12. Aya

2.9K 516 84
                                    

Asem lagi happy, jadi double update. Mumpung malam minggu juga ygy
.
.
.

Aya, di sekolah dia dikenal sebagai gadis yang pintar, terutama dalam hal akademik. Aya juga aktif mengikuti organisasi sekolah, bahkan pernah dipercaya sebagai ketua pelaksana konser musik tahunan di sekolahnya saat duduk di bangku kelas 2 SMA. Hanya saja memasuki kelas akhir, Aya tidak lagi berpartisipasi dalam organisasi atau kegiatan-kegiatan yang menyita waktu belajarnya, Aya fokus pada pelajaran dan meningkatkan nilainya karena dia bercita-cita ingin jadi seperti sang papa, dokter bedah. Aya juga masuk ke dalam jajaran siswi populer di sekolahnya bersama Ansha karena paras keduanya yang cantik dan katanya bersinar. Hanya saja orang-orang menganggap Aya sulit didekati karena tatapan gadis itu yang terkesan dingin dan jutek. Lucunya pernah ada survey kepada siswa siswi baru mengenai pengurus osis mana yang paling menyeramkan, dan Aya memenangkan survey tersebut, membuat Ansha meledeki sang kakak berhari-hari.

“Eh kakel galak.” Ansha berujar ketika Aya datang ke kelasnya di jam istirahat. Aya menginjak sepatu Ansha dengan wajah tanpa ekspresinya. “Ih sakit anjir Mbak.”

“Udah makan belum?”

“Nih baru mau sama Cia. Kenapa? Lo mau jajanin gue?”

“Bareng.”

“Ah gak mau. Sama temen Mbak aja sana.”

Aya berdecak. Dia meninggalkan Ansha tanpa berkata apa-apa lagi. Benar Aya gadis populer, tapi dia tidak punya banyak teman, Aya hanya kenal orang-orang yang pernah satu organisasi dengannya karena dia terlalu sibuk belajar dan berorganisasi. Sayangnya, orang-orang yang Aya kenal memiliki lingkar pertemanan lain, dan Aya terlalu sungkan untuk bergabung dengan mereka di jam makan siang seperti sekarang. Alhasil Aya makan sendiri di meja kantin paling ujung, dengan mata yang fokus membaca buku mengenai organ-organ manusia.

“Gue boleh duduk di sini gak?” Aya mendongak, dia melihat seorang laki-laki yang dia ketahui adalah anggota tim basket sekolah. Tapi Aya tidak tahu siapa namanya, Aya hanya pernah melihat beberapa kali lelaki itu main di pertandingan basket. Aya mengangguk, membiarkan laki-laki itu duduk. “Lo Akshaya, 'kan?”

“Panggil Aya aja.”

“Oke Aya. Gue Refan.” Refan mengulurkan tangannya. Namun Aya tak membalas dan hanya menatapnya sekilas sebelum melanjutkan kegiatan membacanya. Refan terkekeh, dia menarik tangannya kembali sebab tak mendapat respon yang baik. “Dari yang gue denger lo belum punya cowok.”

Aya tak terusik, dia punya dunianya sendiri.

“Sayang banget Ay, cantik, pinter, tapi gak punya cowok.”

Refan berdecih. Aya masih mencuekinya.

“Singkat aja. Gue lagi nyari pacar, lo mau gak jadi pacar gue?”

Alih-alih menjawab, Aya membalik halaman bukunya.

“Lo denger gue gak?”

“Denger.” Aya menyahut. Tapi tatapannya tetap terpaku pada buku.

“Jadi gimana?”

“Apanya?”

Refan menghela napasnya. “Jadi cewek gue. Gue ganteng, lo cantik, kita cocok kalau jadian.”

Aya tersenyum sinis.

Refan mengernyit. “Lo ketawa? Lo ngetawain gue?”

Aya menutup bukunya. Akhirnya dia menatap Refan. “Ketawa? Lo gak bisa bedain orang senyum sama ketawa?”

BAD JERRYWhere stories live. Discover now