63. before full moon

316 47 5
                                    

"Viola, mari kita berjalan-jalan."

Mendengar ajakan Sophia, pelayan tersebut lekas mengiring selangkah di belakang. Namun ia berhenti tatkala gadis itu menoleh.

"Kau tidak mengganti pakaian?"

"Tidak perlu, Nyonya. Bukankah kita hanya ke taman?"

Ujarannya pantas bila dibenarkan, namun Gadis itu memejam sebentar sembari menggeleng. "Kita akan keluar manor, aku ingin berjalan-jalan di duchy."

Viola tersentak. Sejak pertama kali Grand Duke menurunkan perintah tentang Duchess Muda, larangan keras membiarkan gadis itu keluar dari manor. Serta, tidak pernah terlintas di pikirannya bahwa gadis tersebut akan keluar. Dengan suara bergetar, ia menyergah, "Bagaimana mungkin saya berani, Nyonya! Grand Duke akan marah besar terhadap saya!"

"Nyonya, taman timur pun sekarang telah diperluas, Anda pasti belum melihat semuanya, bukan?" Ia berusaha merayu, namun nihil, si Gadis menggeleng dan meletakkan telunjuk di bibir.

"Ssttt, aku akan memberimu kompensasi." Sophia berniat menyuap dan disambut Viola yang bersikeras menolak. Ia bersumpah tidak akan termakan rayuan sepeser pun, atau sebanyak apa pun untuk memenuhi ajakan sang nyonya muda.

D'Lupus benar-benar memiliki abdi yang tak bisa dipermainkan. Mereka begitu patuh atas perintah, meskipun Sophia telah menunjukkan perhiasan mutiara miliknya untuk diberikan pada Viola.

"Temani aku, kumohon .... Duke Muda dan Grand Duke sekarang tidak ada, mereka tidak akan pulang hari ini. Kumohon, Viola, hari ini saja! Hanya sampai ke toko untuk membeli beberapa hal yang kuinginkan." Dengan wajah memelas, Sophia membujuk.

Melihat Viola membuka mulut hendak membalas, Sophia dengan cekatan melanjutkan, "Aku juga ingin seperti kalian yang bisa keluar. Kalian tidak tahu, betapa bosannya selalu mengurung diri di balik tembok pagar manor."

Wajah itu, eskpresi itu, kata-kata itu, permohonan itu. Seorang Duchess memohon padanya dengan ekspresi seperti itu? Alis tipisnya saling bertaut, serta tatapan mata es itu ... Viola tidak sanggup. "Tapi Nyonya,"

"Ayo!"

Sophia menarik lengannya, dan entah mengapa para penjaga hanya memberi salam dan tidak mencegah kepergian sang Nyonya. Viola semakin merasa tertekan. Ia terus memberi isyarat untuk menahan sang Duchess agar tidak keluar, namun isyaratnya seolah tidak dipahami. Mereka bagaikan dihipnotis.

"Pakai ini," perintah Sophia seraya memberikan sehelai kain halus bewarna kekuningan. Lalu gadis tersebut memberi sobekan kertas padanya dan berkata, "Ini hal-hal yang ingin kucari dan kubeli. Jangan dibuka sebelum kita sampai ke pertokoan."

Dia dengan terpaksa sekarang berada di luar gerbang. Sungguh pikirannya begitu rumit dan hatinya sangat tidak nyaman. Lihatlah rambut perak yang tegerai itu, Grand Duke selalu melarang bawahan untuk membicarakan tentang warna rambut atau mata Duchess Muda. Viola sungguh prustasi. "Nyonya! Mari kita kembali!"

"Jika dirimu ingin kembali, kembalilah seorang diri, dan aku akan pergi juga seorang diri," perintahnya dengan tenang. Ia tidak pernah berkata kasar walaupun sarat akan perlawanan dan ancaman.

Kebimbangan menggelayut di sisi kanan dan kiri bahu Viola. Ia tidak mungkin membiarkan sang nyonya pergi, namun bujuk rayunya tidak mempan terhadap Sophia. Dengan helaan begitu panjang, Viola membatin, 'Aku harus bersiap mati.'

Mati karena melanggar larangan Grand Duke, atau membiarkan nyonya-nya pergi seorang diri. Sejujurnya, hati kecil ia kasihan pada Duchess. Pasti hidup gadis itu terbatas dan tidak bebas. Bagaimana pun juga, mereka makhluk sosial.

"Toko hidangan penutup mana yang menurutmu paling terbaik dan ramai?" Sophia melayangkan pertanyaan seraya berjalan.

Jangankan untuk membuka lembaran kertas dari Sophia, menyelimuti selendang untuk menghangatkan tubuh dari dinginnya cuaca saja, Viola segan. "J-jaraknya sedikit jauh dari sini, Nyonya. Akan lebih cepat jika menggunakan kereta kuda."

The Cursed Duke's MoonOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz