64. Deja Vu

1.9K 434 121
                                    

PAGI!!!!
.
.
.

Lukanya belum sepenuhnya pulih, Kalya masih sesekali termenung meratapi nasibnya yang gagal dalam hubungan untuk kesekian kalinya. Meski begitu, Kalya tak lupa untuk berusaha bangkit. Selagi belum mendapat pekerjaan tetap, Kalya kembali membantu Clara di salon. Setidaknya ketika Kalya menyibukkan diri, dia bisa melupakan sejenak sakitnya. Kini Kalya baru menyelesaikan mandinya, dia tengah bersiap sebelum ke salon. Saat Kalya sedang mencari pakaian, pergerakannya terhenti melihat kemeja Jerry ada di antara pakaiannya. Kemeja yang Jerry tinggalkan selagi berusaha kabur agar tak ketahuan orang rumah kalau semalaman dia tidur bersama Kalya. Wanita itu menggeleng pelan begitu teringat dengan Jerry. Menyebalkan. Lagi-lagi dia seakan tak direstui melupakan Jerry. “Gue bakar apa ya kemejanya? Tau ah, perduli amat.” Kalya mengambil baju miliknya, lantas membanting pelan pintu lemarinya.

“Teh?” Suara ketukan pintu dan panggilan Dewi terdengar.

“Bentar, aku lagi pakai baju.” Kalya membuka pintunya setelah berpakaian. “Kenapa Ma?”

Dewi melirik ke arah pintu. “Di luar ada Aya sama Ansha.” Kalya terdiam. Sudah lama tak berjumpa dengan dua gadis tersebut. Kalya juga tak lagi mengajar mereka. Entah, Kalya belum memutuskan apakah dia akan benar-benar berhenti mengajar keduanya, atau melanjutkan pekerjaannya sebagai guru les. Masalahnya dan Jerry, membuat Kalya merupakan beberapa hal seperti Aya dan Ansha. “Kalau kamu gak mau nemuin mereka gak apa-apa, nanti Mama yang bilang. Mama gak mau liat Teteh maksain ketemu, luka di hati Teteh belum sembuh.”

Kalya tersenyum. Dewi sangat memperhatikannya. “Gak apa-apa Ma, suruh masuk aja. Aku punya masalah sama Papa mereka, bukan sama merekanya.”

Dewi membelai rambut putrinya. Salut pada Kalya yang masih bisa berlapang dada. “Yaudah, Mama suruh masuk.”

“Iya, aku mau rapih-rapih bentar.”

Beberapa menit kemudian, Kalya menyusul ke ruang tamu.

“Ma–eh Mbak.” Ansha meralat panggilannya. Jujur, dia merasa bingung harus memanggil Kalya apa. Memanggilnya mama setelah pembatalan pernikahan mungkin akan terasa aneh dan menyinggung Kalya.

Kalya tersenyum canggung. “Kalian naik apa ke sini?” tanyanya seraya duduk di sofa.

“Aku bawa mobil, Mbak.” Aya menjawab.

“Mama–eh maksud aku Mbak Kalya masih suka boba?” Ansha bertanya dengan tangan yang menyembunyikan sesuatu.

“Suka. Tapi udah lama gak minum itu. Terakhir waktu kita bakar-bakar.”

“Aku bawain boba buat Mbak. Mbak masih mau nerima, 'kan?”

“Kenapa enggak?”

Ansha tersenyum. Dia mengeluarkan boba yang sempat disembunyikannya ke atas meja.

“Makasih ya Sha.”

Ansha mengangguk. Beberapa saat kemudian, keadaan berubah hening. Ansha hanya menundukkan kepala dengan menggoyang-goyangkan kaki, sementara Aya memperhatikan adiknya. Situasinya terasa sangat canggung. Kalya sendiri merasa tidak punya masalah dengan Aya dan Ansha, tapi fakta keduanya anak Jerry dan nyaris menjadi anak sambungnya, membuat Kalya merasa sedikit aneh. Pun dengan Ansha, dia tidak bisa seleluasa dulu lagi ketika bersama Kalya. Ada rasa bersalah di hatinya.

Kalya berdehem, menyelamatkan situasi. “Ansha udah naik kelas akhir ya sekarang?”

Ansha mendongak. “Iya Ma.” Ansha tersadar dan menggeleng. “Maksud aku Mbak. Maaf ya Mbak, aku kelupaan terus. Aku gak biasa manggil Mbak Kalya pakai Mbak.”

BAD JERRYWhere stories live. Discover now