🍂Lima Puluh Dua🍂

7.9K 573 21
                                    

Aku mau menolak, tetapi melihat keadaan Mine yang belum pulih membuat hatiku jadi enggak tega. Mungkin dengan memenuhi keinginannya, proses penyembuhan Mine menjadi lebih cepat. Kemudian setelah kondisi Mine sudah sehat seperti sedia kala, aku bisa bercerai dengan Kak Gandra.

Itu, rencanaku kedepannya.

"Iya, Mine. Bisa," ucapku menyetujui permintaannya.

Senyuman lebar terbit di bibir gadis kecil itu. "Jadi," dia melirik aku dan Kak Gandra secara bergantian, "kenapa enggak berpelukan? Mine udah lama banget enggak lihat kalian berpelukan."

Ya, ampun. Kalau disuruh begitu aku jadi malu sendiri. Ketika Kak Gandra menarikku untuk masuk ke dalam pelukannya aku langsung salah tingkah.

Ada-ada aja sih bocah.

"Mine sayang Mami?" tanya Kak Gandra masih dalam posisi memelukku.

Mine mengangguk. "Banget."

Kak Gandra melayangkan kecupan di puncak kepalaku. "Papi juga sayang Mami!" ucapnya semakin memeluk erat.

Aku langsung menepuk-nepuk bahunya kencang karena pelukannya terlalu erat. "Kakak, aku enggak bisa napas," ucapku yang sepertinya tidak diindahkan olehnya. Kak Gandra terus memelukku kemudian dia mengacak rambutku pelan.

"Kamu lucu," bisikkannya setelah itu barulah pelukannya terlepas.

Aku membenarkan rambuku yang berantakan. "Emang lucu," sahutku.

"Iya, makanya saya nikahin."

Aku mau senyum, tapi enggak jadi. Soalnya boleh baper, sekarang kan kami sedang bersandiwara.

"Mami sama Papi lucu. Mine juga lucu. Nanti kalau ada dedek bayi, pasti lucu juga. Keluarga kita lucu semua," sahut Mine yang membuat aku dan Kak Gandra seketika terdiam.

Kok sudah mulai bahas-bahas dedek bayi. Itu jauh banget. Aku dan Kak Gandra saja masih berada difase mempertahankan pernikahan. Belum lanjut ke fase selanjutnya. Rencananya malah mau langsung ke fase ending.

"Mine memangnya mau punya dedek bayi?" aku langsung melotot ke arah Kak Gandra, tidak terima dia bertanya seperti itu.

"Mau banget. Kalau punya dedek bayi, Mine pasti cepat sembuhnya."

Kak Gandra mencolek lenganku pelan. "Gimana, sayang? Mau kasih Mine dedek bayi enggak?" tanyanya.

Lah, apa dah.

Ini sandiwaranya kejauhan.

Mataku masih melotot kemudian aku menggeleng kecil. "Cerai. Cerai. Kita kan mau cerai," ucapku tanpa suara.

Kak Gandra merangkul bahuku membuat bahu kami saling bertubrukan. "Doakan saja ya, Mine."

"Iya, Mine selalu mendoakan agar cepat punya dedek bayi."

Kak Gandra tiba-tiba mendekatkan bibirnya ke telingaku. "Semoga doanya dikabulkan ya, Nda."

Aku mengindik ngeri.

Enggak!

Enggak!

Jangan sampai.

°°°

Malam hari seperti malam-malam selanjutnya, aku dan Kak Gandra menjaga Mine, sedangkan Mom dan bersiap Dad pulang. Seolah kami berganti shift. "Hati-hati Mom, Dad. Terima kasih banyak ya," ucapku mengiringi mereka yang bersiap untuk pulang.

Mom dan Dad mengangguk mereka mengambil tasnya lantas pergi pulang. "Yang benar jaga Minenya."

"Iya, Mom," ucapku setelah itu mereka pergi berlalu dari hadapanku.

Mutualism MarriageWhere stories live. Discover now