Farhan: (menyilangkan tangan di belakang kepala) "Besok kita jadi futsal, kan?"

Zafran: (mengetuk meja pelan) "Jadi dong! Tapi jangan ada yang bolos kayak minggu lalu."

Farhan: (tertawa) "Gue sih mau, asal gak hujan."

Rafi: (menimpali) "Yah, kalau hujan tinggal main di warnet lah. Gak usah banyak alasan."

Di sudut kelas, beberapa siswa duduk bergerombol, menatap layar ponsel dengan ekspresi serius.

Arga: (mengerutkan kening) "Ayo, cover gue! Gue mau maju!"

Dirga: (tertawa kecil) "Santai, santai. Gue lagi cari senjata dulu."

Rizfan: (menghela napas) "Woy, jangan maju sendiri, nanti mati duluan!"

Tiba-tiba terdengar suara riuh karena salah satu dari mereka kalah.

Arga: (mengeluh) "Aduh, kalah lagi. Udah lah, gue pensiun dari game ini."

Dirga: (tertawa) "Besok juga lo main lagi."

Sementara itu, Ika yang duduk di sebelah Hana menoleh dan tersenyum kecil.

Ika: (berbisik ke Hana) "Liat deh, gak ada yang keliatan tegang sama lomba. Kayak hari biasa aja, ya?"

Hana melirik sekeliling dan mengangguk pelan. Memang, meskipun hari ini ada perlombaan, sebagian besar siswa tetap santai, seolah lomba ini hanya sekadar acara tambahan dalam rutinitas mereka.

Satu-satunya hal yang membuat hari ini berbeda hanyalah lomba paskibra dan entah apa yang sebenarnya terjadi di antara Rafen dan Gavin sehingga mereka tiba-tiba akur lagi.

Saat kelas mereka dipanggil, Rafen, Gavin, dan Valeska langsung berlari menuju tempat lomba di sekitar tiang bendera. Langkah mereka mantap, menunjukkan keseriusan untuk mewakili kelas. Beberapa teman sekelas yang menonton dari kejauhan mulai bersorak, memberikan semangat meskipun suasana masih tegang.

Hana berdiri di antara kerumunan siswa lain, memperhatikan Rafen yang kini berdiri tegak bersama timnya. Wajahnya tampak fokus, berbeda dengan kesehariannya di kelas yang lebih sering menyendiri. Gavin dan Valeska juga terlihat menyesuaikan posisi mereka, memastikan tidak ada kesalahan sebelum lomba dimulai.

Seorang panitia maju ke tengah lapangan dengan membawa peluit. “Siap-siap!” suaranya menggema di seluruh area. Semua peserta, termasuk tim dari kelas lain, langsung memasang formasi mereka. Hana bisa melihat Rafen menarik napas dalam-dalam, sementara Gavin melirik sekilas ke arah Valeska, memastikan mereka sudah siap.

Saat peluit panjang ditiup, lomba pun dimulai.

Begitu lomba dimulai, Nesa langsung mengangkat ponselnya, merekam dan mengambil beberapa foto saat Rafen, Gavin, dan Valeska menjalankan formasi paskibra mereka. Sesekali, ia berbisik antusias kepada teman di sebelahnya, mengomentari betapa seriusnya ekspresi mereka.

Hana juga masih memperhatikan, matanya lebih sering tertuju pada Rafen. Ia bisa melihat betapa tegas dan terfokusnya langkah Rafen, memimpin timnya dengan gerakan yang nyaris sempurna. Sesekali, Gavin dan Valeska meliriknya, mengikuti arahan yang telah mereka latih sebelumnya.

Setelah lomba berakhir, mereka bertiga kembali ke kelas dengan langkah yang jauh lebih lemas dibanding saat berangkat. Begitu memasuki ruangan, mereka langsung menjatuhkan diri di lantai, tepat di bawah kipas angin yang berputar lambat.

Rafen bahkan langsung berbaring dengan satu tangan menutupi wajahnya, napasnya berat karena kelelahan. Gavin duduk bersandar di kaki meja dengan kepala tertunduk, sementara Valeska sibuk mengibas-ngibaskan kerah bajunya, mencoba mengusir panas.

Part Of ClassTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang