di gerobak bakso yang di pojok sana,” kata Ryan sambil menunjuk ke arah sebuah warung kecil dengan beberapa kursi plastik di sekitarnya.
“Kayaknya enak,” komentar Hana.
Mereka pun memesan makanan dan duduk di salah satu meja yang tersedia. Sambil menunggu pesanan, Ryan menyandarkan dirinya ke kursi dan menatap langit sore yang mulai berubah warna.
“Kamu sering ke sini?” tanya Ryan, mencoba membuka obrolan.
“Enggak terlalu sering. Biasanya kalau lagi butuh suasana baru aja,” jawab Hana jujur.
Ryan mengangguk paham. “Sama, sih. Kadang kalau lagi pengen nyari inspirasi buat main gitar, aku ke sini juga.”
Hana tersenyum. Rasanya cukup menyenangkan bisa mengobrol dengan seseorang tanpa harus terlalu memikirkan apa yang harus dikatakan.
Tak lama kemudian, makanan mereka datang. Aroma bakso yang hangat langsung membuat perut Hana semakin lapar. Ia segera mengambil sendok dan mulai menyantap makanannya dengan lahap.
Ryan, yang melihat itu, tertawa kecil. “Laper banget, ya?”
Hana hanya mengangguk tanpa malu-malu. “Banget.”
Mereka melanjutkan makan sambil sesekali mengobrol ringan. Tanpa sadar, sore semakin beranjak menuju senja, dan Hana merasa hari ini tidak seburuk yang ia bayangkan sebelumnya.
Setelah menghabiskan makanannya, Hana menghela napas lega. Perutnya akhirnya terasa kenyang, dan suasana taman yang mulai diselimuti warna jingga senja membuatnya merasa lebih rileks.
Ryan menyandarkan diri ke kursinya, memainkan sendok di tangannya sambil menatap langit yang perlahan berubah warna. “Hari ini lumayan seru, ya,” katanya santai.
Hana tersenyum kecil. “Iya. Nggak nyangka ketemu kamu di tempat latihan tadi.”
Ryan tertawa pelan. “Aku juga nggak nyangka bakal ketemu teman sekelas Rafen di sana.”
Hana melirik ke jam di ponselnya, lalu berdiri dari kursinya. “Aku pulang dulu, ya. Udah mau senja.”
Ryan ikut bangkit dari tempat duduknya. “Oh, oke. Hati-hati di jalan.”
Saat Hana hendak berbalik, Ryan tiba-tiba bersuara lagi. “Eh, Hana.”
Hana menoleh. “Hm?”
Ryan menggaruk tengkuknya sebentar sebelum berkata, “Kita boleh tukeran Instagram?”
Hana sedikit terkejut dengan permintaan itu, tapi ia cepat-cepat menenangkan pikirannya. Ia tidak melihat alasan untuk menolak, lagipula mereka sudah cukup banyak mengobrol hari ini.
“Boleh,” jawabnya sambil membuka ponselnya.
Mereka pun saling menukar akun Instagram sebelum akhirnya berpisah. Saat berjalan pulang, Hana sesekali melirik akun Ryan di ponselnya.
Tanpa ia sadari, hari ini ternyata memberinya pengalaman baru yang tidak ia duga.
Setelah berpamitan dengan Ryan, Hana berjalan pulang dengan langkah ringan. Rasanya cukup menyenangkan bisa mengobrol dengan seseorang tanpa merasa canggung. Ryan juga ternyata cukup asyik diajak bicara, meskipun mereka baru akrab hari ini.
YOU ARE READING
Part Of Class
Teen FictionSilahkan follow sebelum membaca yaa Kehidupan di masa putih abu-abu adalah masa dimana hal baru dimulai, perjalanan yang tak terduga membuat kita tak sadar bahwa selama ini hanya tersisa 1 tahun untuk melanjutkan ke tingkat kelas terakhir. Kelas s...
Part 5
Start from the beginning
