73. rest in peace

967 55 11
                                    

Kutukan sialan! Sangat-sangat menjengkelkan! Bila akar itu bisa ditarik, Sophia sudah menariknya sejak lama. Persetan dengan izin dari Ayah dan Mertua, dua pria paruh baya itu pasti melarang.

Baru terasa oleh diri sendiri bahwa akar itu jelek, tidak layak menempel di tubuh Suami. Sebagus dan seeksotis apa pun bentuknya, itu hanya parasit, dan Sophia sangat membencinya.

"Aku ingin terbang! Apa kita tidak bisa memiliki sayap, Paman?" Ia meracau begitu terlintas ingatan Atarah yang dapat memiliki sayap. Namun, kenapa dirinya tidak? Bukankah Selene pun memiliki sayap?

Racauan Sophia ditimpal dengan gelengan. Lagi, Kaylilo mendengar emosi dari mulut Sophia. Gadis itu kerap berada di sudut kapal selama berlayar, seraya menghampar pandangan begitu jauh sekali. Seolah bercakap dengan bentangan laut.

Dua lautan pemisah antar kerajaan telah dilewati. Kaylilo menggunakan kemampuan untuk memeriksa pulau-pulau di laut, namun hanya kekosongan yang selalu ia terima. Puluhan kereta kuda ditumpangi, Casia telah disinggahi, mereka kini berlabuh di tanah Calantha. Hasilnya sama, Duke Muda tidak ada.

"Berly," gumam Sophia. "Dia cucu dari Putri Berly. Bukankah memungkinkan?"

Paman yang hendak menggigit roti di sisi Sophia pun terhenti. "Beliau pernah berkata, tanah di sana sudah tidak layak ditempati."

Mereka baru singgah di Calantha, masih di depan pertokoan dekat pelabuhan. Sungguh, Calantha dihuni keindahan, damai dan tenang. Pantas saat dahulu Permaisuri Wisteria ingin melahirkan di kerajaan ini.

Namun semenjak Sophia dan Kaylilo tiba, tempat tersebut menjadi ribut. Tentu saja, berita keberadaan demigod sudah tersebar hingga kerajaan tetangga. Bahkan di Casia, Sophia hendak diculik.

Berdiri dari kursi panjang tersebut, ia memandang jauh ke ujung lautan yang seakan tanpa ujung. Tidak, itu menuju Casia, jika ingin ke Berly, ia harus mencari pelabuhan lain. "Tidak ada salahnya untuk mencoba, Paman."

Mendengar nada Sophia yang penuh kerinduan, Kaylilo meletakan gigitan terakhir. Ia mengajak Sophia mencari keberadaan kereta kuda. Menemukan, Kaylilo meminta diantarkan ke pelabuhan menuju Berly.

"Saya hanya bisa mengantarkan sampai sini, selanjutnya Anda berdua harus menaiki kereta api. Kereta akan mengantarkan ke duchy, setelahnya hanya perlu berangkat menuju Laut Berly."

Mengikuti intruksi, Kaylilo dan Sophia menggunakan kereta api selama beberapa jam hingga akhirnya sampai. Menaiki kereta kuda lagi, dan lagi, sampai tiba di Laut Berly. Kembang api menghiasi langit malam, itu adalah bentuk vestifal penyambutan tahun baru.

Perjalanan sangat melelahkan, tubuhnya bagai remuk karena terombang-ambing laut dan jalanan. Terlebih musim salju terkadang membuat perjalanan terhalang. Selama ini, Sophia merasa sudah berkelana selama bertahun-tahun. Namun sekarang ia sadar, dirinya baru menghabiskan waktu tiga pekan.

"Berly?" Wajah mereka yang bersinar ketika Sophia manyapa, berubah mengernyit.

"Hey, siapa yang mengunjungi kerajaan itu lagi? Bukankah kapal menuju Berly tidak pernah beroperasi lagi?" Sang Pemuda bertanya pada temannya.

"Tidak ada. Jendela kamarku menghadap laut ini, tidak ada sama sekali yang menyebrangi laut selain nelayan pencari ikan," sahut pemuda di sebelahnya.

Sophia hampir kehilangan harapan. "Tentu saja, kami dari Cygnus. Laut Blas dan Laut Berly sangat berseberangan arah. Mungkin dari kerajaan ini tidak pernah ada yang mengunjungi Berly lagi."

"Lalu mengapa melewati laut ini? Padahal kalian bisa saja melewati Laut Blas." Pemuda pertama kembali bersuara.

"Aku sedang berkeliling untuk mencari suamiku."

The Cursed Duke's MoonWhere stories live. Discover now