🍂Satu🍂

57.2K 1.4K 17
                                    

Sudut Pandang Alamanda

Baru saja aku masuk ke dalam kamar, Kak Gandra langsung melempar undangan ke arah ranjang. "Mantan tercintamu menikah," ucapnya.

Aku melepaskan tasku kemudian meletakkannya di meja sebelum akhirnya mengambil undangan itu. Undangan pernikahan Faisal dan Putri. Pernikahan itu akan berlangsung dua minggu lagi.

Pikiranku langsung melambung jauh, ingatan-ingatan indah saat masih menjalin hubungan dengan Faisal pun kembali berputar diotakku. Aku dan Faisal sudah berpacaran sekitar lima tahun. Hubungan kami harus berpisah lantaran aku yang memilih menikah dengan Kak Gandra.

Mataku seketika berkaca-kaca saat mengingat kejadian ketika Faisal yang menangis di depanku karena aku meminta putus dan juga aku mengabarkan bahwa dua hari lagi aku akan menikah dengan Kak Gandra. Disaat itu aku tahu, Faisal hancur. Aku juga sama hancurnya. Namun, aku enggak punya pilihan lain selain menyudahi hubungan kami.

"Masih nangis," cibir Kak Gandra. Dia mengambil undangan dari tanganku lantas langsung dia lempar ke tempat sampah, "enggak usah datang."

"Aku mau datang!" nada bicaraku meninggi, "aku mau datang dihari bahagianya. Dulu saja saat kita nikah, dia datang, walaupun disaat itu dia lagi hancur-hancurnya."

Kak Gandra bergumam, dia melepaskan kemeja putih yang membalut tubuhnya. "Rasanya sakit pasti melihat orang yang kamu cinta bersanding dengan orang lain. Kalau kamu kuat, terserah."

Air mata tiba-tiba turun dari pelupuk mataku. Aku enggak tahu apa aku masih cinta Faisal atau tidak. Namun, yang jelas, jika Faisal menikah dengan perempuan lain, peluang untuk kami kembali bersama sudah tidak ada lagi.

"Kamu masih cinta dia," ucap Kak Gandra lagi.

"Mau aku masih mencintai dia atau enggak," deru napasku kian memburuh, "aku akan tetap pilih Kak Gandra. Bahkan dari setahun yang lalu pun masih sama, aku pilih Kakak apapun keadaannya."

Kak Gandra terdiam, sepertinya dia kaget begitu aku berteriak kencang.

"Dari awal aku memang cinta dia, tapi aku enggak memilih dia. Jadi sekarang tolong berhenti bahas-bahas tentang masalah percintaan kami. "

Kak Gandra mengangguk. Dia meletakkan kemeja putihnya di keranjang baju kotor. "Saya enggak memaksa kamu memilih saya. Pernikahan kita terjadi karena kesepakatan yang saling menguntungkan."

"Aku tahu," teriakku lagi.

"Kamu masih mencinta Faisal," Kak Gandra tersenyum miring, "tapi kamu tetap memilih saya lantaran karena saya lebih punya banyak uang daripada dia," ucap pria itu lantas berjalan ke arah kamar mandi dan meninggalkanku sendirian di sini.

Kata-katanya menusuk. Mau marah pun aku enggak bisa. Bukan karena aku takut, tapi lebih kepada kata-kata yang diucapkan Kak Gandra adalah sebuah kebenaran.

Aku enggak cinta Kak Gandra, tapi dengan uangnya, aku bisa memenuhi kebutuhanku dan juga kebutuhan keluargaku.

Dan bagiku uang lebih penting daripada sekedar cinta.

Dan bagiku uang lebih penting daripada sekedar cinta

Oops! Bu görüntü içerik kurallarımıza uymuyor. Yayımlamaya devam etmek için görüntüyü kaldırmayı ya da başka bir görüntü yüklemeyi deneyin.

Cerita ini sudah tersedia versi sampai part ending!

Pembelian dapat melalui Karyakarsa versi web atau WhatsApp (085810258853)

Oops! Bu görüntü içerik kurallarımıza uymuyor. Yayımlamaya devam etmek için görüntüyü kaldırmayı ya da başka bir görüntü yüklemeyi deneyin.

Pembelian dapat melalui Karyakarsa versi web atau WhatsApp (085810258853)

Mutualism MarriageHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin