70. Atarah, he's loved you

307 47 1
                                    

Dua hari setelah kejadian itu, luar gerbang istana menjadi padat disesaki kumpulan rakyat dan bangsawan. Menuntut hukum seadil-adilnya untuk Atarah. Namun, permintaan tersebut masih belum menemukan titik terang.

Sidang usai dilakukan dengan hasil telah membunuh sebanyak 198 perempuan tak bersalah selama enam tahun belakangan, ditambah adanya Marchioness dan Grand Duchess, juga percobaan pembunuhan pada Putri Asteria. Sedikit rumit karena nyatanya dalam insiden Asteria melibatkan Mirabelle yang telah dihukum mati.

Hanya itu yang tercatat dalam buku, entahlah jika dihitung keseluruhannya. Tuan Moller yang telah dibantu Sophia untuk bebas dari sumpah, menjadi saksi kuat. Karena benar, dirinya merupakan penyelidik. Selama sebulan setelah ulang tahun Putra Mahkota, dia mulai menggali dan memantau tentang Atarah.

Raja masih belum beranjak dari kursi, sedangkan Atarah telah diantarkan ke penjara yang telah dilapisi cahaya bulan oleh Sophia sebelumnya. Pria itu terlihat syok berat atas kejadian tersebut.

"Yang Mulia, Anda perlu menenangkan diri. Ini, saya dapatkan dari Selene, silahkan diminum," ujar Sophia begitu jernih seperti aliran sungai.

Jati dirinya pun terlah terbongkar. Tidak ada yang ditutupi lagi. Semua sudah tahu perihal statusnya yang merupakan Duchess Muda D'Lupus.

"Terima kasih." Raja meraih gelas dari tangan Sophia. Demigod Gunung Utara yang sudah sewajarnya dihormati pihak mana pun, termasuk raja sampai kaisar. Cairan dari Sophia tidak murni, melainkan dicampurkan dengan air putih.

Seusai meminum itu, kerumitan dalam benaknya menghilang. Kepalanya terasa bersih dan ringan. Matanya bahkan memiliki sinar yang berkilau. "Di mana Asteria?" tanyanya pada Achille yang tengah berbincang dengan Lyle, di belakang Sophia.

Tentu saja itu membuat sudut bibir Achille tertarik. "Dia sedang bermain dengan Pangeran dari Casia."

"Kenapa mereka lekat sekali?"

Ingin berbicara jujur, namun Achille perlu menjaga emosi Raja, sedangkan seharunya perkataan yang diucapkan pasti dapat menyindir. "Begitulah. Dia tidak memiliki teman," jawabnya.

Seusai jawaban itu, Raja bangkit dan meninggalkan ruangan.

"Begitu aku menoleh ke belakang, hanya ada jurang. Sepertinya Hutan Dmitris itu ilusi, pantas saja tidak bisa ditemukan. Siapa pun yang berjalan ke arah sana, pasti berpikir dirinya akan mati," ujar Achille kembali menghadap Lyle.

Mengetahu Sophia sudah selesai, Lyle meraih tangan gadis itu lalu mengajak pergi. "Sebaiknya kita datangi Atarah."

"Sophia, kebencian dan dendam itu selalu menghantui, selalu melekat seperti lintah. Hidup dia tidak pernah damai dan hanya keserakahan dalam otaknya. Maka dari itu, dia menjadi budak iblis." Seraya berjalan beriringan bertiga, Lyle menejelaskan. "Mungkin kamu bisa menerangi jalannya."

Masuk ke penjara istana, Atarah masih dalam kondisi diikat di sana. Kemudian, Lyle mengajak Achille untuk mundur, memberi luang untuk dua perempuan itu.

"Sialan! Kau akan mati di tanganku!" Atarah bersumpah, namun hanya dibalas raut tenang oleh Sophia.

"Selamanya terus seperti itu. Dendam tidak akan memiliki ujung. Kedengkian mendarah daging, membuat hidupmu tidak akan tenang. Masa lalu milikmu terpampang di depan mataku. Terasingkan, tak begitu dihargai, terkalahkan, dan tersaingi." Dia melihat Atarah yang terlihat tidak sudi mendengarkan. Namun sorot perempuan itu terlihat menyimpan rasa sakit.

Sophia berjongkok. "Seharusnya kau yang didambakan. Karena dari manusia biasa, bisa mempelajari sihir. Walaupun tak seberapa, itu sebuah keajaiban atas kerja kerasmu."

"Tidak salah, hanya saja itu terjadi karena kedengkian. Mereka tidak membencimu, mereka menghargaimu, meskipun mereka tidak menunjukkan itu. Hanya saja, kau tidak menyadari."

