Sedikit Berani

10K 888 5
                                    

"Iya, istri sebaik itu gimana gak jatuh cinta," ucap Rosa.

"Dokter paling tau, kalau aku tidak ada rasa cinta lagi,"

"Yakin? kita lihat saja selama tiga bulan ini,"

"Sekarang aku minta obat aja dulu,"

"Tapi berjanjilah untuk segera terapi," ucap Rosa memberikan obat.

"Lihat saja nanti," jawab Samir langsung pergi.

Sementara itu Una masih menikmati berjalan, sambil melihat hal-hal yang ada di luar.

Cyittt

Tiba-tiba ada mobil yang mengerem sangat mendadak sampai dia menabrakan mobilnya ke pohon, untuk menghindari menabrak kucing yang mendadak lari ke jalanan. Una langsung terkejut melihat kejadian ini didepan matanya, saat dia mau menghampiri, langkahnya terhenti melihat pengendara mobil itu keluar dengan sangat khawatir melihat kondisi kucing tersebut dan memeluknya, dia terlihat sangat khawatir dengan kucing yang hampir tertabrak padahal keadaan kucing itu baik-baik saja.

"Kak Farhan ternyata baik banget," gumam Una tersenyum melihat laki-laki yang turun tersebut ternyata Farhan.

"Kucingnya gapapa?" tanya Una menghampiri Farhan.

"Loh ada Una,"

"Kak Farhan itu dikepalanya," ucap Una menunjuk kepala Farhan yang ternyata berdarah.

"Aduh berdarah ya," jawab Farhan memegangi kepalanya.

"Ke rumah sakit lah kak, biar segera diobati."

"Luka kecil doang gapapa, bisa aku obati sendiri."

"Hmm Una bantuin mau?" tanya Una.

"Boleh,"

"Ada kotak p3k dimobil?" tanya Una.

"Ada, ambil aja."

Una masuk ke mobil Farhan dan mengambil kotak p3k tersebut, sedangkan Farhan duduk di kursi tepi jalan.

"Maaf ya, Una obati dulu." ucap Una mulai mengobati Farhan dengan serius, kesempatan ini tidak ingin Farhan lewatkan, dia bisa menatap Una dengan jarak sedekat itu mana mungkin dia abaikan, dia beberapa kali tersenyum saat melihat Una fokus mengobati lukanya.

'Kalau gini jadi pengen terluka terus biar Una lupa jarak diantara kita.' batin Farhan sambil tersenyum.

"Udah nih, hati-hati ya kak." ucap Una.

"Kamu habis darimana memangnya? ngapain disini?" tanya Farhan.

"Tadi mampir ke apotek sih," jawab Una.

"Sekarang mau pulang? aku anter aja gimana?"

"Sudah tau jawabannya kan," ucap Una tersenyum lalu berdiri dari kursinya.

"Una duluan ya," pamit Una dengan sopan.

Farhan tidak bisa memaksa lagi, karena dia tau Una  tidak akan mau berduaan di dalam mobil bersamanya karena bukan mahram.

Una memilih memesan taksi online kerumahnya. Saat sampai di rumahnya terlihat ada mobil yang asing parkir di depan rumahnya, bahkan mobil Samir belum ada di rumah.

Keluarlah orang yang ada di dalam mobil melihat Una.

"Kak Shiren," ucap Una, ternyata Shiren yang datang.

"Una, dari tadi neleponin Samir ngga di angkat, kalian dari mana aja?" tanya Shiren terlihat sangat panik.

"Mas, mungkin lagi di jalan pulak kak ada apa ya?"

"Gini Una, kakak mau nitip Humaira satu hari aja sama kalian besok hari minggu, kalian ngga ada jadwal kan? kakak sama suami ada hal mendesak dan harus berangkat ke palembang sekarang, bayi ngga boleh dibawa, mau nitip ke ummi tapi ummi lagi ngga enak badan, mau nitip ke mertua kan jauh. Jadi gapapa ya mba nitip ke kalian aja? ini kan ponakan kalian juga," ucap  Shiren.

Una terlihat bingung dan dia juga tidak bisa untuk menolak juga karena rasa tidak enakan.

"Bisa ya Una, kan sekalian kalian belajar juga ngasuh anak, Humaira ngga rewel kok ini semua perlengkapan lengkap kakak siapin, tolong banget Una." pinta Shiren sangat memohon mana mungkin Una menolak.

"Iya kak, bisa kok." jawab Una.

"Makasih banyak Una, ini Humairanya dan ini perlengkapannya, kalau ada apa-apa telepon aja ya, kakak pergi sekarang." ucap Shiren langsung menyerahkan anaknya dan tas besar perlengkapan Humaira.

"Hati-hati ya kak," ucap Una melihat kepergian Shiren, lalu dia menatap Humaira yang tertidur digendongannya.

"Semoga kamu memang tidak rewel seperti apa yang mama kamu bilang ya manis," ucap Una sambil mengelus kepala Humaira lalu dia membawanya masuk ke rumah.

Karena Humaira masih tidur, Una meletakan Humaira dengan sangat perlahan di ranjangnya agar tidak terbangun, saat sudah diletakan Humaira masih melanjutkan tidurnya. Lalu Una menganti bajunya yang lebih nyaman, selesai menganti baju Humaira langsung bangun menangis, dia langsung mengendong dan menepuk-nepuk pelan Humaira agar tidur kembali tapi entaj kenapa dia malah semakin menangis, kebetulan Samir baru saja masuk rumah dan mendengar suara bayi terdengar jelas dari kamar Una.

"Telingaku tidak salahkan, itu suara bayi dari kamar Una?" ucap Samir langsung melangkah menuju kamar Una dan langsung membukanya. Dia terkejut melihat Humaira digendong oleh Una.

"Mas," ucap Una melihat Samir membuka pintu, seolah dia meminta tolong cara menenagkan Humaira.

Samir masuk ke kamar Una, dan mengambil Humaira dari gendongan Una.

"Kenapa dia ada disini?" tanya Samir.

"Nanti Una jelasin, sekarang kayanya Humaira haus Una mau buat susu ngga bisa tadi sendirian, Una buat susu dulu ya mas jagain Humairanya." ucap Una ke dapur membutkan susu untuk Humaira.

Sementara Humaira semakin menjadi-jadi nangisnya, membuat Samir juga kebingungan, untung saja dia sudah meminum obatnya. Kalau belum dia bisa saja emosi kepada bayi yang rewel ini.

Saat membuat susu, Una mendengar Humaira nangisnya semakin keras dia langsung ingat, takut Samir terpancing emosi dia pun langsung bergegas ke kamar karena khawatir, saat masuk ke kamar dia melihat Humaira masih digendong oleh Samir.

"Syukurlah," batin Una dia langsung mengendong Humaira dan memberikan susu, alhamdulillahnya Humaira langsung tenang.

Mereka duduk diranjang sambil fokus melihat Humaira yang sudah tenang, tapi secara diam-diam Samir juga fokus memandangi Una, karena ini kali pertama dia melihat Una tanpa hijab.

"Mas matanya sedikit mirip sama mas ya," ucap Una melihat ke arah Samir, saat itulah mereka beradu pandang, Una agak sedikit terkejut karena tak disangka Samir melihat kearahnya, Samir juga langsung tidak enak dan langsung jadi salah tingkah.

"Ehm, jadi kenapa Humaira ada disini?" tanya Samir mengalihkan.

"Kak shiren ada urusan mendesak sama suaminya harus berangkat keluar kota dan bayi ngga boleh dibawa, mau dititip ke ummi tapi ummi lagi ngga enak badan, jadi dititip ke kita." jelas Una.

"Urusan apa sampai ngga boleh bawa bayi," gumam Samir sepertinya dia tidak terima kakaknya menitipkan Humaira.

"Humaira biar saya saja yang urus," ucap Samir meminta Humaira dari gendongan Una.

"Kita bisa urus sama-sama," ucap Una ragu mau membiarkan Humaira bersama Samir.

"Humaira ponakan saya, tanggung jawab saya untuk menjaganya bukan kamu," ucap Samir.

Una melihat ke Humaira, dia tidak tega kalau nanti bayi manis ini membuat Samir marah, dia melihat sangat dalam kepada Humaira, dan dia tidak tega. Dengan mengumpulkan keberanian, kali ini dia mencoba untuk tidak sependapat dengan Samir.

"Tapi bukannya Una ini istri mas Samir? yang artinya ponakan mas, itu ponakan Una juga." jawab Una.

 Badai Mantan Dalam Rumahtanggaku(END)Where stories live. Discover now