71. Kyoto - Tokyo

2K 398 126
                                    

Double update deh
.
.
.


“Mungkin kah di sana, kau rasa bahagia, atau malah sebaliknya hoooooooo~”

“Telah lama kita, tidak bertemu, tak pernah kudengar, berita tentangmu~”

Jerry menghela napasnya melihat Saga dan Gibran yang sengaja memutar lagu tentang perpisahan di ruang karaoke, seakan mengejek Jerry yang sudah lama tak melihat Kalya, tepatnya sudah setengah tahun, terakhir pertemuan mereka di bandara. Jerry melihat ke ponselnya yang menampilkan pesan chatnya dan Kalya. Terakhir Jerry mengirim pesan adalah dua puluh menit yang lalu, yang mengatakan jika Jerry merindukan wanita itu. Padahal Jerry tahu, pesannya tidak akan sampai ke Kalya. Meski begitu, tiada hari tanpa Jerry mengirimkan pesan atau mencoba menelepon Kalya dengan membawa harapan Kalya akan membalasnya suatu saat nanti. “Masih nungguin Kalya?” Malik bertanya setelah menenggak alkoholnya. Keempatnya sengaja berkumpul, dengan tujuan utama menghibur Jerry yang kelihatannya kehilangan semangat hidup belakangan ini. Tapi sialnya, Saga dan Gibran malah sengaja memutar lagu-lagu yang membuat penyesalan Jerry semakin dalam sejak tadi.

Jerry mengangguk mengiyakan.

“Lo nyadar gak Jer? Lo nih kayak mayat hidup setelah batal nikah sama Kalya, mirip lah sama waktu Tari meninggal dulu.”

“Mirip lah, orang sama-sama ditinggal.” Gibran menyahut seraya meletakkan micnya ke meja dan ikut duduk di samping Jerry.

Jerry tersenyum kecut, menerima kenyataan dirinya dua kali ditinggal oleh dua wanita yang dicintainya, dan sakitnya bertubi-tubi.

“Gak mau coba lo susulin Kalya ke Jepang?” Saga ikut bergabung setelah lagunya habis.

“Mau. Tapi gue takut Kalya makin benci gue kalau gue maksain nyusul dia ke sana.”

“Ya dicoba dulu lah. Kali aja kalau lo susulin ke Jepang, dia agak menghargai effort lo,” kata Gibran.

Malik mengangguk setuju. “Iya Jer. Kalau kangen, susulin.”

Dengan dukungan sahabatnya dan dorongan rindu pada Kalya, hari ini juga Jerry memesan tiket keberangkatan ke Jepang. Jerry tak tahu di mana tepatnya Kalya berada, dia hanya tahu Kyoto menjadi kota yang Kalya tinggali dari putrinya. Tapi dengan tekad yang besar, Jerry akan mencari keberadaan Kalya, setidaknya dia bisa melihat wajah wanita itu meski sejenak. Jerry sudah tidak tahan lagi pada rindu yang dipendamnya, semakin hari semakin menyiksa. Kini Jerry sedang mengemasi pakaiannya ke dalam koper sebelum berangkat ke bandara. “Pa?” Aya mengetuk pintu kamar Jerry yang terbuka.

“Masuk aja Mbak.” Jerry menyahut tanpa menghentikan aktifitas bersiapnya.

“Papa mau pergi?”

“Iya. Ada apa?”

“Ini, Nenek tadi nelepon aku. Nenek minta Papa, aku, dan Ansha dateng ke makam Mama karena besok hari kelahiran Mama.”

Tangan Jerry berhenti memasukkan pakaian ke koper. “Papa diminta dateng? Bukannya makam Mama udah dipindah karena Papa mau nikah sama Kalya waktu itu?”

Aya mengedikkan bahu. “Jadi Papa dateng atau enggak? Biasanya Papa dateng tiap kali hari kelahiran Mama tiba.”

“Kamu sama Adek aja yang dateng.” Jerry menatap Aya. “Ada yang harus Papa kejar, dan jauh lebih penting.”

Aya sedikit kaget. Tak biasanya Jerry berucap seperti itu. Biasanya, Tari menjadi prioritas, tak perduli jasadnya sudah terkubur di dalam tanah. “Jauh lebih penting dari Mama?”

Jerry mengangguk.

“Apa Pa?”

“Kalya. Bukan maksudnya Mama gak penting, tapi Kalya yang ada di samping Papa saat ini.”

BAD JERRYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang