🍂Enam Puluh🍂

5.3K 418 17
                                    

Agar aku enggak terus berlarut-larut dalam kesedihan. Aku memilih untuk menyibukkan diriku dengan melakukan berbagai aktivitas. Pagi ini, aku sudah membuat janji dengan teman-teman sekolahku saat di SMP. Kami berencana akan kumpul di area depan air terjun.

Sebelum ke sana, aku diminta Bude untuk mengantar makanan untuk Zainal. Aku sebenarnya enggak mau, tapi Bude mengingatkan bahwa kemarin saat pria itu berkunjung ke rumah kami, dia membawa bingkisan. Oleh karena itu, kami perlu memberikannya timbal balik juga.

"Rumahnya enggak lupa kan, Nda?"

"Iya, masih ingat kok."

"Ingatlah. Namanya cinta pertama. Kan Mbak sering main ke rumah Zainal dulu," sahut Rosa di sampingku. Aku hanya diam saja, enggak ingin melanjutkan topik perbincangan kami.

Sesampainya di rumah Zainal, tanpa basa-basi aku langsung menyerahkan rantang yang berisi makanan. "Dari Bude," ucapku kepada Zainal.

Zainal membuka pintu rumahnya lebih lebar. "Mau masuk dulu, Nda? Ngobrol-ngobrol dulu kita."

Aku menggeleng dan memilih untuk pergi saja. "Aku sudah ditunggu teman-teman di depan air terjun, Nal. Lain kali ya."

Zainal tersenyum kecil. "Nanti sore aku ke rumah kamu ya?" ucapnya meminta izin.

Aku menggeleng cepat. "Jangan. Nanti aja kapan-kapan," jawabku.

Pria itu mengangguk dengan tatapan kecewa. "Ya sudah, hati-hati ya. Terima kasih banyak makanannya."

"Iya," ucapku lantas langsung pergi dari hadapannya.

Aku sengaja enggak mau begitu dekat dengannya. Aku masih enggan untuk dekat dengan pria lain. Aku rasa saat ini belum waktunya yang tepat. Statusku saja saat ini masih belum jelas.

"Manda!" teriak Pipit dari samping air terjun sana, "sini, Nda. Kami bawa singkong goreng," ucap Pipit lagi. Aku berjalan cepat dan ikut bergabung. Di sana sudah ada pipit, Cita, dan tiga temanku yang lainnya. Kebiasaan mereka dari dulu kalau mengumpul pasti harus ada makanan.

"Gimana kehidupan kamu di Jakarta?" pertanyaan itu menjadi membuka sesi mengobrol kami.

Aku jadi bingung menjawabnya. Harus dari sisi yang membahagiakan atau dari sisi yang menyakitkan, tapi kalau dibandingkan lebih banyak cerita dari sisi yang menyakitkannya sih.

"Ya gitu-gitu aja sih. Jadi guru. Jadi istri. Jadi Ibu sambung," ucapku berusaha menceritakan seumum mungkin.

Aku malu aja kalau harus menceritakan betapa menyedihkannya kehidupanku di Jakarta. Khususnya kehidupan pernikahanku yang malang.

"Kamu menikah, enggak ngundang. Sampai bercerai pun, kita enggak tahu. Cerita-cerita dong, Nda. Kok bisa cerai? Kamu di-KDRT?"

Pasti Rosa yang bilang-bilang ke temanku kalau aku ingin bercerai. Padahal kan secara status aku belum cerai. Masih dalam proses pengadilan.

Aku menggeleng. "Enggak. Enggak di KDRT. Suamiku baik, cuma mungkin karena kami enggak cocok aja," ucapku berusaha mencari jawaban paling aman.

Mereka mengangguk kemudian topik obrolan kami berganti membahas yang lain. Banyak hl kami ceritakan sampai akhirnya Cita mulai membahas topik yang katanya sedang ramai diberita.

"Kalian nonton televisi nggak sih? Ada berita, kasihan banget."

Lah, boro-boro nonton televisi. Aku aja kadang lupa makan karena terlalu sibuk meratapi nasibku yang malang ini.

"Enggak. Emangnya kenapa?"

"Ada pendaki yang meninggal," ucap Cita memberitahu.

"Sstt! Belum meninggal. Statusnya masih hilang. Sekarang masih dalam proses pencarian," sanggahan dari Pipit.

"Tapi Pit, sekarang kan sudah hari kesepuluh pendaki itu hilang. Memangnya bisa manusia bertahan di hutan selama itu? Kalau ditemukan paling sudah jadi mayat."

"Siapa namanya?" aku bertanya dengan tidak sabar, "pendaki asal mana dia?"

"Jakarta. Heum namanya," Cita berpikir sebentar, "oh iya. Namanya Gandra. Pendaki asal Jakarta."

Detik itu juga, tubuhku melemas.

Aku sudah kehilangan Ibu. Aku sudah kehilangan Mine. Sekarang, aku juga harus kehilangan Kak Gandra untuk selamanya?

Kenapa bukan aku aja sih yang meninggal. Kenapa harus mereka?

Dan kenapa mereka meninggalkanku secara berturut-turut?

Teruntuk yang mau baca cepat, aku udah publish satu buku full di Karyakarsa 

Pembelian juga dapat melalui WA (085810258853

Full ebook 

Full ebook 

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Hanya dengan Rp46

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Hanya dengan Rp46.000 kalian bisa akses full e-booknya 

Tersedia juga ebook versi baca duluan 

Cara Pembelian:

1. Masuk ke aplikasi Karyakarsa bisa melalui web atau aplikasi.

2. Cari nama kreator (TheDarkNight_) dan cari judul karya (Part Ke-1 sampai Part Ke-61 (Ending) _ Mutualism Marriage _ TheDarkNight_)

3. Setelah ketemu, scroll ke bawah sampai menemukan harga jual karya tersebut. Harganya Rp46.000.

4. Ubah harga jika kamu ingin memberi apresiasi lebih.

Pilih metode pembayaran: GoPay, OVO, Shopeepay, Indomart, Alfamart, atau transfer bank.

5. Ikuti petunjuk pembayaran (lihat bagian-bagian yang menerangkan pembayaran dengan Gopay, OVO, Virtual Account BNI, dan Pembayaran QR).

6. Kembali ke laman KaryaKarsa dan ke karya tadi. Pastikan kamu sudah login, ya. Kalau transaksi sudah berhasil, Karya yang sebelumnya bertuliskan "terkunci" akan ganti jadi "terbuka".

Jika ada pertanyaan boleh chat admin aku 085810258853

Pembelian juga dapat melalui WA (085810258853)

Mutualism MarriageWhere stories live. Discover now