Serba Salah

9.2K 897 34
                                    

Samir bangkit secara mendadak dengan keringat yang bercucuran dari tubuhnya, wajah yang masih pucat.

"A-Aira siapa mas?" tanya Una.

Samir baru sadar ada Una disebelahnya yang sedang memegangi kompresan, dia menutup matanya dengan satu tangannya. Tak diduga Samir ternyata menangis, dia benar-benar merindukan Aira yang selama ini dengan susah payah ingin dia lupakan.

Melihat suaminya yang terisak menangis begitu sedihnya, hati Una yang begitu lembut ikut sedih juga walau sebenarnya dia tidak tau kalau sekarang suaminya sedang menangisi mantan kekasihnya. Una perlahan mengeser duduknya mendekat kepada Samir dan memberanikan memeluk Samir untuk menenangkannya.

"Yang sabar ya mas," ucap Una mengusap pungung Samir.

Samir tidak menolak pelukan dari Una, dia menerima pelukan hangat Una tapi dirinya sendiri sedang menangisi kepergian kekasihnya, bukankah  Samir terlalu kejam kepada istrinya.

Samir melepas pelukannya dan melihat jam sudah menunjukan pukul setengah 5 subuh.

"Una kamu belum tidur?" tanya Samir memecah suasana hening mereka.

"Panas ditubuh mas belum turun, Una jadi tidak bisa tidur." jawabnya dengan jujur.

"YaAllah kamu besok pagi harus ngampus kenapa ngga tidur," ucap Samir.

"Gapapa tadi juga ada tertidur sebentar, mas gimana? mau makan atau minum susu aja? kepalanya masih pusing ngga?" tanya Una begitu khawatirnya.

Samir tak menjawab pertanyaan-pertanyaan dari Una, dia menatap dalam kepada Una yang sangat mengkhawatirkannya.

"Apa dia benar-benar mengkhawatirkanku? atau dia hanya mengkasihani aku sebagai laki-laki yang penyakitan," batin Samir sembari menatap kepada Una.

"Gawat, sepertinya mas Samir tersingung lagi ya karena aku berlebihan mengurusnya, kok diam saja sih. Aku salah lagi ya?" batin Una merasa khawatir karena melihat Samir diam saja tidak menjawab pertanyaanya.

"Saya lapar," jawab Samir langsung ingin turun dari ranjangnya namun saat menapak ke lantai dia langsung merintih kesakitan karena telapak kakinya yang terluka.

"Aduh," rintih Samir.

"Mas, jangan gerak dulu kakinya luka parah loh karena kaca yang mas injak tadi."ucap Una memgingatkan Samir tentang apa yang dia lakukan tadi, saat emosinya tak terkontrol.

"Astaghfirullahaladzim, apa kamu terluka karena saya?" tanya Samir.

"Ngga kok, Una ambil makanan dulu ya mas tunggu aja disini." ucap Una keluar kamar untuk membuat makanan.

Saat memasak bubur, Una terpikir dengan apa yang dia dengar dan dia lihat dari Samir yang mengigau saat tidur, karena Samir saat bermimpi tadi, dia juga berbicara dalam tidurnya yang tentu saja di dengar oleh Una.

"Aira? itu jelas sekali nama perempuan kan? aku juga dengar mas mengingau meminta maaf kepada perempuan itu, siapa sebenarnya Aira? apa mas Samir pernah pacaran ya, semakin lama ada saja yang terbongkar. Aku merasa perkenalan kita melalui Taaruf benar-benar tidak lengkap, aku mengatakan semuanya kepada pihak keluarga mas Samir, tapi keluarga mas Samir ternyata menutupi beberapa fakta dari mas, mulai dari penyakitnya dan sekarang perempuan? siapa  perempuan itu, pacarnya? atau mantan kekasih? atau istri? hmm pikiranku jadi kacau sekali kalau sudah menyebut perempuan lain atau karena efek mendengar cerita kak Shiren tadi, tapi sebagai istri aku wajar kan curiga?" pikir Una sambil membuat makanan bubur untuk Samir.

Setelah selesai masak, dia masuk ke dalam kamar  Samir.

Una duduk disebelah Samir dan berniat untuk menyuapinya, tapi Samir menahan tangan Una untuk tidak menyuapinya.

"Saya bisa sendiri," ucap Samir mengambil sendok dan mangkok itu dengan tangan yang masih gemetaran, Una yang melihat itu tentu saja tidak tega, dan langsung inisiatif mengamb mangkok itu untuk membantu Samir.

"Saya bisa," ucap Samir lagi.

"Masih gemetaran seperti itu gapapa ya Una bantu," ucap Una dengan lembut.

"Kalau kamu bantu saya terus seperti ini saya jadi bingung untuk membalasnya seperti apa, kamu sudah banyak sekali membantu saya," ucap Samir.

