Ekstra

637 49 3
                                    

Bayangan-bayangan mengerikan yang terlewat tidak bisa dihapus dalam benak. Itu terkadang menjadi dongeng sebelum tidur, atau peneman di kala dirinya melamun. Dapat dilihat oleh dirinya ketika berdiri di tebing mengarah selatan, Cygnus terlihat damai. Cygnus yang terkenal sebagai kerajaan dengan wilayah terbesar, dikelilingi hutan-hutan dan perairan, serta dikenal sebagai kerajaan yang kelam, kini berubah seakan negri dongeng yang damai.

Musim semi yang mulai berlalu seraya menggugurkan bunga-bunga untuk beralih menjadi buah, menambah kesan keindahan di Kerajaan Cygnus. Sophia menjadi ingin tahu bagaimana keadaan Achille dan Putri Kecil sekarang.

Gaun putih yang dikenakannya menyapu lantai kastil yang putih itu. Tentu saja, di Gunung Utara tidak ada debu, sehingga meskipun terbengkalai, kastil akan tetap bersih. Hanya salju yang betebaran sebagai pengganti debu. Mawar putih dan biru di halaman kastil tidak pernah berhenti berbunga, Sophia mendekatinya dan memetik beberapa tangkai mawar putih, lalu beralih ke mawar biru, sedangkan rambutnya tidak henti-henti beterbangan dengan lembut.

"Sudah kukatakan, Gunung Utara sangat nyaman dan menyenangkan," kata perempuan tersebut dengan perasaan seakan ingin menangis. Ia terharu, bagaimana bisa ada tempat semenyenangkan ini? Terlebih ketika ia berdiam diri, maka bunyi aliran sungai gletser akan menjadi penenang ampuh untuknya.

Gadis itu menjauh dari kastil, serta melewati gundukan yang merupakan makam para demigod. Ia tahu, mereka tidak akan membusuk, sang ibu pun memakamkan tubuh mereka hingga menghabiskan waktu bertahun-tahun.

"Ibuku tidak pernah menua," ujar Sophia seraya berjongkok, lalu secara perlahan meletakkan lima tangkai mawar biru dan putih di atas peti.

"Membunuh dia, tidak akan bisa mengembalikan nyawa Ibu lagi. Meskipun aku merobek perutnya, jantung Ibu mungkin sudah tidak ada," tambahnya. Rasa sedih akibat ditinggal sang ibu, sempat membuat gadis itu kehilangan ekspresi maupun emosi yang terbilang fatal. Ia tidak tahu bagaimana cara berbicara pada dunia bahwa dirinya merindukan ibunya.

"Sekarang kita tidak akan hidup bersembunyi lagi, Bu. Kita sudah berbaur dengan dunia luar. Yah, semua itu karena aku. Lagipun, bukankah tidak selamanya suatu hal dapat disembunyikan?"

Seperti yang diketahui, bangsanya disebut bangsa mitos. Awal mula terbentuk bangsanya pun dianggap sebagai dongeng, serta tempat keberadaannya yang tidak lain Gunung Utara, pun menjadi area terlarang untuk dikunjungi. Padahal, bangsanya tidak berbahaya, justru sebaliknya. Namun, manusia itu serakah, dewi bulan menaruh kekhawatiran akan keturunannya yang bisa saja dimanfaatkan. Salah satunya dijadikan tumbal keabadian seperti ritual yang dilakukan Atarah.

Seraya menikmati kesejukan udara, Sophia mengambil salju dan membentuknya menjadi bola. Bentuknya tidak besar, dan tidak terlalu kecil. Lantas, ia menyusun bola-bola itu menjadi melingkar. Dipetiknya tangkai mawar putih terdekat, lalu ditancapkan ke tengah lingkaran salju. Sehingga bentuknya seperti air mancur. "Ibu tahu, tidak? Meskipun aku sendiri tidak tahu apa yang kubuat, mereka berebut ingin memilikinya. Katanya akan dijadikan pusaka." Ia terkekeh. "Itu lucu, Bu."

Bergeser semakin mendekat, ia membungkukkan tubuh dan mencium peti es tersebut. "Sampai jumpa lagi, Ibu. Aku tidak bisa mengenalkan Ibu dengan suamiku, ataupun sebaliknya, tapi aku bisa menceritakannya sedikit."

Urung pergi, gadis itu kembali duduk dengan menyila. "Suamiku memiliki rambut hitam, iris merah, dan tinggi. Ketika aku memeluknya, tubuh dia terasa keras. Terkadang tatapannya terlihat tegas, tapi aku lebih sering melihat kehangatan darinya."

"Dia anak yang baik. Katanya, di dunia ini yang paling dia sukai itu aku," sambungnya. "Terkadang aku berpikir bahwa suamiku itu berasal dari lukisan. Sosoknya memang segagah itu, tapi badannya memiliki beberapa luka. Dia seperti petarung bersifat lembut."

The Cursed Duke's MoonTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon