Chapter 32 - Sepupu Rivendra?

463 38 2
                                    

Happy Reading

***

Pukul delapan tepat akhirnya Reya dan Dhini pun tiba di unit apartment Reya tersebut.

Dhini harus menggandeng lengan Reya sepanjang jalan mereka pulang dari minimarket menuju apart, sebab Dhini tak tahan dengan Reya yang berjalan gontai layaknya siput, bisa bisa mereka malah sampai di rumah tegah malam kalau hal itu terus terjadi.

"Udah sampe," ucap Dhini seraya melepaskan gandengannya dari lengan Reya itu, sebab saat ini mereka sudah berada di ruang tamu unit apartment Reya.

Reya mengangguk mengerti lalu berjalan _masih dengan langkah pelan tak bersemangatnya itu_ meninggalkan Dhini yang hanya dapat geleng geleng kepala akan tingkah Reya.

"Huft," helaan nafas Dhini lakukan sebelum akhirnya ikut melangkahkan kaki menyusul temannya, ah tidak dia akan ke dapur dahulu, untuk menyimpan sisa snack yang dia beli tadi. Karena rupanya Reya sudah stop makan setelah menyantap mie instan dan beberapa makanan berat, memang kemaruk anak itu. Tapi tidak apa-apa mereka bisa melanjutkan makan besok lagi.

Reya sendiri langsung menuju kamarnya, dia menutup pintu dan menguncinya rapat setelah benar benar masuk ke dalam.

Wajah Reya benar benar tertekuk sangat saat ini, dia seperti orang linglung ketika dia memutuskan untuk berhenti melangkah dan mulai mengedarkan pandangan mengitari seluruh isi kamar.

Setertekan itu kah Reya saat ini?

Tapi aktifitas menatap seluruh rungan tersebut hanya bertahan selama sepuluh detik, sebab di detik berikutnya Reya sudah kembali melanjutkan gerakan kaki ke depan sampai ke di ranjang.

Brukk ...

Reya menjatuhkan tubuhnya sendiri di atas ranjang queen size tersebut tanpa aba aba, yang bahkan hingga membuat tubuhnya sedikit terpental akibat menghantam lembutnya spring bed yang begitu memantul itu.

"Huft,"

Reya menghela nafas beberapa kali, seraya memposisikan badannya berbaring nyaman menghadap atas, dia menatap plafon ber cat putih kamarnya dengan selingan decakan, helaan, dengusan, sampai rintihan pelan. Reya benar benar melakukan hal tersebut.

"Aish ... Gimana nih," gumam Reya tiba tiba, raut wajahnya menunjukkan kebingungan dan ketakutan mendalam.

Lalu dia mulai mengangkat kedua telapak tangannya yang tadi dia buat menampar pipi seorang anak Billionaire, ah atau malah malah memang Billionaire ya.

Huhu ...

Mampus ...

Metong ...

Tak berbentuk!

Reya ... Selesai!

Reya menangkup kan kedua telapak tangannya tersebut menutupi seluruh wajahnya, lalu mengusapnya kasar, tidak perduli jika make up-nya akan menjadi makin berantakan, toh saat ini dia memang sudah berada di rumah juga kan.

"Reya lo is dead. Habis Re ..., Habis sudah huhu," tutur Reya dengan masih mengusap seluruh wajahnya tersebut.

"Aish,"

Hanya saja, perilaku tak wajar Reya tersebut sontak berhenti, ketika telinganya merasakan adanya getaran hebat dari dalam tes slempangnya itu.

Reya sadar kalau getaran tersebut berasal dari ponselnya, akan tetapi Reya sungguh tidak ingin mengangkat atau sekedar melihat siapa gerangan orang yang telah menghubunginya.

Reya benar benar tak mood, dia dalam keadaan yang tak baik baik saja seperti ini, ya kali harus mengangkat telefon. Yang ada orang tersebut akan tau kalau Reya sedang tidak dalam keadaan baik, sebab Reya mungkin tidak bisa menutupi kesedihannya itu.

Married? No Way!Where stories live. Discover now