🍂Dua Puluh Sembilan🍂

11.9K 740 12
                                    

"Mine mau duduk dekat Mami atau dekat teman-teman?"

Jasmine menunjuk bagian belakang bus. "Mau sama teman aja," ucapnya. Aku mengangguk lantas gadis itu duduk di kursi ketiga dari belakang, sedangkan aku duduk di kursi paling depan.

Aku ditunjuk sebagai salah satu penanggung jawab di bus ini. Aku ditugaskan untuk menjaga anak-anak selama perjalanan dan rasanya memilih kursi paling depan adalah pilihan yang tepat. Dari sini aku bisa memantau mobilisasi anak-anak turun dan naik dari bus.

"Bu Manda, geser," aku yang sedang memeriksa absen mendadak menegakkan pandanganku, "saya mau pantau anak-anak di bus ini juga," ucap Pak Angga.

Biasanya aku risi kalau dia ingin dekat-dekat denganku, tetapi saat ini aku biasa aja. Kalau mau dekat-dekat, yaudah. Kalau mau jauh-jauh, juga yaudah.

"Sini, Bu," ucap Pak Angga yang membuat aku duduk di kursi sebelah jendela, sedangkan pria itu sebelahku. Kursi di bus ini memang dipasang berdua-berdua.

Bu Eneng mengabsen kehadiran para murid di bus ini, setelah data kehadirannya lengkap barulah bus ini berjalan keluar dari parkiran menuju ke tujuan.

Belum juga setengah perjalanan, aku sudah pusing. Sebenarnya aku enggak bisa naik bus begini dalam jarak jauh. Pusing aku tuh.

"Bu Manda," Pak Angga yang sedari tadi memainkan ponselnya kini menoleh ke arahku, wajahnya terlihat khawatir, "mukanya pucat. Kenapa? Pusing?"

Aku terdiam sambil memejamkan mata.

"Kalau pusing bilang aja. Jangan ditahan. Biar nanti cepat dikasih obat."

Tidak mau gengsi lagi, aku memilih mengangguk. "Pusing, Pak. Mual."

"Sebentar, sebentar," dengan sigap dia langsung berdiri dan meminta obat kepada guru yang lain. Setelah Pak Angga mendapatkannya, pria itu kembali duduk di sebelahku, "ini diminum dulu."

Aku mengambil obat tablet kemudian Pak Angga memberikan aku satu botol air mineral yang tutupnya sudah dia buka. "Langsung diminum ya," aku meminum obat itu lantas memberikan botol air mineral kembali kepadanya, "mau pakai minyak wangi putih?"

Aku mengangguk. Pak Angga langsung menuangkan minyak kayu putih ke tanganku. "Dipakai langsung ya."

Aku mengangguk lagi. Mengusapkan minyak kayu putih itu di kening lantas memejamkan mata. "Cepat sembuh ya."

Aku tersenyum samar. Begini ya rasanya diperhatikan. Kak Gandra mana pernah begini, kalau aku sakit, paling dia langsung memberikan uang untuk membayar taksi dan juga biaya rumah sakit.

Beberapa jam kemudian, kami semua sudah sampai di tujuan. Jasmine terlihat senang sekali melihat pantai, dia enggak sabar ingin membuat istana pasir bersama teman-temannya.

"Ayo Mami ikutan! Kita bikin istana!" ucap Mine yang aku respons dengan gelengan kepala.

"Mine aja sana sama teman-teman. Mami mau di sini aja."

"Yaudah, Mine ke pantai dulu ya Mami."

Selepas kepergian Mine, aku mengambil ponselku dan melihat room chat Kak Gandra. Sekitar setengah jam yang lalu aku mengabarkan bahwa aku dan Jasmine sudah tiba ditujuan, tetapi pria itu hanya membacanya saja, tanpa membalas.

Ya, mungkin aku chat aku dianggap sebagai koran.

Enggak berharap dibalas juga.

"Bu Manda," suara khas Pak Angga terdengar, "guru-guru yang lain mana?"

Aku menunjuk ke arah pantai. "Ada beberapa di situ mengawasi anak-anak main pasir," aku juga menunjuk ke arah villa, "ada juga yang di dalam sana. Lagi pada istirahat."

Mutualism MarriageWhere stories live. Discover now