"Ini memang sudah tugas sebagai istri, kenapa harus memikirkan cara membalasnya," ucap Una.

"Antara tugas atau memang hanya kasihan," ucap Samir ketus.

Mendengar pernyataan Samir, Una langsung menarik nafas menahan rasa kesalnya, karena Samir bukannya berterima kasih tapi malah mengira yang tidak- tidak, lama-lama Una juga bisa merasa kesal kalau selalu salah dimata Samir, apa yang Una lakukan selalu saja salah, berbuat baik salah, mengurusi suami juga salah semua serba Salah. Rasa kesal itu sekarang menumpuk dihati Una.

Una meletakan mangkok bubur Samir dimeja kecil yang ada disebelah ranjang Samir dengan sedikit membantingnya, agak sedikit membuat Samir terkejut, tak biasanya dia melihat Una membanting barang.

"Sepertinya Una sudah menganggu, kalau gitu Una balik ke kamar." ucap Una langsung keluar dari kamar suaminya.

Saat masuk ke kamar Una langsung berwudhu untuk meredam rasa kesalnya, setelah itu dia merebahkan tubuhnya di ranjang dan lanjut overthiking.

"Ibu, aku pikir pernikahan itu sangat indah dan mudah untuk dijalani. Tapi nyatanya pernikahan itu sangat berat, atau aku yang belum mampu menghadapinya. Apa yang sudah aku pelajari sudah aku terapkan kepada suamiku, tapi dia benar-benar seolah tidak membutuhkanku, aku bisa mengerti kalau dia mengabaikanku, tapi kalau apa yang aku lakukan selalu salah, rasanya aku sebagai perempuan punya hati juga, terus menerus disalahkan aku juga merasa sedih. Sebenarnya mas Samir pernah gak sih menganggap aku sebagai istrinya? aku saja setiap bicara kepadanya selalu hati-hati takut menyingung perasaanya, tidak ingin bertengkar dengannya dan aku memilih diam.  Dia pernah ngga melakukan hal-hal seperti itu untuk menghargaiku sebagai istri sekali saja dia pernah tidak memikirkan perasaanku sebagai istri dan perempuan," keluh Unaza sembil menangis diatas bantalnya, karena ini hari pertamanya haid Una memang menjadi lebih sensitif.

Masih ada waktu satu jam untuk Una beristirahat sebelum pergi kuliah, dia pun memilih untuk tidur sebentar dan memasang alram sangat besar agar bisa membangunkannya nanti.

Tak terasa sudah berlalu satu jam Una langsung terbangun dari tidurnya dan buru-buru mandi, saat berkaca betapa terkejutnya Una melihat matanya yang masih merah, dan ada lingkaran panda dimatanya.

"Serem banget ini mata," gumam Una langsung mandi dan bersiap.

Karena tangan Una sudah pulih, dia memberi tahu Farhan kalau hari ini Una akan membawakan makanan untuknya. Dia pun melangkah ke dapur dan mulai memilih bahan makanan yang akan dia masak, terpacar wajah cerah dari Una dia masak dengan hati yang sangat senang dan bersemangat.

"Hm coba menu ini kali ya, kemarin kata kak Farhan dia suka banget makan sushi. aku belum pernah membuatnya dan ini pertama kalinya khusus untuk kak Farhan, soalnya aku senang sekali setiap melihat dia selalu menghabiskan masakanku, dan mengkritik masakanku yang kurang enak, hanya dia yang mau." ucap Una dengan senangnya, namun senyumannya langsung hilang saat Samir datang dan bicara kepadanya.

"Kalau sudah siap nanti, panggil saja biar saya antar." ucap Samir

"Ngga usah mas, istirahat saja di rumah kan masih sakit." ucap Una.

"Lalu? kamu mau pergi kesana menggunakan apa? taksi online?" tanya Samir.

Una menutup kotak bekal dengan senyum yang bahagia sekali lalu baru menjawab pertanyaan Samir.

"Hm taksi online ya? ngga sih, Una ada yang jemput kok, tenang saja mas istirahat saja." ucap Una.

PIP PIP

Terdengar klakson dari luar, Una dan Samir saling melihat.

"Oh sepertinya sudah datang, Una pergi dulu." ucap Una namun Samir langsung menahan lengannya melihat dua box makanan yang Una bawa mengingatkannya kepada Farhan yang selalu Una bawakan makanan.

"Kamu di jemput oleh siapa?" tanya Samir dengan wajah yang serius membuat senyum diwajah Una sirna.



ADA BAIKNYA SETELAH MEMBACA JANGAN LUPA BERIKAN VOTE DAN KOMENTARNYA SEBAGAI SUPPORT YA 💜🥰

 Badai Mantan Dalam Rumahtanggaku(END)Onde as histórias ganham vida. Descobre agora