Tergambar jelas oleh Atarah, orang-orang yang kerap menyapa dan mengajaknya berlatih. Namun saat itu pula, bayangan dihantam oleh sorot amarah karena sedikit kesalahan yang ia buat, serta orang-orang yang terus membanggakan dan memperhatikan penuh D'Lupus dalam segala hal, padahal itu dapat dilakukan dirinya juga.

Ia iri. Ia ingin mengalahkan D'Lupus. Maka ia menjual diri pada iblis dengan mengorbankan temannya. Selepas itu kehancuran dunia sihir pun terjadi. Bertengkar hebat antara dia dan murid lain, hingga akhirnya satu per satu dia memberantas temannya dengan bantuan iblis.

D'Lupus murka di saat Atarah membunuh gurunya. Sehingga hanya tersisa dia dan lelaki itu. Tanpa ia ketahui, D'Lupus pula ikut bersekutu dengan iblis. Namun lelaki tersebut akhirnya mengurung iblis ke Tartarus.

"Maaf, aku minta maaf." Itulah ucapan terakhir sebelum D'Lupus menikam jantungnya. Dapat ia lihat sorot kesedihan mendalam dari lelaki itu sebelum matanya tertutup rapat.

"Membunuh seseorang yang dicintai itu rasanya sangat berat. Mengapa kau tidak pernah menyadari perasaannya? Dia membunuh karena kau berbahaya. Dia terpaksa, tidak ada pilihan lain."

Perempuan itu kini terlihat merunduk. Seolah mencari semut yang berjalan di lantai penjara. Ambisi membutakan matanya, keserakahan merusakkan otaknya. Ia ingin terbang ke langit tertinggi, tidak ada yang bisa menandingi.

Manik Sophia sedikit bersinar, sesuatu yang ada dalam tubuh Atarah kini ditarik olehnya. Terasa masuk ke dalam otak, Sophia memejamkan mata. Ia telah merampas kenangan buruk milik Atarah, hanya menyisakan ingatan bagaimana tatapan D'Lupus saat hendak membunuhnya. Ia rasa, itu harus menjadi kenang-kenangan.

Seusai itu, Sophia bangkit keluar, disambut tangan Lyle yang ingin diraih. "Dia lahir lagi dan lagi, tapi aku terkejut karena baru di kehidupan kali ini dia mengambil banyak korban."

"Maksudmu?" Bukan Lyle yang menyahut, melainkan Achille yang berada di sisi kirinya. "Ah, tidak, apa itu ada maksud tersendiri?"

"Tentu, kali ini dia menjadi putri Raja. Tujuan semakin dekat, kesempatan semakin lebar. Jika sebelum-sebelumnya, ia tidak terlahir di Cygnus." Berhenti sejenak karena penjaga lewat, Sophia melanjutkan setelah berada di selasar istana. "Juga kali ini, dia lahir dari janin yang mati. Pemilik tubuh tidak bisa hidup, jadi ia tempati. Jika saja tidak melakukan ritual dengan ketat, dia akan mati."

"Kepalaku seolah berputar." Putra Mahkota mangaduh. "Bukankah dia bisa lahir lagi? Kenapa harus takut mati sampai seperti ini?"

"Yang Mulia, apa Anda melupakan saya? Dia lahir karena menunggu kelahiran saya sebagai penerima kutukan," sahut Lyle.

Gadis itu menelusur memori yang ia rampas dari Atarah. "Dia pun melakukan ini setelah memakan jantung Ibu. Memang, kekuasaan semakin melonjak, tapi bayaran juga semakin besar jika ia abai."

"Lalu, bagaimana respon Atarah tadi?" Achille kembali bertanya, bahkan tidak sadar mengikuti Sophia dan Lyle yang hendak menemui kuda.

"Anda bisa melihatnya, Yang Mulia." Menoleh pada Achille, Sophia menambahkan, "Beri ini setetes ke setiap makanannya. Mungkin akan membantu menenangkan pikiran dan menghilangkan kegelapan di kepalanya." Ia memberikan cairan perak yang telah dipisahkan ke wadah kecil.

"Tidak perlu dibunuh, dia akan mati karena tidak menjalankan ritual. Hanya tunggu sampai tahun depan." Lantas Sophia dinaikkan ke atas kuda, sedangkan di luaran sana, keributan tetap tak bisa dibendung.

Sebelum pulang ke duchy, Sophia singgah sejenak ke tempat tinggal Julia yang berdekatan dengan pantai. Pelayannya telah di makamkan secara terhormat oleh keluarga Florentine. Bangunan untuk melindungi makam Julia dari sengatan matahari atau hujan pun sudah mulai dikerjakan.

Julia Viviene, nama itu terukir di sana.

Begitu jelas, membuat kelopak mata Sophia berkedut. Ia tidak akan mungkin melupakan sosok Julia. Sebagai tanda kunjungan, Sophia meletakkan buket bunga daisy dan edelweis.

"Selamat beristirahat, Julia."

The Cursed Duke's MoonWhere stories live. Discover now