18. Kalya dan Aya

2.7K 488 75
                                    

.
.
.

Sebagai bentuk dukungan, hari ini Kalya, Ansha, dan Jerry datang ke olimpiade yang akan diikuti Ansha. Hanya saja Kalya dan Ansha tiba lebih dulu di tempat acara, sementara Jerry masih di rumah sakit dan berusaha secepat mungkin menyelesaikan pekerjaannya agar dia tak melewati olimpiade putrinya. Di bangku penonton, Kalya dan Ansha asik berbincang sambil menunggu perlombaan dimulai. “Kulit Mama Kalya plumpy banget tau.” Ansha membelai, mencubit lengan Kalya, bahkan tanpa canggung dia terus memanggil Kalya mama sejak tadi. Beberapa orang yang mendengar mungkin bisa mengira kalau Ansha dan Kalya memang ibu dan anak. Awalnya Kalya tidak biasa dengan panggilan tersebut, tapi lama kelamaan dia menjadi biasa saja dan tidak terganggu. “Mama pakai body care apa?”

“Gak mesti. Mama orangnya penasaran, suka gonta-ganti dan nyoba sana-sini.”

Ansha cemberut. “Kulit aku suka kering tau Mam. Bingung deh pakai apa yang cocok.”

“Ansha sering coba-coba body care juga?”

“Iya. Sama kayak Mama, aku penasaran. Ada yang review bagus, aku langsung minta Papa beliin.”

“Kulit kamu sensitif berarti Sha. Jangan sering-sering ganti, kalau udah cocok satu, itu aja yang dipakai. Kan sayang kalau kulit kamu rusak. Nanti Mama tanya ke Clara deh body care yang cocok buat seumuran kamu, dia tau banget soal ginian.”

Ansha senyum. “Makasih Mama Kalya.”

“Sama-sama. Kamu laper gak? Mau makan yang tadi sempet kita beli?” Keduanya sempat mampir ke stand yang berada di luar sebelum masuk tadi.

“Laper. Suapin aku boleh gak Mam?”

“Boleh.” Kalya membuka bungkus rice bowl dan menyuapkannya pada Ansha.

Senang rasanya Ansha mendapat perlakuan seperti ini dari Kalya. Kekasih papanya begitu telaten saat menyuapinya. Karena lupa membawa tisu, Kalya bahkan rela menyeka noda di mulut Ansha dengan ujung lengan bajunya. Kalya melakukan semua itu tanpa sadar, tubuhnya bergerak sendirinya.

Setengah jam kemudian, perlombaan dimulai. Para siswa siswi yang mengikuti lomba dipersilahkan naik ke panggung. Aya mendapat meja yang tepat berada di tengah. Melihat kakaknya, Ansha nampak antusias, dia meneriakkan nama Aya berulang kali sambil melambaikan tangan, membuat Aya di depan sana menyunggingkan senyum. Berbeda dengan Ansha yang ceriwis, Kalya menyemangati Aya dengan mengepalkan tangannya, memberi isyarat agar Aya semangat. “Papa ke mana sih? Mbak Aya udah mau mulai juga.” Ansha mengeluh.

“Tadi sempet chat Mama, Papa bakal dateng telat.”

“Selalu gitu, nyebelin emang Papa.”

Perlombaan dimulai dengan lancar, Aya selalu menjawab pertanyaan lebih cepat dibanding peserta lain. Tiap kali jawaban Aya dibenarkan juri, Ansha berteriak kegirangan. Dia pendukung terbesar Aya nomor satu. Sementara Kalya, dalam hatinya dia harap-harap cemas dan tak lupa merapalkan doa agar Aya bisa melewatinya dengan mudah. “Oke pertanyaan terakhir babak ini sebelum kita akumulasikan poinnya untuk menentukan siapa yang maju ke final. Sel tubuh yang tidak menggunakan senyawa keton sebagai sumber energi ialah?” Aya dan satu siswa lainnya menekan bel secara bersamaan. Pembaca soal nampak menimbang untuk memilih siapa yang lebih cepat. “Silahkan Gifari.”

“Yah kok bukan Mbakku sih?” Ansha mengeluh.

“Gak apa-apa Sha, kalau dari segi poin Aya masih unggul.” Benar kata Kalya. Aya tetap melaju ke babak berikutnya meski tidak dapat menjawab pertanyaan terakhir. Kini tersisa tiga siswa, termasuk Aya di dalamnya.

BAD JERRYNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