76. Selamat, Ma

2.2K 443 270
                                    

Sore!!
.
.
.

“Belum dapet kabar apa-apa soal Mama Kalya?”

Mike menggeleng kecil. Terdengar helaan napas kecewa dari Ansha yang duduk di kursi penumpang samping kemudi. Tangan kiri Mike yang bebas, membelai rambut Ansha. “Ini baru seminggu dari permintaan tolong kamu. Nyari orang gak gampang, Bee. Apalagi Mama Kalya udah tiga tahun lost contact. Cara tercepat buat tau gimana dan di mana dia sekarang itu nanya ke keluarganya. Kamu coba lagi aja tanya ke keluarga Mama Kalya. Gimana? Mau aku temenin?”

“Udah sering aku tanya ke mereka. Mereka cuma bilang Mama Kalya baik dan masih di Jepang. Tapi kalau aku tanya kenapa nomor Mama Kalya mendadak gak aktif dan semua akun media sosialnya juga gak aktif, mereka kayak susah buat jawab. Cuma bilang gini, semua itu keinginan Mama, kalau udah saatnya, Mama juga bakal balik lagi, Ansha sabar ya.”

“Sabar ya, aku juga lagi bantu sebisaku.”

“Di depan belok aja, aku mau ke rumah Mama Kalya.”

“Oke.”

Alih-alih pulang ke rumahnya setelah bekerja, Ansha memilih mampir ke rumah Kalya. Dari depan, bentuk dan kondisi rumah itu masih sama, tidak banyak yang berubah. Dewi masih rajin merawat tanaman-tanamannya. Ansha mengetuk pintu lebih dulu, terdengar suara Raihan yang menyahut dari dalam dan meminta Ansha langsung masuk saja. “Lho pulang kerja?” Lelaki yang sedang makan mie instan di sofa itu bertanya ketika melihat id card pegawai yang masih menggantung di leher Ansha.

“Iya.” Ansha mengambil tempat di samping Raihan. “Rumah sepi. Nini sama Aki ke mana?” Ansha celingukan, tak mendapati kehadiran Dewi atau Sadi yang biasa menyambutnya seperti cucu sendiri meski sang papa sudah menyakiti keluarga ini. Ansha tidak tahu, bagaimana bisa keluarga Kalya dan Kalya sendiri mempunyai hati yang seluas itu dengan masih menerimanya dan Aya tiap kali datang kemari. Bahkan saat Ansha mendapat pekerjaan, Dewi sengaja memasak makanan favorit Ansha untuk menyemangati bungsu dari Jerry tersebut. Namun kebaikan-kebaikan tersebut lah yang membuat Ansha tidak berani menuntut atau memaksa mereka memberitahu alasan mengapa Kalya seperti mendadak menghilang. Ansha hanya bisa menunggu, seperti yang diminta keluarga Kalya.

“Iya, tadi keluar.”

“Mamang gak kerja?”

“Libur lah, kerja mulu. Muak tau.”

Ansha mendecih.

“Naik apa ke sini?”

“Dianterin Mike.”

Raihan memasang tampang mengejek. “Cowok yang pernah lo curhatin ke gue kan, yang pernah lo pap itu. Udah jadian emang?”

“Udah, sebulan lalu kayaknya.”

“Dih bocil udah main pacar-pacaran.”

“Enak aja bocil! Aku udah dua empat. Mamang tuh, udah tua, bukannya nikah.”

“Entar Sha, tunggu aja. Mamang lagi nabung dulu.”

“Alah.”

Di tengah obrolan itu, suara perut Ansha terdengar, menandakan perutnya butuh asupan.

“Laper?”

Ansha mengangguk. “Bagi mienya boleh?”

“Udah abis tuh. Mamang masakin aja. Bentar.”

Ansha tersenyum senang. “Makasih Mang! Semoga tabungannya cepet kekumpul.”

Selagi menunggu Raihan, Ansha memilih memainkan ponselnya. Dia mengabari Jerry kalau akan pulang telat malam ini. Di saat yang bersamaan, ponsel Raihan yang berada di atas meja berbunyi. Nama peneleponnya adalah Mama, tanpa pikir panjang, karena yang meneleponnya juga Dewi, Ansha mengangkatnya. “Han, Teteh udah turun dari pesawat nih. Dia pingin nasi pecel, coba kamu ke Bu Teti, cek masih buka atau enggak. Kalau buka, beliin 3 porsi.

BAD JERRYWhere stories live. Discover now