🍂Tiga Puluh Lima🍂

14.6K 811 14
                                    

"Manda, maafin saya, Manda."

"Saya saya enggak tahu kalau ini yang pertama buat kamu."

"Manda, maafin saya."

Aku terus menangis meraung-raung. Seolah tidak memedulikan ucapan permintaan maaf yang dia ucapkan berkali-kali.

"Manda," ucapnya sambil berusaha untuk menyentuh tanganku, tetapi dengan sigap aku langsung menarik tanganku menjauh, "pasti sakit ya? Maaf banget, Manda. Saya terlalu kasar ya? Manda, maaf."

Aku menunjuk ke arah luar pintu. "Keluar!" teriakku kencang.

"Mau saya belikan obat?"

Aku menggeleng sambil terus menangis. "Ga usah. Tubuh aku sakit," aku menyentuh ke dadaku, "tapi hatiku jauh lebih sakit Kak."

Kali ini Kak Gandra langsung memeluk tubuhku, aku sudah berusaha melepaskan pelukan itu, tetapi tenaganya begitu kuat. "Maafin saya ya. Saya harus apa, Nda? Biar dapat maaf dari kamu?"

"Enggak ada kata maaf buat pria bia*ap!"

Aku terus berusaha melepaskan pelukannya dan akhirnya berhasil. Setelah itu aku berlari menjauhi Kak Gandra. "Kakak yang pindah dari kamar ini? Atau aku yang pindah?"

"Manda," dia berjalan mendekatiku, tetapi aku langsung berlari ke arah pintu, "jangan. Jangan keluar. Saya yang keluar. Kamu di sini aja."

Dia melangkah keluar kamar. Aku buru-buru menguncinya dan kembali menjatuhkan tubuhku di atas ranjang. Aku kembali menangis sesenggukan sambil meratapi nasibku yang malang ini.

°°°

"Ih Mami, matanya bengkak. Kenapa? Dipipisin kecoak ya?"

"Mami kok jalannya begitu kenapa? Aneh. Kaya orang kesakitan. Mami habis jatuh?" tanya Jasmine lagi.

Aku tersenyum tipis sambil mengangguk. "Iya, Mine," tanpa bertanya aku langsung meletakkan roti bakar di piring Kak Gandra dan juga Jasmine, "dimakan. Susunya juga diminum."

"Mami mau ke mana?"

Aku mengambil uang di dompet lantas memasukkan ke dalam saku bajuku. "Mami mau ke apotek depan. Sebentar," ucapku sambil melangkah.

"Aku yang beli aja, Sayang," suara khas Kak Gandra terdengar.

"Ga usah," ucapku sambil terus melangkah tanpa sekalipun menoleh ke belakang.

Semenjak kejadian itu, hubunganku dengan Kak semakin merenggang. Aku sudah kehilangan minat untuk berinteraksi dengannya. Kalau melihat wajahnya saja, aku langsung teringat betapa kejamnya dia melakukan itu kepadaku.

"Alamanda," panggil Kak Gandra saat aku baru saja masuk ke dalam rumah, "kamu pulang diantar si—."

Aku menunjukkan layar ponselku yang menampilkan aplikasi ojek online. "Aku sudah enggak pernah diantar Pak Angga lagi. Kami sudah enggak sedekat dulu. Jadi, Kakak tenang aja. Enggak usah takut. Aku soalnya sudah kapok kalau dekat dengan pria lain, takutnya Kakak kembali menghukumku dengan melakukan itu secara kejam."

"Manda," dia mendekat, tetapi aku langsung menjauhkan tubuhku, "Nda. Saya harus apa?"

"Enggak harus melakukan apa-apa. Kembali ke konsep pernikahan kita. Hanya ada pertukaran uang dan pelayanan. Jadi, enggak perlu sampai sebegitunya meminta maaf. Pernikahan ini akan tetap baik-baik aja."

Mutualism MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang