🍂Dua Puluh Satu🍂

12.1K 607 20
                                    

Hal tidak terduga pun terjadi.

Padahal gelas sudah menempel ke bibir Kak Gandra, tetapi dia langsung menarik benda itu dan membuang airnya ke lantai.

Aku terperanjat karena merasa kaget dengan tindakan Kak Gandra. Dia enggak pernah seperti ini dan pastinya dia juga enggak tahu  rencanaku.

Sorot mata tajam Kak Gandra menatap ke arahku. "Kamu mau racuni saya? Iya?" tanyanya ketus.

Aku menggeleng cepat-cepat. Merasa tidak setuju dengan tuduhannya. "Itu air putih biasa. Bukan racun," pembelaanku.

"Saya tahu itu racun. Kamu mau meracuni saya agar kamu bisa menguasai seluruh harta saya. Iya kan?"

Aku menggeleng lagi.

Aku sama sekali enggak punya pikiran kaya gitu. Mana bisa aku menguasai harta Kak Gandra sedangkan dia masih punya keluarga. Ya, walaupun saat ini keluarga Kak Gandra masih di Australia, tapi kan tetap saja jika Kak Gandra meninggal hartanya turun ke Jasmine dan keluarganya.

Enggak mungkin ke aku.

"Memangnya harta yang saya berikan kurang sampai kamu mau menguasai seluruh harta saya?" aku menggeleng lagi, kali ini tangan Kak Gandra menarikku sehingga aku terduduk tepat di kursi makan sebelahnya, "jawab!" teriaknya.

Aku takut.

Ini pertama kalinya aku membuat Kak Gandra marah.

Padahal aku sudah mempersiapkan diri jika risiko ini terjadi, tetapi tetap saja aku tidak bisa menangani rasa takutku.

"Itu bukan racun kak. Benar. Aku enggak bohong."

"Tapi kamu memasukkan sesuatu ke dalam minuman saya."

Kedua mataku mendadak membesar. Kok dia tahu, padahal tadi kan enggak ada orang di lantai bawah. Jasmine juga berada di kamarnya.

Aku terdiam sampai akhirnya Kak Gandra mengeluarkan ponselnya. Dia memperlihatkan rekaman CCTV. "Kurir paket datang ke rumah, ini aneh, selama dua tahun ini kamu jarang sekali membeli barang di e-commerce. Dilihat dari gelagat kamu yang berusaha menyimpan barang itu juga aneh. Ditambah lagi kamu menyembunyikannya di laci dapur, sudah begitu lacinya kamu kunci."

Tayangan video itu berlanjut, saat aku memberikan obat itu ke dalam minuman Kak Gandra.

Tayangan-tayangan itu membuat aku tidak bisa berkutik lagi. Aku sudah tertangkap basah. Bodohnya aku tidak ingat bahwa ada CCTV di sini.

"Itu racun kan?" tuduhnya lagi.

Aku menggeleng dengan mata yang berkaca-kaca. Saking takutnya aku sampai menangis. "Bukan racun," ucapku dengan napas tersengal-sengal.

"Kalau bukan," Kak Gandra memberikan aku gelas tadi yang masih menyisakan sedikit air, "minum."

Aku membeku.

"Minum! Bukan racun kan?!"

Tangisku semakin kencang. Aku menggeleng dan membuang sisa air itu ke lantai. "Maafin aku. Aku mau jujur. Ini benaran jujur. Aku enggak bohong. Aku enggak akan kaya gini lagi, aku janji. Melihat Kak Gandra yang marah begitu, aku jadi takut. Aku kapok kaya gini lagi."

"Banyak bicara."

"Kakak maafin aku," aku mengusap air mataku lantas mulai menceritakan tentang semuanya. Tentang aku yang merasa ingin dicintai, tentang acara di rumah Bu Eneng yang ibu-ibu di sana bilang bahwa jika punya anak, istri jadi lebih di sayang, dan tentang aku yang ingin hamil agar aku mendapatkan kasih sayang itu.

Aku mengeluarkan obat yang tadi aku sembunyikan di dalam laci lantas menunjukkannya kepada Kak Gandra. "Aku kaya gini cuma mau dicintai sama Kakak. Aku memang memalukan ya. Aku memang banyak menuntut, tapi," aku mengusap air mataku yang terus-menerus mengalir, "aku merasa hampa dipernikahan ini Kak. Mungkin aku enggak pernah bilang, tapi nyatanya aku merasa itu."

Kak Gandra terdiam.

"Aku tahu banget bahwa konsep pernikahan kita yaitu hanya pertukaran antara sumber daya dan pelayanan, tapi saat pernikahan kita sudah menginjak usia dua tahun, aku merasa konsep itu sudah tidak lagi relevan. Aku dibutuh dicintai kak."

Aku menarik napas panjang sebelum akhirnya mengeluarkan kata-kata lagi.

"Aku enggak perlu dicintai dengan hebat, paling tidak Kakak anggap bahwa aku istri Kakak. Bukan hanya sekedar pelayan yang Kakak nikahkan hanya agar aku bisa melayani Kakak dan Mine selama 24 jam."

"Mungkin Kakak enggak bisa memberikan itu karena Kakak belum mencintaiku," aku mencoba tersenyum walau sulit, "tapi kalau kita punya anak, mungkin Kakak bisa mencintai aku, walau sedikit."

Kak Gandra menggeleng. "Enggak. Itu enggak mungkin terjadi," dia bangun dari duduknya, "meskipun kamu telah memberikan saya anak, saya enggak akan pernah bisa mencintai kamu," ucapnya kemudian pergi.

Lagi-lagi aku ditinggalkan dengan keadaan menangis.

Apa aku benar-benar enggak pantas dicintai ya?

Sampai suamiku saja enggak bisa mencintai aku, walau sedikit.

Sekarang sudah tersedia versi baca duluan sampai part ke-34!

Pembelian dapat melalui Karyakarsa versi web atau WhatsApp (085810258853)

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Pembelian dapat melalui Karyakarsa versi web atau WhatsApp (085810258853)

Cara pembelian melalui Karyakarsa
(Versi Web)

1. Masuk ke website Karyakarsa
2. Cari nama kreator (TheDarkNight_) dan cari judul karya.
3. Setelah ketemu, scroll ke bawah sampai menemukan harga jual karya tersebut.
4. Pilih metode pembayaran: GoPay, OVO, Shopeepay, Indomart, Alfamart, atau transfer bank.
5. Ikuti petunjuk pembayaran (lihat bagian-bagian yang menerangkan pembayaran dengan Gopay, OVO, Virtual Account BNI, dan Pembayaran QR).
6. Kembali ke laman KaryaKarsa dan ke karya tadi. Pastikan kamu sudah login, ya. Kalau transaksi sudah berhasil, Karya yang sebelumnya bertuliskan "terkunci" akan ganti jadi "terbuka".

Mutualism MarriageWhere stories live. Discover now