🍂Tiga Puluh Enam🍂

15.3K 764 12
                                    

Aku mengambil bantalku dan bergegas untuk pergi ke kamar Jasmine. "Mine," anak gadis itu menoleh ke arah pintu, "Mami mau tidur di sini, boleh?"

Jasmine mengangguk lantas dia menyambutku untuk masuk ke dalam. "Mami suka di pinggir atau di pojok?" tanyanya.

"Dimana aja."

Jasmine mengambil bantalku lantas meletakkannya di bagian pojok ranjang. "Ayo, Mami. Sini. Naik. Kita tidur."

"Iya," aku naik ke atas ranjang kemudian merebahkan tubuhku. Gadis kecil itu pun sama, dia tidur di sebelahku dengan posisi saling berhadapan.

"Papi kapan pulang ya? Mine kangen."

Saat pertengkaran kemarin, Kak Gandra jadi jarang pulang. Alasannya, dia sedang mengurus beberapa cabang percetakannya yang sedang mengalami masalah. Namun, aku tahu, itu bukan alasan utama.

Alasan utamanya yaitu dia tidak ingin bertemu denganku karena jika bertemu kami pasti bertengkar. Dia tidak ingin Jasmine yang menjadi korbannya. Gadis kecil itu selalu menangis histeris saat melihat Papi dan Maminya bertengkar.

"Mami," mata gadis itu berkaca-kaca, "Jasmine mau Papi pulang, tapi bisa enggak kalau kalian bersama enggak ada pertengkaran lagi? Mine takut."

Aku tersenyum miris, kalimatnya yang sama persis seperti apa yang aku pikirkan.

Aku menarik gadis itu dan memeluknya erat. "Enggak tahu, Mine. Mami enggak tahu."

°°°

"Papi pulang!" teriak Jasmine riang. Dia berlari dari lantai atas menuju ke pintu depan, "Papi! Miss you so much! teriaknya lagi.

Tidak lama kemudian, pintu terbuka dan menampilkan wajah Kak Gandra yang tampak berbeda dari terakhir kali dia pergi. Wajahnya terlihat lebih cerah. Ya, wajar sih, mungkin karena enggak bertemu aku, makanya dia bisa se-happy itu.

"Miss you! Miss you!" ucap Jasmine lagi. Gadis kecil itu digendong oleh Papinya dan dibawa masuk ke dalam rumah.

Aku yang sedang berada di ruang televisi hanya diam saja memperhatikan interaksi mereka tanpa ada niat sedikit pun untuk bergabung. Kak Gandra berjalan melewati ruang televisi, dia melirikku, tetapi tidak ada kalimat yang dia ucapkan.

"Papi mau makan? Mami sudah masak ikan bakar, enak banget!"

Kak Gandra menatapku dan aku pun juga menatapnya, kami saling berpandangan. "Jangan berantem lagi, please," ucap Mine yang membuat aku langsung memutuskan kontak mata kami.

"Kalau enggak repot, aku mau makan siang di sini, Nda," ucap Kak Gandra setelah beberapa saat terdiam.

"Enggak repot," aku bangun dari posisi dudukku, "itu tanggung jawab aku untuk mengurusi Kakak."

Aku berjalan ke arah dapur, sedangkan Kak Gandra dan Jasmine mengikutiku dari arah belakang. Aku langsung memanaskan lauk ikan bakar dan juga sayurnya. Setelah selesai, barulah aku menghidangkan makanan itu di meja makan.

"Dimakan Kak."

"Iya, terima kasih, Nda."

Sesudah itu, aku ingin pergi dari meja makan ini, rencanaku ingin kembali ke ruang televisi, tetapi tangan mungil Jasmine membuat langkahku terhenti. "Sini aja, Mami. Temani Papi," ucapnya penuh dengan tatapan permohonan.

Aku jadi enggak tega sehingga aku menuruti permintaan anak itu. Aku duduk tepat di hadapan Kak Gandra, sedangkan Mine ada di sebelahku. Tidak ada percakapan yang kami buat, hanya suara dentuman piring dan sendok yang menggema di sekitar kami.

Mutualism MarriageWhere stories live. Discover now