72. Pengganggu

1.8K 434 88
                                    

Siang ini panaaaaas banget!
.
.
.

Tangan Jerry keluar dari dalam selimut, meraba-raba nakas, mencari keberadaan ponselnya yang berdenting berulang kali, menandakan adanya pesan masuk. Setelah mendapat ponselnya, Jerry membetulkan posisi dari berbaring ke duduk. Matanya mengerjap beberapa kali untuk memperjelas penglihatannya yang baru saja bangun. Setelah membaca pesan di ponselnya, Jerry tiba-tiba saja melompat dari kasur, pergi ke kamar mandi dan bersiap. Dia baru saja mendapatkan pesan dari orang yang sempat dimintanya mencari alamat tempat tinggal Kalya. Orang itu berhasil mendapatkannya dan mengirimkan alamat lengkap sampai nomor kamar Kalya di Kyoto. Dengan menggunakan taksi, Jerry menuju alamat yang dimaksud. Dalam hati dia berharap, semoga dirinya dapat bertemu Kalya hari ini, tak berharap banyak untuk bisa berbincang dengan Kalya, bisa melihat wajah Kalya setelah sekian lama dia sudah bersyukur.

Jerry membuka ponselnya begitu turun dari taksi, memastikan apakah dia datang ke tempat yang benar. “Dare desuka?” Jerry menoleh, seorang pria paruh baya dengan pakaian khas penjaga keamanan, menghampirinya.

Jerry bingung, dia tak bisa berbicara bahasa Jepang. Untuk membantunya berkomunikasi, Jerry mengeluarkan ponsel dan berbicara pada aplikasi penerjemah. “Saya lagi nyari keberadaan teman saya. Ini nomor kamarnya.” Jerry membiarkan ponselnya bekerja menerjemahkan, setelah paham penjaga keamanan itu mengangguk. Kemudian Jerry memberitahu di nomor berapa Kalya tinggal. Saat penjaga keamanan berbicara, Jerry mendekatkan ponselnya. “Pergi sejak pagi? Ke mana?” Jerry kembali bertanya karena penjaga keamanan mengatakan jika Kalya sudah keluar sejak pagi.

“Indonesia taishikan, Tokyo Tokyo.”

“Ah kedutaan Indonesia? Tokyo?”

Penjaga keamanan mengangguk cepat.

Jerry kemudian bergegas pergi ke Tokyo. Hanya ada satu transportasi yang bisa mengantarnya dengan cepat ke sana, yaitu dengan kereta, itupun bisa memakan waktu sampai tiga jam. Namun Jerry tak kehilangan semangat, dia justru semakin tak sabar untuk segera tiba di Kedutaan Besar Republik Indonesia di mana Kalya berada. Di dalam kereta, Jerry tiba-tiba teringat dengan pesan broadcast mengenai pameran budaya di KBRI Indonesia di Jepang. Jerry rasa perginya Kalya ke sana berkaitan dengan pameran budaya.

“Aaaak gak nyangka banget banyak yang dateng.” Meka yang berdiri di sebelah Kalya, memekik girang melihat banyaknya pengunjung yang datang ke pameran, tak hanya warga Indonesia yang tinggal di Jepang yang datang, banyak juga warga lokal yang ikut meramaikan.

Kalya yang nampak anggun mengenakan rok batik dengan atasan kemeja hitam satin serta rambut yang diikat ponytail, tersenyum menanggapi Meka. Dia juga senang, kerja kerasnya selama beberapa hari menyiapkan pameran meski harus bolak-balik Kyoto-Tokyo di jam-jam sibuk kerjanya dan cukup menguras tenaganya, terbayar dengan banyaknya pengunjung yang datang dan nampak tertarik dengan acara yang diselenggarakan. Ada pameran berupa barang, tari-tarian khas Indonesia, sampai bazar yang menjual aneka makanan khas Indonesia. Kalya, sebagai penanggung jawab peralatan, jelas mengambil andil besar dalam pameran yang diselenggarakan hari ini.

“Acara ini terbilang sukses lho.”

Kalya mengangguk setuju. “Keren banget emang kita.”

“Apalagi Mbak Kalya.” Sindi menimpali.

Kalya tersipu. “Makasih. Tapi aku tanpa kalian bukan apa-apa.”

“Eh kelar acara nanti, Pak dubes mau makan malam bareng kita, semua panitia dan yang terlibat.”

Mendengarnya, Kalya jadi bangga sendiri. Dia yang merasa bukan siapa-siapa, bisa terlibat dalam acara sebesar ini di negeri orang dan bisa bertemu dengan orang-orang penting yang luar biasa hebat di mata Kalya.

BAD JERRYWhere stories live. Discover now