67. Lyle, what do u mean?

347 48 6
                                    

"Sophia, hentikan! Hentikan semua ini!" teriak Lyle yang segera lenyap dibawa bisingnya angin kencang. Butiran putih yang meliputi alam, menghalang pandangan hanya menyisakan bayang-bayang gelap. Kaki-kaki pun mulai dikubur. Dia beserta yang lain hampir saja tidak bisa menahan bobot tubuh.

"Aku tidak ingin mati sebelum mereka selamat!" Roseline berusaha keras melangkahkan kaki, bertekat besar menghampiri gubuk. Di sana, para korban pasti kedinginan dan butuh pelindungan. Ia juga sangat khawatir pria-pria kotor yang berhasil masuk, merobek dada mereka sekarang.

"Terjang ini, kita harus menghampiri Sophia!" seru Achille di sisi Lyle. Sementara itu, Roseline sudah sedikit menjauh.

Susah payah mencoba berjalan di tumpukan salju, Lyle berkali-kali memberi himbauan pada Sophia untuk berhenti. Seiring dengan itu, tiba-tiba saja kabut hitam berlari di sela-sela badai.

"Dame Roseline! Kau bisa celaka jika melewati sana—" Achille menghentikan perkataan, mendapati Roseline benar-benar jatuh begitu mendekati tempat pertarungan antara Sophia dan Atarah. Tentu saja, daerah itu memiliki pusara yang lebih besar.

Bahkan, salju yang telah menumpuk di dasar kini naik lagi ke atas seolah dikendalikan. Seperti ombak besar yang siap menerjang. Entah apa yang dilakukan, Sophia hanya terlihat mengangkat kedua tangannya ke atas.

Panik, penghirupannya perlahan tersumbat. Tubuhnya seakan diikat, perlahan kuat, semakin kuat, dan menguat. Achille berteriak geram, "Apa lagi ini?!" Ia berharap Lyle mendengar, meminta bantuan untuk menyingkirkan kabut yang merekat di seluruh tubuh bagaikan selimut tersebut. "Menjauh dariku, sialan!" makinya.

Entah arah mana yang harus dituju, mengejar istrinya, atau melihat apa yang terjadi pada Putra Mahkota. Cepat-cepat mengambil keputusan, Lyle menoleh dan mendapati Putra Mahkota yang tengah mengusap tubuh, berusaha menyingkirkan kabut hitam yang menempel.

"Me.Nye.Bal.kan," ujarnya. Seolah mengalami gangguan pernapasan, dia tidak bisa mengeluarkan suara lagi. Ada sesuatu yang ingin menyerap ke dalam tubuh, terasa sangat sesak dan menyakitkan. Di tengah kesesakan tersebut, Lyle nampak menghampiri.

Menggoyangkan bahu Achille dengan kasar, Lyle memanggil, "Yang Mulia! Yang Mulia! Apa Anda mendengar saya?!"

Kepanikan membesit di diri Lyle, melihat Achille yang tertunduk dengan pegerakan melemah. Pikiran buruk mengenai kejadian yang menimpa Achille, tiba di kepala. "Yang Mulia!

"Ach—" Lyle segera mundur tatkala Achille mengangkat kepala seraya menatap tajam padanya, ia menjelma seperti predator.

Napas tersendat, Lyle mendengar tawa aneh keluar dari bibir pangeran tersebut. Selama dirinya bernapas, belum pernah mendengar sang sepupu tertawa seperti itu. Terdengar berat dan ... mengerikan.

"Sebagai manusia biasa, ternyata energi anak ini cukup besar!" ujarnya terdengar berat.

Ia hapal, Achille tidak pernah bersuara seberat itu. Serta kata-kata yang keluar dari mulutnya, ia menyimpulkan sesuatu yang sama sekali tidak ia prediksi. Keterkejutan tercetak jelas di wajah Lyle, matanya membola dan tubuhnya menegang. Ia bergerak mundur, dan berkata, "Kau, belum mati?!"

"Tidak selayaknya kau masuk ke tubuh Putra Mahkota! Dia tidak pernah terlibat!" sergahnya. Sebagaimana perintah Grand Duchess, Lyle tidak akan berani mengangkat pedang untuk menyerang, selain sekedar bertanding latih. Pastinya ia akan ragu untuk melawan sosok tersebut yang telah ada di tubuh Achille. Serta, bagaimana agar sosok itu keluar dari tubuh sepupunya?!

"Katakan saja, kau menyerah! Aku memberi pilihan, serahkan istrimu atau anak ini?" kata sosok tersebut.

Harusnya ia sudah menebak sejak lama, arwah iblis akan bersemayam di tempat lain begitu tubuhnya hancur. Entah, harus seperti apa cara membuat makhluk itu benar-benar mati.

"Correy, lupakan dan jangan pedulikan aku! Bila perlu, bunuh aku!" perintah Achille yang terlihat kesulitan melawan sesuatu di dalam tubuhnya. "Cabut pedangmu, dan serang aku!" teriaknya.

