65. Jahat

2.1K 436 104
                                    

Double update!
.
.
.

“Papa ngendhi?

Ansha menunjuk ke atas, memberitahu Seli keberadaan Jerry di rooftop. Beberapa waktu belakangan, Papanya selalu berada di sana atau di kamar, dua tempat itu saja yang Jerry datangi. Sarapan hingga makan malam, semuanya di antar Aya atau Ansha ke kamar sang papa. Jika tak begitu, Jerry tak akan makan karena dia tidak menginjak dapur atau ruang makan sama sekali. “Papa belum mau turun deh Oma kayaknya, tadi soalnya udah aku suruh turun buat makan malam, tapi gak nongol-nongol.”

“Yaudah, biar Oma susulin aja.”

Seli menyusul putra satu-satunya. Dilihatnya Jerry sedang duduk sambil merokok dengan ditemani dua botol alkohol di sisi laki-laki tersebut. Seli menghela napas dalam. Keadaan putranya terlihat lusuh. Kurus, rambutnya gondrong, kumis dan janggut yang tak dicukur dan ada beberapa goresan di tangan Jerry yang Seli tidak tahu apa penyebabnya. Terakhir kali melihat kondisi Jerry seperti ini ketika Tari meninggal dunia. Persis sekali. Jerry seperti kehilangan semangat hidup. Hanya saja dia masih bisa menahan diri tidak menyentuh alkohol, tapi kini, itu seperti menjadi minuman sehari-harinya. “Ibu kayak kembali ke masa lalu liat kamu begini.” Keberadaan Seli tak membuat Jerry berhenti menghisap rokoknya. Dia melanjutkannya sambil memandang jauh ke depan.

“Gak tau kenapa, yang ini lebih sakit Bu, mungkin karena akunya yang salah.”

“Gak mau coba ketemu Kalya lagi? Seenggaknya untuk minta maaf, bukan untuk ajak dia balikan. Menurut Ibu, kalau buat diajak balikan, Kalya gak akan mau. Ucapan kamu ke dia hari itu keterlaluan, belum lagi kamu udah banyak bohongin dia. Kalau jadi Kalya, Ibu juga bakal benci kamu. Ra sudi kalau diajak balikan sama kamu.”

Makin hancur hati Jerry mendengar Ibunya berkata demikian. Namun Jerry tak bisa menampik, kenyataannya seperti itu. Jerry menyundut puntung rokoknya ke asbak, membuatnya seketika mati. “Aku mau Bu ketemu Kalya, mau banget. Aku mau minta maaf ke dia, bila perlu sambil sujud lagi. Tapi keberanian aku hilang setelah liat tatapan Kalya yang penuh kebencian ke aku hari itu. Dia juga kelihatan jijik ke aku.” Masih teringat jelas dalam ingatan Jerry, bagaimana Kalya yang memandangnya penuh kebencian hari itu, tatapan yang belum pernah Jerry lihat sebelumnya dari Kalya sebab biasanya tatapan penuh kasih dan sayang yang Kalya tunjukkan pada Jerry. “Piye Bu? Aku kangen Kalya, kangen banget sampai hati aku sakit.” Lelaki berkaos abu muda tersebut meneteskan air matanya. Dirinya sangat tersiksa pasca pembatalan pernikahan. Tersiksa karena rasa bersalah, tersiksa karena Kalya membencinya, tersiksa karena rindunya pada Kalya sangatlah besar.

Seli menepuk-nepuk pelan punggung putranya. “Maafin Ibu gak bisa bantu banyak. Sekarang kamu lagi menuai apa yang kamu tanam Le.”

Tangis Jerry semakin deras. Satu tangannya dia gunakan untuk menutup wajahnya. “Kenapa aku jadi orang jahat ya Bu...?”

“Kamu sadar udah jahat sama Kalya, jangan jahat juga ke diri sendiri. Kamu jarang makan, gak ngurus diri, tiap hari cuma rokok minum rokok minum. Kasian badan kamu, habis nanti. Kalau kamu jatuh sakit, kasian juga anak-anak.” Iba Seli dengan keadaan putranya, tapi itu sudah menjadi konsekuensi Jerry. “Wajar kamu nyesel, wajar kamu merasa bersalah. Tapi jangan lupa, ada tanggung jawab yang harus kamu kerjakan. Udah sebulan lebih lho kamu gak ke rumah sakit, gak kerja, anak-anakmu di rumah juga butuh makan, butuh biaya, ada asisten rumah tangga yang harus kamu gaji. Mau gak mau, kamu harus kerja Jer. Situasi di rumah sakit juga lagi gak bagus, kita kekurangan dokter bedah. Kedatangan Ibu ke sini pun tujuan utamanya bujuk kamu supaya balik kerja lagi.”

“Ibu tau kamu butuh waktu buat nenangin diri, tapi jangan terlalu lama ya. Jangan buat semua orang berusaha mengerti kondisi kamu.”

⭐️

BAD JERRYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang