🍂Delapan🍂

14.4K 793 25
                                    

"Bye Mami dan Papi. Hati-hati di jalan. Love you!" ucap Mine sambil melambaikan tangannya saat aku dan Kak Gandra berjalan ke arah mobil.

Aku naik ke dalam mobil lantas menurunkan kaca. Aku tersenyum kecil sambil membalas lambaian tangannya. "We love you Mine," ucapku kemudian setelah itu mobil yang dikendarai Kak Gandra bergerak menuju ke tempat acara pernikahan Faisal.

"Tadi kamu sudah beli makanan untuk Mine makan siang kan?" tanya Kak Gandra tanpa melirik ke arahku.

"Sudah."

"Sudah dibawakan buah juga kan?"

"Sudah."

"Buku gambar kesukaan dia sud-" ucapan Kak Gandra terpotong saat aku berdecak sebal.

"Semua kebutuhan Mine sudah aku bawakan. Percaya aja sama aku. Semuanya aman."

Kalau tidak dibilang begitu, pasti Kak Gandra akan terus bertanya.

"Yaudah," ucap Kak Gandra sebelum akhirnya kami berdua terdiam diselimuti keheningan.

Sesampainya di sana, aku turun lebih dahulu dari mobil. Menit selanjutnya baru Kak Gandra menyusulku. "Gandeng aku dong kak," ucapku saat kami sedang berjalan masuk ke dalam gedung.

"Ga usah."

"Walaupun engggak ada Mine, genggam tangan aku aja kenapa sih. Pura-pura romantis di depan teman-teman aku. Ayo Kak, gandeng tangan aku!" ucapku lagi. Namun, pria di sampingku ini masih diam membisu, seolah dia enggak paham bahwa aku baru saja meluncurkan kalimat berupa perintah.

Merasa kesal, akhirnya aku yang lebih dahulu menarik tangannya. Aku melingkarkan tanganku pada lengan kekarnya. Sedetik, dua detik, aku tidak merasakan penolakan. Aku mencebikkan bibirku, kayanya aku harus terus memulai duluan agar keinginanku dituruti oleh pria ini.

"Senyum kak."

"Sudah."

Aku melirik lantas mengusap sudut bibirnya. "Tipis amat. Kaya orang sakit gigi."

"Ribet, Nda."

Heum, yaudah. Padahal cuma minta senyuman lebar, tapi dibilang ribet.

Saat masuk ke dalam Ballroom, para tamu seakan berkumpul melingkari bagian tengah ruangan. Mereka bersorak-sorai, entah apa yang sedari terjadi. Aku yang penasaran akhirnya menarik tangan Kak Gandra agar berjalan lebih cepat.

"Buru-buru banget," Kak Gandra berusaha menepis tanganku yang terus menariknya, "takut kehabisan makanan gubukkan apa?"

Aku enggak memedulikan ucapan itu. Aku memilih terus menariknya agar lebih cepat berjalan kemudian saat berada di tengah Ballroom, langkahku terhenti. Menatap ke arah depan, rupanya saat ini sedang ada sesi pemotongan kue pernikahan kemudian di lanjut dengan kedua pengantin yang saling menyuapkan potongan kue itu ke mulut masing-masing.

Aku tersenyum miris. Mantan terlama dan terindahku saat ini sudah bahagia dengan perempuan lain. Seharusnya aku senang melihat mereka, tapi aku enggak bisa. Bahkan untuk merasa biasa aja, aku enggak bisa.

Rasanya sedih dan aku merasa ditinggalkan.

Padahal, akulah yang lebih dahulu meninggalkannya.

Aku memutuskan hubungan kami dua hari sebelum pernikahanku dengan Kak Gandra berlangsung.

"Acaranya lebai," komentar Kak Gandra yang berada di sebelahku, "dulu pernikahan kita enggak selebai itu. Simpel aja konsepnya."

Bukan konsepnya yang simpel, tapi memang Kak Gandra yang enggak mau ribet. Dia membuat resepsi kami super simpel dengan dihadiri oleh beberapa kerabat terdekat. Acara resepsinya pun hanya sekedar salam-salaman dengan para tamu.

Mutualism MarriageWhere stories live. Discover now