🍂Empat Puluh Tujuh🍂

11.6K 694 32
                                    

Semua rangkaian prosesi pengurusan jenazah dilakukan pada hari itu juga. Aku enggak punya keluarga lagi di Jakarta, keluargaku di Jawa juga enggak ada satu pun yang datang. Aku sudah mengabarkan, tetapi mereka terkendala waktu dan juga biaya.

Di sepanjang prosesi, aku dan Rosa selalu berpegang tangan, kami saling menguatkan satu sama lain. Dimulai pada prosesi pemandian jenazah sampai penguburan dilakukan dengan baik, tanpa ada hambatan sedikit pun.

Saat ini aku dan Rosa hanya termenung di depan makam Ibu yang masih basah. Orang-orang sudah pada pergi, hanya kami berdua yang berdiam di sini, diam, tanpa suara. Suara isak tangis pun sudah tidak lagi terdengar, kami sudah sangat lelah.

"Manda." Samar-samar aku mendengar suara Kak Gandra.

"Manda." Suara itu semakin dekat dan saat aku menoleh ke belakang, Kak Gandra sedang berjalan mendekat ke arahku.

Aku tersenyum sendu. "Kakak telat."

Padahal Kak Gandra adalah menantu Ibu. Kak Gandra adalah suamiku. Seharusnya di sepanjang prosesi pengurusan jenazah atau paling tidak saat prosesi pemakaman dia ada di sebelahku. Menemaniku.

Namun, nyatanya tidak.

Dia datang telat.

Saat Ibu sudah dikubur, dia baru datang.

Dia berusaha menguatkanku, padahal bukan saat ini saja, sedari tadi aku juga butuh untuk dibuatkan. Butuh untuk ditemani.

"Pergi aja lagi. Jaga Mine. Aku tegar kok, tanpa didampingi suami, aku juga tegar," ucapku ketus.

"Maaf, Rosa lupa kasih tahu," Rosa mengeluarkan secarik kertas dari tasnya, "sebelum meninggal Ibu memberikan ini buat Mbak."

Aku hanya bergumam sambil mengambil secarik kertas itu. 

"Kamu mau ke mobil? Kamu bisa istirahat di sana nanti pulangnya Mas antar ke rumah."

"Enggak usah, Rosa, enggak usah. Kita pulangnya naik bajaj aja."

"Manda."

"Jangan sok peduli Kak. Kakak memang enggak pernah peduli kan sama keluarga aku. Aku pikir tadi Kakak cuma mau menjaga Mine sebentar doang terus Kakak ke sini, dampingi aku, tapi nyatanya enggak. Kakak datang disaat semuanya selesai," sorot mata tajam aku lemparkan ke arahnya, "Kakak menantu atau orang lain?"

"Manda maafin saya. Tadi saya memang jaga Mine sebentar. Terus ada panggilan dari percetakan. Makanya saya ke percetakan dulu."

"Kan. Semakin kelihatan aja kalau keluarga aku memang enggak penting bagi Kakak," aku menatap ke arah Rosa, gadis itu hanya diam saja mendengarkan obrolan kami, "berhentikan bajaj sekarang, Ros. Kita pulang."

"Ga usah, Ros," ucap Kak Gandra lagi. Pria itu memberikan kunci mobil kepada Rosa, "tunggu di mobil."

"Rosa dengar Mbak nggak?" teriakku disela-sela tenaga yang tersisa.

"Mbak kamu lagi lelah. Emosi dia. Biar aja biar. Mas yang urus Mbak kamu," Rosa mengambil kunci mobil itu, "sana, istirahat di mobil dulu."

Setelah Rosa pergi dari hadapan kami. Kak Gandra langsung menarikku ke dalam pelukannya. Aku berusaha untuk melepas, tapi aku sudah kehabisan energi dan akhirnya menerima pelukan itu.

"Aku capek."

"Iya, Manda. Kita semua capek."

"Tapi aku yang paling capek. Aku capek fisik dan juga batin."

Kak Gandra mengusap punggung dan juga kepalaku. "Sabar ya. Habis ini kita istirahat."

"Kakak enggak pernah ada buat aku. Aku selalu merasa sendirian."

"Apa lagi? Saya kenapa lagi? Keluarkan aja keluarkan. Biar kamu bisa lebih tenang," ucapnya yang malah membuat aku terdiam. Bingung harus mengeluarkan yang mana dulu sehingga aku memilih untuk enggak mengeluarkannya sama sekali.

Aku hanya diam. Menikmati pelukannya sampai aku merasa tenang. Ketika sudah tenang barulah aku melepaskan pelukan itu. "Mau berdoa bersama?" tanya Kak Gandra, tangannya mengambil kantung plastik bening berisi bunga, "kita taburkan bunga dulu ya, setelah itu kita berdoa buat Ibu?"

"Tapi aku sudah doain Ibu. Kakak telat."

"Kalau begitu, temani saya ya. Kita berdoa bersama buat Ibu."

Aku dan Kak Gandra menaburkan bunga di atas pemakaman Ibu kemudian dilanjut kami mendoakan Ibu agar tenang di sana. Setelah semuanya selesai, Kak Gandra merengkuh pinggangku lantas kami berjalan bersama-sama menuju ke mobil.

"Suratnya belum dibaca."

"Iya, nanti di rumah," ucapnya setelah itu hanya suara langkah kaki kami yang terdengar.

Teruntuk yang mau baca cepat, aku udah publish satu buku full di Karyakarsa 

Pembelian juga dapat melalui WA (085810258853

Full ebook 

Full ebook 

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Hanya dengan Rp46

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Hanya dengan Rp46.000 kalian bisa akses full e-booknya 

Tersedia juga ebook versi baca duluan 

Cara Pembelian:

1. Masuk ke aplikasi Karyakarsa bisa melalui web atau aplikasi.

2. Cari nama kreator (TheDarkNight_) dan cari judul karya (Part Ke-1 sampai Part Ke-61 (Ending) _ Mutualism Marriage _ TheDarkNight_)

3. Setelah ketemu, scroll ke bawah sampai menemukan harga jual karya tersebut. Harganya Rp46.000.

4. Ubah harga jika kamu ingin memberi apresiasi lebih.

Pilih metode pembayaran: GoPay, OVO, Shopeepay, Indomart, Alfamart, atau transfer bank.

5. Ikuti petunjuk pembayaran (lihat bagian-bagian yang menerangkan pembayaran dengan Gopay, OVO, Virtual Account BNI, dan Pembayaran QR).

6. Kembali ke laman KaryaKarsa dan ke karya tadi. Pastikan kamu sudah login, ya. Kalau transaksi sudah berhasil, Karya yang sebelumnya bertuliskan "terkunci" akan ganti jadi "terbuka".

Jika ada pertanyaan boleh chat admin aku 085810258853

Pembelian juga dapat melalui WA (085810258853)

Mutualism MarriageWhere stories live. Discover now