69. Hari Pernikahan atau Perpisahan?

2.3K 458 64
                                    

HAPPY WEEKEND!!
.
.
.

Mobil mercedes benz putih itu berhenti di depan sebuah gedung megah. Si pemilik mobil terlihat mengatur napasnya berulang kali sebelum turun, seakan tak siap untuk sesuatu di luar sana. Suara ketukan di jendela mobil, membuat Jerry tersenyum tipis. Setelah mengumpulkan keberanian, baru lelaki itu turun. "Gimana kabar kamu, Monic?"

"Baik Pak. Pak Jerry sendiri gimana?"

Jerry tersenyum pahit. "Sangat gak baik, soalnya saya dateng ke sini sendiri."

"Saya turut sedih Pak dengan batalnya pernikahan Pak Jerry dan Bu Kalya."

"Makasih. Boleh saya masuk ke dalam?"

"Boleh Pak, biar saya temani."

Keduanya berjalan masuk menuju gedung yang harusnya hari ini ramai dengan tamu undangan yang ikut berbahagia karena diselenggarakannya pernikahan antara Jerry dan Kalya. Langkah kaki Jerry berhenti di depan sebuah foto besar, foto prewedding dirinya dan Kalya yang sengaja ditaruh oleh pihak staff di kanan kiri jalan menuju pintu masuk gedung dengan maksud agar para tamu undangan melihat betapa bahagia dan romantisnya kedua pasangan itu. Padahal jika ditatap lebih dalam lagi, ada kesedihan dan kekecewaan di mata Kalya yang menatap Jerry dengan latar Pantai Parangtritis tersebut.

"Mau lihat ke dalam Pak?" tawar Monic yang diangguki Jerry. Keduanya masuk ke dalam gedung. Hal yang pertama menyita perhatian Jerry adalah pelaminan. Pelaminan yang hampir keseluruhan dekorasinya disesuaikan dengan keinginan Kalya, serba putih, termasuk bunga-bunga yang digunakan untuk mempercantik pelaminan. "Ini hasil akhir pelaminan yang Pak Jerry dan Bu Kalya mau." Jerry melangkah mendekat ke pelaminan sendiri, memperhatikan seluruh bagiannya tanpa ada yang terlewat satu pun. Cantik. Sangat cantik. Tapi kenapa semakin ditatap, semakin menyakitkan untuknya. Tak berselang lama, ada staff yang naik ke atas pelaminan dan menaruh kebaya juga gaun pernikahan yang harusnya bisa Kalya kenakan hari ini.

Mendadak terbayang dalam otak Jerry, bagaimana indahnya kebaya dan gaun tersebut apabila melekat di tubuh Kalya. Jerry menoleh ke belakang, dalam pandangannya ada Kalya yang mengenakan kebaya dan tampilan khas mojang Sunda sedang dituntun masuk oleh Sadi menuju pelaminan. Terdengar decakan kagum dan suara tepukan tangan yang memuji betapa luar biasanya penampilan Kalya, lalu saat Jerry menoleh ke arah pelaminan lagi, dia sedang berdiri di sana dan menangis haru karena merasa menjadi lelaki paling beruntung sedunia bisa mendapatkan wanita secantik Kalya. Dalam kenyataannya pun, Jerry menangis, air matanya menetes, bukan karena rasa haru, tapi penyesalan yang begitu besar tiada tanding. Bagaimana bisa, sikapnya begitu bodoh, egois, dan tak memiliki rasa syukur memiliki wanita seperti Kalya, wanita yang baik, dewasa, memiliki jiwa sosial yang tinggi, dan yang terpenting bisa menerima Aya dan Ansha, menyayangi keduanya dengan tulus bahkan sebelum resmi menjadi ibu sambung mereka.

Lagi-lagi Jerry berandai, jika saja, jika saja dia tak bodoh, tak menyakiti Kalya, hari ini akan menjadi hari bahagia bagi banyak orang. Jerry yang bahagia karena akhirnya Kalya menjadi istrinya, miliknya, Kalya yang bahagia karena Jerry menjadi suaminya, kedua keluarga besar Jerry dan Kalya yang bahagia karena anak cucu mereka menemukan tambatan hati, kemudian Aya dan Ansha yang bahagia karena ada Kalya yang akan mencurahkan kasih sayangnya setiap hari sebagai seorang ibu. Ansha, Jerry jadi memikirkan gadis kecilnya yang pasti akan sangat gembira dan tak bisa diam di pesta pernikahan orang tuanya.

"Maafin aku, Kalya." Jerry semakin terisak, tenggelam dalam lautan penyesalan, sakit, dan kesedihan yang dibuatnya sendiri.

"Maafin Papa, Aya, Ansha."

BAD JERRYWhere stories live. Discover now