19. Sakit

2.6K 482 71
                                    

.
.
.

Pagi ini setelah banyak muntah, mengeluh sakit perut, dan dadanya terasa sesak begitu bangun tidur, Kalya dilarikan ke rumah sakit oleh orang tuanya. Setelah melalui beberapa pemeriksaan, Kalya dinyatakan terkena tukak lambung dan perlu dirawat selama beberapa hari sebab kondisinya yang terhitung agak buruk. Bukan pertama kalinya bagi Kalya dirawat di rumah sakit karena penyakit ini. Dia sudah pernah beberapa kali, bahkan sampai endoskopi terutama saat masih kuliah, penyebabnya Kalya tidak menjaga pola makannya, suka makan-makanan pedas, banyak pikiran, hingga membuat lambungnya luka. Tahu dirinya harus dirawat, Kalya menjadi sebal sendiri. Dia sudah bisa membayangkan tidur seharian di kasur tanpa berbuat apa-apa akan membosankan. Sementara Kalya masuk ke golongan orang yang tidak bisa diam. “Kamu sih Teh, apa aja dimakan gak liat sehat atau enggaknya, ditambah begadang terus.” Dewi mengomel sambil mengancingkan baju pasien yang Kalya kenakan.

“Dulu jarang makan diomelin, sekarang banyak makan juga diomelin.” Kalya menyahut yang langsung mendapat cubitan di tangannya dari sang mama. “Aduh ih Ma, sakit tangan Teteh.”

“Lagian ngejawab aja kalau Mama ngomong. Kata Mama apa tadi? Kalau makan ya diliat sehat atau enggaknya.”

“Udah atuh Ma, jangan diomelin mulu si Teteh.” Merasa mendapat pembelaan dari sang papa, Kalya tersenyum bangga.

“Iya bener kata Papa. Aku lagi sakit harusnya disayang-sayang.”

“Alah. Udah ah Mama mau ngabarin grup keluarga besar dulu kalau kamu dirawat.”

Kalya menggeleng cepat. “Gak usah Ma. Ngapain sih ngabarin segala?”

“Biar pada doain lah.”

Kalya menghela napasnya. “Doain kagak, ngomongin iya.” Kalya paling malas berurusan dengan keluarga besarnya, tepatnya keluarga dari mamanya yang terlampau julit. Sering Kalya dibicarakan dan dibandingkan oleh para tantenya karena tidak kunjung menikah, bahkan topik mengenai Kalya semakin hangat di keluarganya sejak wanita itu memutuskan keluar dari agensi periklanan. Omong-omong soal memberi kabar, Kalya belum mengabari Jerry mengenai kondisinya hari ini. Dia akan menunggu sampai kekasihnya meneleponnya lebih dulu.

“Papa, aku bosen tau di kasur terus.” Belum sampai setengah hari di kasur, Kalya mulai mengeluh.

“Mau jalan? Perutnya udah gak sakit?”

“Sakit. Dipakai berdiri juga sakit kayaknya, masih mual juga.”

“Yaudah istirahat dulu, nanti kalau udah gak sakit baru keluar.”

“Ish bosen. Dari tadi cuma liatin hp, tv, sama muka Mama.”

Merasa terpanggil, Dewi yang sedang menelepon di dekat jendela menoleh dan menatap tajam putrinya, yang dibalas Kalya dengan memeletkan lidah.

“Pake kursi roda ya?”

Kalya mengangguk. Dia lebih baik mencari udara segar diluar daripada seharian tidur di kasur.

Sadi mendorong kursi roda putrinya, dia mengajak Kalya berkeliling rumah sakit. “Padahal Papa kerja aja tau, aku bisa ngurus diri sendiri di sini.”

“Mana tega Papa ninggalin kamu sendiri. Besok aja Papa kerja, kalau besok, 'kan Raihan juga libur kuliah.”

Kalya senyum. Dia mengusap tangan Sadi yang berada di bahunya. “Makasih ya Pa.”

“Sama-sama cintanya Papa.” Kalya merasa beruntung memiliki papa seperti Sadi. Dia setuju dengan ungkapan jika cinta pertama seorang anak perempuan adalah ayahnya, karena Kalya merasa diperlakukan bak ratu oleh sang papa. “Teh, kamu putus dari Tama udah lumayan lama, Mama juga sempet bilang ke Papa kalau kamu kayaknya lagi deket sama cowok, soalnya teleponannya mesra gitu. Siapa sih Teh? Papa mau tau dong.”

BAD JERRYWhere stories live. Discover now