🍂Dua Puluh Tujuh🍂

11.3K 696 24
                                    

Semenjak saat itu, aku enggak lagi menjadi bayang-bayang Vinka. Aku kembali menjadi Alamanda seutuhnya. Aku berpenampilan seperti diriku sewajarnya. Tampil dengan baju yang berwarna-warni, polesan makeup yang benar-benar natural, dan parfum yang beraroma buah-buahan. Pokoknya aku kembali menjadi diri sendiri.

Kak Gandra juga enggak memberikan tanggapan apa pun mengenai aku yang sudah kembali menjadi seperti ini. Aku juga enggak meminta tanggapannya. Aku sudah berada dititik lelah. Enggak berminat lagi untuk mencari perhatiannya.

Kali ini benaran lelah. Serius.

"Tanggal merah masih ke sekolah?" tanya Kak Gandra saat aku berpapasan dengannya. Aku berdeham tanpa menjawabnya dengan kata-kata.

"Kasihan anak saya ditinggal. Enggak mau ajak Mine?" tanyanya.

"Mine enggak mau ikut. Dia mau main games katanya," aku mengambil tasku bersiap untuk pergi, "aku titip Mine sebentar. Oh iya, hari ini aku enggak masak, tapi nanti pas pulang aku akan belikan kalian makanan. Nanti chat aku aja mau dibelikan apa."

"Yaudah," ucapnya.

Aku melangkah pergi dari rumah dan langsung bergegas ke sekolah dengan menggunakan ojek online. Beberapa saat kemudian, aku sudah sampai di sekolah, buru-buru aku masuk ke dalam ruang guru. Ruangan ini sepi hanya ada lima guru di sini. Ya, wajar sih karena tanggal merah.

"Kenapa Bu, tumben ke sekolah pas hari libur?" tanya Pak Angga ketika aku datang.

"Ada urusan sama tata usaha. Sudah janjian sama Mbak Nina."

"Oh," Pak Angga langsung berdiri dari duduknya, "saya antar ya."

Aku diam saja membiarkan dia yang ingin mengantarku. Mungkin bapak kepala sekolah ini lagi gabut makanya dia mencari kesibukan. Aku cuek ajalah, selama dia enggak mengganggu.

Kami berdua masuk ke ruangan tata usaha kemudian mengurus beberapa berkas. Ini sebenarnya bagian dari tanggung jawabku sebagai guru sih, tapi Pak Angga ikut membantu. "Ga usah repot-repot, Pak. Saya bisa sendiri."

"Enggak apa-apa, saya bantu. Biar cepat." Aku tersenyum kecil kemudian kembali mengurus berkas-berkas ini sampai selesai.

"Mau langsung pulang?" tanya Pak Angga saat kami sedang berjalan di lorong sekolah.

Aku menoleh ke arah langit, langitnya cerah. Sebenarnya aku enggak mau langsung pulang, aku mau me time dulu. Aku mau penyegaran karena beberapa hari ini urusan sekolah super sibuk dan juga ditambah urusan rumah tanggaku yang monoton.

"Mau ke mal dekat sini dulu. Mine minta dibelikan silky puding," ucapku.

"Saya antar aja bagaimana?" aku terdiam, tidak langsung merespons ajakannya, "saya belum makan siang. Nanti saat kita sampai di mal, kalau kamu enggak nyaman dengan kehadiran saya, kita bisa pisah tujuan."

Aku menimbang-nimbang ajakan itu kemudian aku respons dengan anggukan. "Boleh," ucapku akhirnya menyetujui.

Terlihat ekspresi antusias dari wajah Pak Angga. "Kamu tunggu di sini ya. Saya ambil kunci mobil dulu," dia melirik ke arah lenganku yang tidak membawa apa-apa, "tas kamu masih ada di ruang guru kan. Nanti sekalian saya bawakan," ucap pria itu lantas berjalan cepat menuju ke ruang guru.

Beberapa saat kemudian aku dan Pak Angga sudah berada di dalam mal. Langkah kaki kami menuju ke tujuan yang sama yaitu restoran khas Yogya. "Sini paperbag-nya saya yang bawa aja," ucapnya untuk kesekian kalinya.

Tadi sebelum ke restoran, aku membeli silky puding pesanan Mine karena kalau belinya saat ingin pulang, takut lupa.

"Ngerepotin nanti. Ga usah. Aku bawa sendiri aja."

Mutualism MarriageWhere stories live. Discover now