66. Penghakiman

2.2K 478 119
                                    

Nih pagi pagi update ada yang baca gak ya?
.
.
.

“Aya udah nentuin pingin kuliah di kampus mana?” Kalya bertanya seraya menaruh brownies ke atas karpet, lalu duduk di tengah-tengan Aya dan Ansha yang sedang mengerjakan soal.

“Belum fix sih Mbak, aku masih bingung.”

“Pastiin dari sekarang walaupun kamu masih tahun depan kuliahnya. Biar kita bisa kira-kira dengan nilai yang kamu punya, kamu bisa masuk ke kampus itu atau enggak.”

Aya mengangguk paham.

“Bener gak Ma?” Ansha menodongkan soal yang baru diisinya pada Kalya. Sudah beberapa hari ini, setelah Ansha pulang sekolah, dia dan sang kakak ke rumah Kalya untuk belajar dan mendapat bimbingan dari Kalya seperti sebelumnya. Sebetulnya, Kalya sudah membuat keputusan mengenai pekerjaannya menjadi seorang guru privat, dia memutuskan berhenti menjadi guru privat Ansha dan Aya, Kalya pun sudah mengutarakan keinginannya tersebut pada kedua putri Jerry dan ke Seli yang merekrutnya dulu. Tapi Kalya tak berhenti mengajari Aya dan Ansha, tangannya terbuka lebar untuk membantu kedua gadis tersebut dengan cuma-cuma tanpa dibayar. Kalya melakukannya karena hatinya sudah menganggap Aya dan Ansha seperti anak sendiri. Kalya tersenyum tipis, teringat dengan perjuangannya di awal untuk merebut hati Aya dan Ansha agar menerimanya menjadi Ibu sambung, meski akhirnya pernikahannya dan Jerry batal. “Mama kok malah senyum-senyum?”

“Emang iya?”

Ansha mengangguk.

“Mama cuma keinget aja sama pertemuan pertama kita. Sekarang Ansha udah kelas akhir, Mbak Aya mau kuliah. Cepet banget gedenya sih?” Kalya menguyel-uyel pipi berisi Ansha.

“Masa mau segitu-segitu aja Ma?” Ansha nyengir.

“Hehe iya juga sih.”

“Tuh denger, udah kelas 12, jangan kekanakan mulu Sha. Ngambek dikit gak mau makan.” Aya menimpali.

Ansha mendelik. “Suka-suka aku.”

“Gak boleh gitu, jangan dikit-dikit mogok makan.” Kalya menyuapi sepotong brownies pada Ansha. “Nanti pipi chubby kamu hilang.”

“Coba aja Mama Kalya sama Papa jadi nikah, aku pasti bisa disuapin tiap hari kayak gini.” Ansha berujar tanpa sadar, membuat Kalya terdiam. Perut Ansha disenggol sang kakak. Detik berikutnya, Ansha baru menyadari tak seharusnya dia berbicara begitu karena mungkin bisa menyakiti hati Kalya. “Maaf Ma, aku salah ngomong. Aku gak bermaksud ungkit-ungkit.”

Kalya tersenyum pahit. “Gak apa-apa.” Mulutnya berkata demikian, tapi Kalya jadi memikirkan Jerry. Mereka biasanya bertemu beberapa kali dalam satu minggu, menghabiskan waktu seharian tiap kali Jerry libur bekerja, membicarakan banyak hal dari yang penting sampai tidak penting tiap ada waktu senggang, bertelepon sampai larut malam dan saling mengirim foto untuk sekedar melaporkan apa yang sedang mereka lakukan. Tapi semua kegiatan itu mendadak berhenti, hilang, sejak hampir dua bulan lalu. Kalya bahkan tak pernah melihat Jerry lagi setelah pembatalan pernikahan hari itu. Dia juga tak pernah lagi mendapat pesan dan telepon dari Jerry karena Kalya memblokir semua kontak dan sosial media Jerry. Kalya membenci Jerry, kekecewaannya besar pada lelaki tersebut, tapi Kalya tak bisa membohongi dirinya, kalau dia penasaran dengan kondisi Jerry, ingin tahu apakah Jerry baik-baik saja setelah batalnya pernikahan mereka, apakah Jerry merasakan kehilangan sosok Kalya, seperti Kalya yang merasakan kehampaan setelah hubungannya dan Jerry berakhir, apakah lelaki itu sama seperti Kalya yang hari-harinya diisi tangis dan kesakitan, banyak pertanyaan di benak Kalya mengenai Jerry, dan Kalya rasa ada rindu yang sedikit dia pendam pada dokter tampan tersebut.

Suara ponsel Aya yang berdering, membuat Kalya tersadar dari lamunan singkatnya.

“Halo Oma?” Aya diam sejenak. “Hah? Papa masuk UGD?”

BAD JERRYWhere stories live. Discover now