20. Kenalan ke Orang Tua

2.2K 468 66
                                    

Iya iya double update
.
.
.

Bukan pertama kalinya bagi Jerry menemui orang tua dari kekasihnya. Sebelum bersama Kalya, lelaki itu sudah lebih dulu menghadap orang tua Tari. Hanya saja perasaannya tak berubah seperti pertama kali bertemu dengan orang tua Tari, cemas dan gugup. Namun Jerry berusaha untuk tetap terlihat percaya diri di depan papa dan mama Kalya. Tahu jika pacar baru putrinya adalah Jerry, laki-laki yang pernah mengantar Kalya pulang dan diperkenalkan sebagai orang tua dari anak-anak yang Kalya ajar, Dewi jelas kaget. Tetapi dia tidak menunjukkannya secara gamblang, takut menyinggung Jerry. “Udah berapa lama kenal sama Kalya?” Sadi bertanya pada Jerry yang duduk di sampingnya, sementara Kalya dan Dewi duduk di brankar.

“Sekitar tiga bulanan Pak, semenjak Kalya ngajar les.”

Sadi melihat ke arah putrinya. “Cepet juga udah jadian. Padahal pas putus sama Tama kamu nangis-nangis Teh.”

Kalya nyengir. “Move on jalur ilfeel.”

“Tadi Papa sempet denger, katanya kamu dokter. Dokter di sini juga atau gimana?” Sadi kembali fokus pada Jerry.

“Iya Pak, saya dokter. Tapi gak bertugas di sini. Saya di Hoebog Hospital.”

“Panggil Papa dan Mama aja kayak Kalya, biar enak.”

“Iya Pa.”

Kalya di tempatnya tersenyum geli melihat Jerry yang nampak tegang, nada bicara lelaki itu pun tak seperti biasanya. Tapi Kalya enggan membantu, dia justru ingin melihat bagaimana sang pujaan menghadapi orang tuanya. “Papa tau rumah sakit itu, yang biasanya buat bedah plastik, 'kan ya?”

Jerry mengangguk. “Bener Pa.”

“Di bagian apa Jer?”

“Kebetulan saya salah satu dokter bedah di sana. Cuma hari ini saya lagi mampir ke sini. Ternyata malah dapet kabar kalau Kalya dirawat di sini.”

“Iya nih gara-gara makannya ngasal, udah tau lambungnya sensitif. Suka gak kasian sama diri sendiri emang.” Dewi menyindir Kalya.

“Dia juga gak ngabarin saya Ma kalau saya gak nelepon duluan.” Jerry menimpali.

“Ih ke Mama juga ngelarang ngabarin keluarga. Aneh emang nih anak satu.”

“Lah kok jadi pada nyalahin aku sih?” Kalya tak terima. Dia menatap papanya, meminta pembelaan.

Sadi mengangkat tangan. “Papa gak mau bela dulu Teh yang nyerang dua orang soalnya.” Semua yang berada di dalam ruangan tertawa, kecuali Kalya yang cemberut. “Jer?” Ruangan kembali hening saat Sadi memanggil Jerry. “Udah punya rencana ke depannya sama Kalya?” Baik Kalya ataupun Jerry sama-sama terkejut dengan pertanyaan tersebut. Menurut Kalya, papanya terlalu cepat bertanya hal serius, dan otak Jerry bekerja cepat menyusun kata-kata agar tak mengecewakan orang tua kekasihnya.

“Sebelum itu, saya mau bercerita sedikit Pa mengenai diri saya. Seperti yang Papa dan Mama tau, saya kenal Kalya karena dia guru les anak-anak saya. Saya ayah dari dua orang anak, saya duda.” Jerry menatap Sadi dan Dewi bergantian, mencari respon mereka atas pernyataan Jerry. Tetapi Jerry tidak bisa menebaknya, keduanya tampak samar. Dia melihat ke Kalya, dan wanita itu tersenyum kemudian menganggukan kepala, memberi kode agar Jerry melanjutkan ucapannya. “Istri saya meninggal kurang lebih sepuluh tahun yang lalu, saya belum menikah lagi sejak saat itu. Saya fokus bekerja dan mengurus anak-anak. Sampai akhirnya saya bertemu Kalya. Dengan latar belakang saya yang demikian, saya tau gak mudah buat Papa dan Mama atau mungkin kalian butuh waktu lama untuk menerima kehadiran saya di sisi Kalya. Tapi yang harus Papa dan Mama tau, kalau saya menyayangi Kalya dan selalu pingin jaga dia. Saya harap Papa dan Mama mengizinkan saya untuk terus di sisi Kalya.”