Namun, kehadiran itu tidak lama, iblis segera mengontrol penuh tubuh tersebut. Tidak membiarkan lelaki itu mengambil pita suaranya lagi.

Membunuh Achille? Itu keinginan iblis dan Atarah. Karena kekuasaan selanjutnya bisa saja jatuh ke tangan Atarah bila sang pewaris tidak ada.

"Istriku, dengarkan aku, berhenti!" Ia menyeru sekali lagi. Badai membuatnya sulit bergerak, bahkan ia tidak tahu bagaimana keadaan dame sekarang setelah jatuh tadi. Meski terdengar adil mengingat api akan padam karena diterjang badai, dan si iblis akan ikut sulit bergerak karena kekacauan yang dibuat.

Begitu pun yang terjadi pada Atarah, perempuan itu tidak dapat menggunakan kekuatannya semaksimal mungkin. Tubuhnya menggigil, bulu-bulu dari sayap kegelapan didiami ribuan serpihan salju. Sementara sang Whittaker di bawahnya, menatap dengan mata penuh kebencian, dingin dan membekukan.

Ia mencoba memancarkan aura panas dari matanya guna melawan sang Whittaker, namun itu seolah melemah karena cuaca sama sekali tidak mendukung. "KEPARAT!"

"Kau begitu licik!" Ia salah, kekuatan Whittaker nyatanya musim dingin. Lihatlah akibat ulahnya, pohon-pohon tumbang dan beberapa budak yang tidak sempat berlindung dikubur salju.

Perempuan itu sedari tadi hanya membisu, seraya memancarkan aura yang membekukan. Tubuhnya bersinar kebiruan seperti es. 'Dia putri bulan, atau musim dingin?' batin Atarah, disudutkan rasa panik. Sadar, dirinya telah membuat emosi gadis itu melejit karena menendangi Julia.

Di udara, ia mencari celah titik lemah Sophia, namun gadis itu terlihat bediri begitu kokoh bagaikan cemara, sulit mengindentifikasi bagian terlemahnya. Sampai sesaat kemudian, ia melihat samar-samar Duke Muda tengah bertempur dengan Putra Mahkota. Lelaki berambut hitam itu hanya nampak menghindar dan menahan serangan.

Menyempatkan diri melesat ke bawah, kaki kanannya terjulur seakan hendak mendarat menuju kepala Sophia. Belum sampai mengenai kepala tersebut, tangan gadis itu memunculkan sebilah es yang terlihat tajam seperti tombak. Mengarahkan padanya, seakan hendak menusuk. Ia kembali menaik lagi ke udara.

"Dia bodoh, bukankah suaminya bisa mati karena malapetaka yang dia buat?" gumamnya, bahkan gumaman itu tak terdengar oleh telinga sendiri lantaran langsung diseret angin.

Terbang dengan kesulitan, serasa akan jatuh dibawa oleh salju, ia bersikeras menciptakan api di sela-sela jari. Hanya setitik yang mengalir menuju Sophia, api tidak bisa bertahan lama.

Atarah turun lagi ke bawah, sedikit mengambil bagian belakang gadis tersebut, walaupun dengan cekatan gadis itu ikut berputar untuk berjaga. "Hentikan ini! Lihat lebih jauh, Duke Muda terkutuk itu akan mati karena ulahmu sendiri!"

Lontaran yang dikeluarkan Atarah dengan sekuat tenaga, berhasil membuat Sophia bergeming sejenak. Sorot matanya berubah secara signifikan. Badai mereda seiring dengan tarikan napas yang mulai diatur tenang oleh gadis itu.

Tertawa, Atarah turun dan berdiri di hadapan Sophia. Secara cepat ia menggenggam leher itu dan mencekik kuat. Tangan memberontak, dan mata yang mendingin lagi, diarahkan padanya. Namun Atarah tidak bisa melepaskan gadis itu begitu saja, dia sudah berjuang susah payah agar dapat menyentuh si Whittaker.

Di tangannya, masih terdapat tombak kecil yang terus diarahkan. Sampai akhirnya, ujung beku itu mengenai punggung Atarah. Bibir putri itu terbuka merasakan serangan menyakitkan yang luar biasa, ia semakin kuat mencekik Sophia, namun beberapa saat kemudian mengendur secara spontan. Atarah jatuh ke dasar bersama tubuh yang perlahan terasa membeku.

Dilayangkannya tombak es ke udara hendak membunuh putri tersebut, tiba-tiba saja, suara Lyle terdengar.

"JANGAN BUNUH DIA, SOPHIA!"

"DENGAR, JANGAN BUNUH DIA!"

Menahan sejenak, ia mengangkat kepala dan melihat suaminya berlari seraya menghindari serangan. Sophia mengangkat es itu lebih tinggi lagi, mengabaikan perintah Lyle. Sejengkal akan kena, tubuhnya lebih dahulu diterjang Lyle hingga mereka jatuh ke salju secara bersamaan.

The Cursed Duke's MoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang