Satu Fakta Mulai Terbuka

13.3K 1K 89
                                    

Una berdiri dengan menghapus air matanya, lalu merampas testpack yang dipegang oleh Samir.

"Tega kamu mas," ucap Una dengan mata sedihnya lalu dia masuk ke kamar mengunci pintu kamarnya.

Una memeluk perutnya seolah hanya bayi didalam kandungannya lah penguatnya sekarang.

"Aku salah apa? aku berjuang dengan semaksimal mungkin untuk mempertahankan rumah tangga ini, sungguh aku tidak ingin didalam rumah tanggaku ada percerain. Aku masih bisa menerima mas Samir yang kasar, pemarah, dan bahkan tidak mencintaiku. Tapi kenapa dia dengan mudahnya ingin berpisah? semudah itu ingin berpisah, kenapa hanya aku yang ingin selalu bersama. Mas Samir berjanji tidak ingin menyakitiku lagi, tapi ini lebih dari sakit mas." batin Una sangat merasa sedih.

Di luar, Samir merobek surat gugatan cerai yang dia buat. Dia terduduk sambil beberapa kali mengacak rambutnya karena kesal.

"YaAllah apa yang aku lakukan, Una sekarang sedang mengandung anakku.Tetapi dengan jahatnya aku ingin berpisah dengannya, Astaghfirullahaladzim." ucap Samir.

Tiba-tiba dia seperti teringat sesuatu, dan langsung bergegas keluar rumah dan pergi. Una yang mendengar suara mobil pergi, dia sangat kecewa karena dalam pikirannya Samir selalu menghindar ketika ada masalah, bukannya ada niat untuk meminta maaf atau membujuk tapi dia selalu pergi meninggalkan Una.

"Enak ya jadi suami bisa keluar kapan pun dia mau tanpa meminta izin istri, kalau istri mana mungkin keluar tanpa izin suami. Aku butuh seseorang untuk diajak bicara sekarang, pikiranku benar-benar kacau." ucap Una lalu mengambil ponselnya mencari kontak yang ingin dia hubungi, tapi dengan polosnya dia memilih kontak Karin untuk dia hubungi karena Una merasa tidak ada masalaj dengan Karin dan satu-satunya teman perempuan hanya Karin.

Dering ponsel Karin berbunyi beberapa kali, dia sedang fokus mengajar privat anak-anak, dibantu oleh Farhan. Semenjak pertolongan Farhan saat itu entah kenapa hubungan mereka terjalin semakin dekat sebagai teman.

"Ponsel lu bunyi nih dari tadi," ucap Farhan memberikan ponsel Karin.

Lalu Karin dengan semangat mengambil ponselnya, namun saat melihat nama kontak yang menelepon senyumnya berubah menjadi wajah sinis lalu dengan cepat jarinya menolak panggilan tersebut.
"Kenapa dimatiin?" tanya Farhan.

"Ga penting," jawab Karin.

"Sudah lama juga kalian tidak bertemu kan, mana tau ada hal mendesak dia menelpon." ucap Farhan.

"Itu sih lu aja yang masih suka Una dan peduli kan sama dia, belum move on ya?" ucap Karin.

"Kok gue sih, ya sudah lah terserah." ucap Farhan langsung memberikan ponsel ke tangan Karin secara paksa dan langsung meninggalkanya.

"Apa sih kok dia yang jadi marah, hanya karena aku tidak mau angkat telepon." ucap Karin lalu kembali melihat ponselnya yang masih berdering ada panggilan dari Una, dengan berat hati dia menjawab telepon Una.

"Kenapa?" tanya Karin dengan tidak ramah, namun yang dia dengar hanya isak tangis dari telepon tersebut, membuatnya beberapa kali melihat ke layar ponselnya memastikan itu memang nomor Una yang menelepon.

"Woi Una kenapa?" tanya Karin lagi.

"Ka-rin aa-aku." ucap Una terputus-putus.

"Apa sih, gak jelas banget." ucap Karin lalu menutup teleponnya.

Setelah beberapa saat kemudian, Karin ternyata merasa gelisah karena telepon Una tadi. Dia takut Una memang ternyata butuh pertolongannya. Dengan cepat dia langsung memutuskan untuk mendatangi rumah Una.

"Mau kemana buru-buru." tanya Farhan melihat Karin sangat tergesa-gesa dan terlihat gelisah.

"Ke rumah Una," jawab Karin.

"Una kenapa? biar gue antar ya," ucap Farhan langsung mengambil motornya, mereka pun pergi berdua ke rumah Una.

"Kok ini rumahnya? perasaan kemarin bukan disini." ucap Farhan heran karena Karin menuju ke rumah Samir.

"Ini rumah suaminya, yang kemarin kan rumah orangtuanya." ucap Karin lalu melepas helmnya dan melangkah untuk masuk ke rumah Una, namun dia menoleh ke belakang terlebih dahulu melihat Farhan yang hanya diam duduk di motor.

"Lu gak ikut masuk?" tanya Karin.

"Ngga usah, nanti gue gagal move on kalau ketemu dia lagi." ucap Farhan sambil tertawa kecil.

"Cih, dasar sadboy." ledek Karin lalu dia mengetok pintu beberapa kali, baru lah Una membuka pintu. Una tidak menyangka Karin datang ke rumahnya, dia langsung memeluk Karin dengan erat.

Setelah terlihat tenang, Karin memberikan minum  kepada Una. Ternyata dia tidak tega juga melihat Una menangis begitu sedih, anak yang terlihat polos dan lembut. Sekarang terlihat kusut dan berantakan.

"Maaf Karin, aku benar-benar tidak tau harus menghubunggi siapa. Tapi aku butuh teman untuk bicara." ucap Una.

"Ada masalah?" tanya Karin, Una langsung menganguk.

"Aku tidak bisa membencinya, dia wanita yang terlalu baik untuk dibenci. Lagi pula aku yang salah, kenapa bisa menyukai suami orang. Kenapa aku harus membencinya, dia benar-benar terlihat tidak mempunyai teman. Kalau aku meninggalkannya dia pasti sangat sedih kan? aku tidak tega." batin Karin memandang sedih ke arah Una.

"Karin, boleh aku tanya seberapa jauh kamu kenal kak Aira?" tanya Una.

"Kak Aira? kenapa tiba-tiba kamu tanya tentangnya."ucap Karin heran.

"Apa kamu tau kalau Aira adalah mantan pak Samir?" ucap Una ini tak kalah mengejutkan Karin.

"Ha? gimana? mantan pak Samir?" tanya Karin tak percaya.

"Ternyata dia sama sekali tidak menceritakan itu kepadamu ya?" ucap Una.

"Una kamu ini bicara apa, bagaimana bisa kak Aira tiba-tiba menjadi mantanya pak Samir, sejak kapan?" tanya Karin.

Una pun menceritakan hubungan Aira dan Samir, tentang rumitnya hubungan mereka, dan tentang Samir yang masih belum bisa melupakan Aira. Setelah mendengar cerita dari Una, Karin merasa sangat sedih membayangkan perasaan Una. Dia langsung memeluk Una lagi dan menepuk-nepuk bahu Una.

"Una, kamu kenapa kuat sekali sih. Aku dengan bodohnya hampir membencimu tanpa alasan hanya karena hasutan jalang sialan itu," ucap Karin dengan geram karena kelakuan Aira yang sangat tidak baik, dan tak dia sangka.

"Huss Karin tidak boleh bicara seperti itu," ucap Una.

"Dan sekarang pak Samir dengan bodohnya mau menceraikanmu, hanya karena tidak bisa melupakan kak Aira? gila apa dia? atas apa yang telah kamu korbankan untuk dia," ucap Karin geram.

"Karena Amir anaknya," ucap Una.

"Ha? Amir anak pak Samir? kamu tau dari mana?" tanya Karin.

"Kak Aira yang mengatakannya," ucap Una.

"Wah benar-benar munafik Aira itu! Una kamu jangan percaya, itu bukan anak pak Samir. Dia pernah bercerita dengan sedihnya kalau dia itu diperkosa tengah malam saat menunggu pacarnya, dan hamil lah Amir,orangtuanya saja mengusirnya karena hal itu. Di daerah kami juga tidak mau menerima perempuan tidak jelas dengan keadaan hamil tanpa suami, tapi dia menjelaskan kalau menjadi korban diperkosa. Waktu itu sepertinya dia mengatakan dengan jujur, untuk mengambil simpati kami." ucap Karin.

"Apa ini memori yang terbuang oleh mas Samir ya," ucap Una.

"Memori terbuang?" tanya Karin.

"Iya, ada beberapa memori yang terbuang, karena terlalu menyakitkan. Tetapi mas Samir tidak bisa mengingatnya, sedangkan kak Aira sudah mengklaim bahwa ayah dari Amir adalah mas Samir." ucap Una.

"Gila! tidak bisa dibiarkan ini, sebelum rumah tangga kalian hancur. Ayo Una kita temui dia." ucap Karin berdiri menarik tangan Una untuk pergi, namun Una mengeleng.

"Tidak Karin aku tidak bisa pergi tanpa izin suamiku, dan aku sedang hamil. Aku tidak ingin anakku bersedih jika harus bertengkar bersama kak Aira." ucap Una.

"Apa? Hamil? AHHHHH," teriak Karin dengan sangat senangnya sambil memeluk perut Una, karena teriak terlalu besar membuat Farhan di luar sana mendengar teriakanya.

 Badai Mantan Dalam Rumahtanggaku(END)Where stories live. Discover now