“Uuuu aku juga pingin dijagain kamu terus.” Kalya menyahut dengan nada manja yang langsung mendapat cibiran dari mamanya dan Sadi menggelengkan kepala lelah melihat tingkah putrinya.

“Denger sendiri, 'kan anaknya bilang apa? Papa izinin karena Kalya setuju.”

Jerry tersenyum. Lega setelah mengungkapkan isi hatinya. “Untuk rencana ke depannya–”

“Aku dan Mas Jerry mau kayak gini dulu Pa.” Kalya menyela. Jerry menatap sang kekasih. Pemikirannya dan Kalya agak berbeda rupanya. Tapi Jerry tak menentang, dia membiarkan Kalya. “Kalau Papa pingin Mas Jerry seriusin aku secepatnya, aku kurang setuju. Aku lagi nyaman-nyamannya sama hubungan ini, dan aku juga masih nunggu kerjaan yang baru. Masih banyak hal yang pingin aku lakuin.”

“Ya kalau Teteh maunya begitu yaudah, yang ngejalanin hubungan juga kalian berdua. Pesan Papa cuma satu buat Jerry, jangan kecewain Kalya, Papa gak mau liat dia nangis lagi gara-gara laki-laki, cukup Tama aja.”

“Iya Pa, saya bakal inget pesan Papa.”

Sadi menepuk-nepuk bahu Jerry. Hari ini dia percayakan putrinya pada lelaki tersebut. “Ngopi yuk? Asem nih mulut.”

“Ayo Pa. Saya traktir.”

“Awas ngantuk Mas, Papa kalau udah ngobrol semua dibahas. Dari perang dunia sampai peradaban mesir kuno.”

“Wih, tau Dewa Osiris dong Pa?” Jerry bertanya.

“Tau lah! Ternyata kamu suka mesir kuno juga Jer?”

“Tau sedikit-sedikit sejarahnya.”

Sadi merangkul Jerry. “Atuh mantep mun kieu mah. Ayo ngopi.” (Atuh mantap kalau begini mah)

Kalya ternganga. “Anjir beneran bahas mesir kuno?”

Kedua lelaki itu keluar dari ruangan, entah benar atau tidak keduanya akan membahas peradaban mesir kuno. Tapi yang jelas, Kalya lega karena papanya terlihat menyukai Jerry.

“Kal.” Dewi memanggil. Ada ekspresi tak biasa yang mamanya tunjukkan. “Gimana ya Mama ngomongnya...”

“Ada apa sih Ma?”

“Kamu sama Jerry.”

“Kenapa aku sama Mas Jerry?”

“Mama gak tau kalau cowok baru kamu ternyata Jerry. Tadi Mama kaget banget. Pas ketemu Jerry pertama kali di rumah waktu itu Mama kira Jerry punya istri, ternyata duda. Kamu yakin jalin hubungan sama dia? Maksud Mama gini, Teteh kan masih muda, belum pernah menikah juga, sementara Jerry udah punya dua anak. Banyak konsekuensinya pasti kalau Teteh serius sama Jerry.”

Kalya terdiam.

“Gak gampang tau Teh jadi ibu sambung. Teteh gak mau cari yang lain aja? Yang gak duda maksud Mama.”

“Gak ah. Soalnya duda kayak Mas Jerry itu langka. Udah kaya raya, royal, loyal, ganteng pula.”

Dewi mencubit tangan putrinya. “Ganteng mulu yang dipikirin. Kalau udah tua juga keriput pasti.”

Kalya tertawa mendengar celetukan mamanya, meski batinnya sedang bergulat dengan hal lain.

Spoiler,

Spoiler,

Ops! Esta imagem não segue as nossas directrizes de conteúdo. Para continuares a publicar, por favor, remova-a ou carrega uma imagem diferente.
BAD JERRYOnde as histórias ganham vida. Descobre agora