“Gila... capek banget,” gumam Rafen tanpa membuka mata.
“Panasnya bikin kepala pusing,” tambah Gavin.
Nesa yang baru masuk ke kelas langsung tertawa kecil melihat kondisi mereka. “Tadi keren banget sih, sumpah. Gue udah fotoin, nih,” katanya sambil mengangkat ponselnya, menunjukkan hasil rekaman dan foto-foto yang diambilnya.
Rafen hanya mengangkat tangannya lemah, seolah ingin melihat tapi terlalu malas untuk bangun. “Bagus, nggak?” tanyanya dengan suara pelan.
“Baguslah, apalagi pas lo yang maju ke depan buat ngasih aba-aba. Kayak senior beneran,” sahut Nesa.
Hana yang duduk tak jauh dari mereka hanya diam, memperhatikan dari balik bukunya. Dalam hati, ia merasa kasihan melihat betapa lelahnya mereka, terutama Rafen yang jelas-jelas paling bekerja keras.
Setelah lomba paskibra selesai, suasana kelas perlahan kembali normal. Rafen, Gavin, dan Valeska masih terduduk lelah di bawah kipas angin, sementara yang lain mulai sibuk dengan kegiatan masing-masing. Beberapa teman masih membahas lomba tadi, ada yang bercanda, ada yang memuji, dan ada juga yang langsung bosan.
Tak lama setelah itu, seorang guru masuk ke kelas. Semua yang tadinya sibuk langsung menoleh.
“Saya ada pengumuman,” ujar guru tersebut sambil meletakkan beberapa kertas di mejanya. “Hari ini kalian boleh pulang lebih cepat, tapi besok kita akan belajar penuh sampai sore untuk mengejar materi yang tertinggal.”
Kelas langsung gaduh.
“Pak, serius?” tanya seorang siswa dari belakang.
“Serius,” jawab guru itu tegas. “Jadi, manfaatkan waktu pulang cepat hari ini dengan baik.”
Beberapa siswa tampak senang, langsung berkemas dengan cepat. Namun, ada juga yang mengeluh pelan karena membayangkan belajar sampai sore besok.
“Gila… baru juga selesai lomba, udah dapet ancaman buat besok,” keluh Ika sambil memasukkan bukunya ke dalam tas.
Hana hanya tersenyum tipis. Ia sendiri juga tidak terlalu suka belajar sampai sore, tapi setidaknya hari ini mereka bisa pulang lebih cepat.
Saat bel berbunyi tepat pukul 12.15, siswa-siswi langsung berhamburan keluar kelas. Ada yang langsung menuju gerbang, ada yang ke kantin, dan ada juga yang sibuk mengobrol di lorong.
Namun, saat Hana sedang merapikan barangnya, ia menyadari sesuatu—Rafen masih tetap di tempatnya.
Tidak seperti biasanya, kali ini dia tidak langsung beranjak pulang. Ia hanya duduk di bangkunya, menatap ke luar jendela dengan ekspresi yang sulit ditebak.
Hana mengernyit. Ada sesuatu yang terasa berbeda hari ini.
Rafen menatap keluar jendela sebentar sebelum akhirnya menjawab, “Entahlah… mungkin karena aku suka kedisiplinannya. Ada sesuatu yang bikin tenang saat semua berjalan teratur.”
Hana mengernyit, tidak menduga jawaban itu. “Bikin tenang?” tanyanya pelan.
Rafen mengangguk kecil. “Iya. Latihan paskibra itu capek, tapi ada pola yang jelas. Semua orang punya peran masing-masing, dan kalau semuanya berjalan sesuai aturan, hasilnya bisa bagus. Rasanya… beda aja.”
Ia terdiam sebentar, lalu melanjutkan, “Dan juga… aku memang ingin masuk sekolah kedinasan nanti. Jadi, ikut paskibra bisa jadi langkah awal buat belajar disiplin dan persiapan fisik.”
Hana sedikit terkejut. “Sekolah kedinasan?” ulangnya.
Rafen mengangguk. “Iya. Aku butuh fisik yang kuat buat itu. Paskibra lumayan membantu.”
Hana tidak tahu harus berkata apa. Ia tidak menyangka Rafen punya tujuan yang begitu jelas. Selama ini, ia hanya melihat Rafen sebagai seseorang yang pendiam dan sering menyendiri di kelas, tapi ternyata ada sisi lain darinya yang Hana belum tahu.
Sebelum ia sempat bertanya lebih lanjut, suara Gavin tiba-tiba terdengar dari pintu kelas. “Oi, Rafen! Nggak pulang?”
Rafen menghela napas, lalu bangkit dari duduknya. “Pulang,” jawabnya singkat sebelum melirik sekilas ke Hana. “Udah, ya.”
Hana hanya mengangguk sambil mundur selangkah, membiarkan Rafen pergi bersama Gavin. Tapi pikirannya masih terbayang pada kata-kata Rafen barusan.
Sekolah kedinasan, yaa.
Setelah sampai di rumah, Hana langsung masuk ke kamarnya. Ia melempar tas ke atas kasur, lalu menyalakan AC agar udara di kamar terasa lebih sejuk. Hari ini terasa cukup melelahkan, apalagi setelah lomba paskibra dan pengumuman belajar full besok.
Ia merebahkan diri sebentar, memejamkan mata untuk beristirahat. Tapi pikirannya masih terbayang pada percakapannya dengan Rafen tadi.
Jadi dia ingin masuk sekolah kedinasan
Hana tidak pernah benar-benar memikirkan masa depan Rafen sebelumnya. Selama ini, ia hanya melihatnya sebagai teman SMP yang sekarang lebih banyak diam di kelas. Tapi ternyata, di balik sikapnya yang dingin, ada tujuan besar yang sedang ia kejar.
Tak terasa, waktu berjalan cukup cepat. Setelah merasa sedikit lebih segar, Hana bangkit dari kasurnya. Ia meraih ponselnya dan membuka aplikasi pesan, mengonfirmasi sesuatu.
"Aku izin keluar bentar, ya," katanya saat melewati ruang tengah, memberi tahu mamah.
“Iya, jangan pulang malam,” sahut mamah tanpa banyak bertanya.
Hana tersenyum kecil. Ia memang tidak terlalu sering keluar rumah tanpa alasan jelas, jadi mamahnya tidak terlalu khawatir.
✨✨✨
Hii guyss hehe gimana ceritanya?? Seruu gaa?? Yaa aku mulai nulis lagii and klo ada kesalahan kalimat silahkan di komentar 😽 bantu support aku lagii yaahhh thankyou guyss.... JANGAN LUPA VOTE, KOMEN, AND SUPPORT YAAA
Tunggu kelanjutannya yahh
💫HAPPY READING GUYS 💫
ESTÁS LEYENDO
Part Of Class
Novela JuvenilSilahkan follow sebelum membaca yaa Kehidupan di masa putih abu-abu adalah masa dimana hal baru dimulai, perjalanan yang tak terduga membuat kita tak sadar bahwa selama ini hanya tersisa 1 tahun untuk melanjutkan ke tingkat kelas terakhir. Kelas s...
Part 4
Comenzar desde el principio
