Chapter 17 - Pulang

506 44 1
                                    

Vote dan komen dulu kuy sebelum baca hehe

Happy Reading

***

"Sayang, jangan berangkat ya, please, besok aja,"

Reya hanya dapat memutar bola matanya malas mendengar hal itu, yang tentu saja tanpa di ketahui sang pembicara, siapa lagi kalau bukan mamanya.

Sore ini memang waktunya Reya untuk melaksanakan niatannya, yakni pulang ke apartment, sayangnya, mama Reya masih saja tidak ikhlas di tinggal snag anak, sampai merengek seperti itu belasan kali. Yakali tidak jadi, sedangkan persiapan yang Reya lakukan saja sudah 100 persen, dia juga sudah memasukkan semua barang barangnya ke dalam bagasi juga mobil di bagian kursi belakang.

"Besok Reya mampir deh," ucap Reya agar mamanya sedikit tenang.

"Halah,"

"Nanti juga kalo acara tunangannya si Nopal aku juga bakal ke sini kan, katanya di rayain di sana," Reya pun juga menunjukkan arah rumah tetangganya di depan sana _memang saat ini mereka tengah berkumpul di teras rumah_.

Lagipun, ucapan Reya tersebut bukanlah kebohongan belaka, karena sudah pasti kalau nanti sepupunya itu menikah, dia juga akan datang.

"Iya sih ... Tapi masih lama." Mama Reya memanyunkan bibirnya. Tidak perduli jika tingkah nya tersebut akan di anggap kekanak-kanakan oleh kedua anaknya tersebut. Hei, Gita hanya melakukan selayaknya ibu yang menghawatirkan anak ya.

"Enggak kok, bentar kalo enggak di pikirin mulu," Reya terkekeh pelan.

Tapi lagu lagi mama Reya malah mendengus, "Kamu mah,"

Reya kembali terkekeh sebentar, sebelum beralih dari mamanya menjadi menghadap papanya yang duduk di kursi teras _bersandingan dengan Reno gang juga duduk di sana bermain ponsel_.

"Yaudah ya pa, Reya pamit,"

Reya menyodorkan tangan kanannya hendak mengajak salim papanya tersebut. Dan papanya _Aris_ yang paham langsung memberikan tangan untuk di salimi anaknya.

"Iya hati hati sayang," Aris mengelus dua kali kepala anaknya ketika Reya menunduk untuk mencium punggung tangan miliknya.

"He'em,"

Dan setelah itu Reya kembali menegakkan tubuhnya lagi. Menjadi ganti menghadap Reno, si adik begajulan yang menyebalkan.

"Ren, jan bandel-bendel loh," celutuk Reya meski Reno saat ini fokus dengan ponsel.

Rupanya Reno tetap mendengarkan, dia sontak saja mengangkat pandangan dari ponsel menuju wajah kakaknya seraya menurunkan ponsel. "Ye, gue anak baik kali," tidak terima lah dirinya di anggap bandel oleh kakak perempuan jomblonya itu.

Kalau saja Reya tau apa yang di pikirkan adiknya, yakni jombla jomblo, sudah pasti Reya akan mengamuk. Karena menurut Reya jelas, Jomblo itu tidak salah, menjadi jomblo adalah pilihan, jadi jangan pernah jomblo shamming seperti itu.

Haha, belum tau saja Reya, kalau motto 'jomblo adalah pilihan' hanya berlaku untuk orang-orang yang good looking, beda cerita dengan kaum burik _maaf jujur_, karena ya jomblo adalah ketetapan. Dan orang orang good looking macam Reya tidak mengerti itu.

"Cih preettt ... Baik dari bagian mananya," balas Reya dengan nada mengejek.

Reno menurunkan ponselnya, dan tatapan berubah songong, "Jiah ... belom tau aja lo,"

"Dih," Reya hanya dapat memutar bola matanya malas.

"By the way, jangan sering sering mampir ke apartment gue ya lo, ngerusuh aja di sana." Ungkapan Reya ini bukanlah yg gurauan semata, melainkan kenyataan yang harus Reno turuti. Pasalnya setiap Reno datang berkunjung, apartment Reya selalu seperti kapal pecah, setelah makan tidak mau mencuci, membuang sampah sering sembarang, dan juga kamar tamu yang sering di gunakan untuk menginap bocah itu menjadi tidak karu-karuan, baju di mana-mana, belum lagi sprei yang sudah tidak berbentuk.

Married? No Way!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang