Tidak Tepat

8.3K 867 45
                                    

Una menutup matanya dengan kedua telapak tangannya, dia benar-benar takut untuk melihat keluar, karena kecelakaan terjadi didepan matanya, walau jarak yang tidak terlalu dekat tetapi mereka dapat melihat dengan jelas, Samir melajukan mobilnya perlahan mendekati lokasi terjadinya kecelakaan yang sudah mulai ramai oleh warga. Samir pun bergegas melepas sabuk pengamannya ingin segera turun untuk menolong dan memastikan korban kecelakaan salah satunya adalah dokter Rosa, namun entah kenapa Una menahannya.

"Jangan mas, kondisi mas sekarang baru saja pulih harus benar-benar dijaga." ucap Una khawatir pasalnya suaminya baru saja keluar dari rumah sakit, takut terjadi apa-apa.

"Sebentar saja, kita harus menolong apa yang bisa kita bantu. Dan kemungkinan korban kecelakaan adalah dokter Rosa." jawab Samir.

Samir pun turun dari mobil yang ternyata juga diikuti oleh Una.

"Kamu kok turun juga? didalam aja." ucap Samir kepada Una.

"Kalau mas turun, Una juga turun. Kita lihat bersama-sama." ucap Una, padahal di dalam hatinya dia sangat takut melihat darah dan kecelakaan seperti itu, bahkan raut wajah takutnya diketahui oleh Samir. Melihat itu dia langsung meraih tangan Una dan digandengnya, lalu melangkah ke lokasi. Una hanya menunduk dan menutup matanya dengan telapak tangannya karena memang tidak berani melihat kondisi korban kecelakaan.Samir mengeser beberapa orang yang menutupi korban, dan ternyata benar salah satu korban kecelakaan ada dokter Rosa yang sudah tidak sadarkan diri dengan luka yang cukup parah.

"Ya Allah dokter Rosa," ucap Samir membuat Una yang menutup wajahnya perlahan menurunkan tangannya dan membuka matanya perlahan untuk melihat, dan terlihatlah Rosa  dengan darah yang berlumuran di tubuhnya, Una langsung membalikan tubuhnya karena tidak sanggup untuk melihatnya. Ada warga yang sudah menghubungi polisi dan ambulans, beruntung dengan cepat polisi dan ambulans datang, korban langsung dibawa.

"Kita juga harus ke rumah sakit." ucap Samir bergegas menarik Una masui ke dalam mobil. Dia terlihat sangat panik, istrinya menurut saja sampai saat Samir ingin melajukan mobilnya, Una memeganggi lengan Samir untuk menghentikan tindakan suaminya yang terlihat tergesa-gesa. Samir menoleh kepada Una, dan melihat istrinya menggeleng perlahan.

"Una tau mas pasti sangat khawatir dengan kondisi dokter Rosa, tapi mas lupa kalau harus mengkhawatirkan diri kita sendiri juga, mas baru keluar loh dari sana. Kita pulang dulu ya ke rumah, istirahat sebentar dan melakukan kewajiban kita ke kampus, setelah itu baru kita mengunjungi rumah sakit ya mas." ucap Una dengan suara lembutnya agar tidak membuat Samir menolak atau memancing amarahnya, Una memang selalu tetap berhati-hati tidak ingin memancing emosi suaminya.

"Una terima kasih, selalu mengkhawatirkan saya yang bahkan saya sendiri tidak pernah peduli dengan kondisi saya." ucap Samir, yang disambut senyum lembut Una. Samir pun menuruti ucapan Una dan melajukan mobilnya jalan pulang.

Una memandangi kaca mobil memperhatikan jalanan, tetapi pikirannya teringat masa kecilnya. Ada alasan kenapa dia begitu berusaha keras mempertahankan rumah tangganya, walaupun awalnya Samir bahkan menolaknya, cuek, kasar, pemarah  bahkan tidak mencintainya dan tau suaminya masih mencintai mantan kekasihnya. Tapi tidak pernah terbesit dipikiran Una untuk bercerai. Dia tau pahitnya hancur rumah tangga orang tuanya, sanksi sosial yang diterima oleh ibu dan dirinya dulu saat percerain orangtuanya sangat melukai hati Una. Karena itu dia sangat selektif memilih suami, tidak ingin ada perceraian di dalam rumah tangganya seperti orangtuanya dulu, dia memang menanamkan rasa sabar yang luar biasa agar tidak gegabah di dalam rumah tangganya. Mengatasi Samir dalam kurang dan lebihnya Una masih bisa bertahan, tapi ketika hadir orang ketiga Una mulai gelisah dan tidak menemukan cara seperti apa yang tepat untuk menjaga rumah tangganya.

"Pertanda apa sebenarnya ini, fakta apa yang ada di dokter Rosa yang sangat penting untuk mas Samir, bahkan sedikit lagi kita semua akan tau fakta tersebut tapi tak terduganya ada musibah ini. Kalau boleh jujur aku juga belum siap melihat dan menerima fakta tersebut, kalau memang ternyata suamiku mempunyai anak dari perempuan lain. Ya Allah hilangkanlah rasa egois ini, aku masih tidak bisa menerima hal tersebut.Aku memang tidak mempelajari cara agar bisa menerima anak dari suami, karena tak pernah terpikirkan olehku menikahi laki-laki yang sudah mempunyai anak. Mimpiku ya mempunyai anak bersama dengan suamiku, bukan melihat anaknya dengan perempuan lain, aku benar-benar sangat keberatan." batin Una.

Sampai di rumah, mereka masuk ke kamar masing-masing untuk merapikan diri, karena setelah itu mereka akan ke kampus.Mereka pun sudah sampai di kampus.

"Kalau sudah selesai langsung hubungi saya," ucap Samir sebelum Una turun dari mobil.

"Mas juga kalau ada apa-apa langsung hubungi Una ya." ucap Una tak lupa dengan senyum lembutnya, lalu langsung turun dari mobil.

"Ternyata istri yang tepat memang bisa menjadi penyejuk hati," gumam Samir yang dari tadi merasa tenang bersama dengan Una, padahal otaknya mau pecah memikirkan kondisi dokter Rosa. Dia kembali merasa bersalah, karena ingin bertemu dengannya dokter Rosa mengalami kecelakaan pikirannya yang kacau.

Beberapa jam setelah itu, Una sudah selesai. Dia tau kalau Samir masih mengajar, dia pun melewati kelas yang Samir ajar, memperhatikan suaminya yang mengajar dengan serius. Bahkan karena sangat fokus, Samir tidak menyadari kalau ada Una dari luar memperhatikannya.

"Aku selalu merasa mas Samir sangat berkharisma kalau sedang mengajar." batin Una sambil mengukir senyum. Tak lama kemudian ternyata kelas yang diajar oleh Samir telah selesai, satu persatu mahasiswa mulai keluar. Sedangkan Samir masih merapikan laptopnya, setelah selesai memasukan barangnya ke dalam tas dia melangkah keluar, dan sedikit terkejut melihat Una yang sudah ada di depan kelas.

"Kamu sudah nunggu dari tadi?" tanya Samir.

"Ngga kok, baru juga datang." jawab Una.

"Kita langsung ke rumah sakit ya," ucap Samir sambil mereka berjalan ke parkiran, namun tidak di respon oleh Una sampai mereka masuk ke dalam mobil, sebelum melajukan mobilnya Samir bertanya lagi kepada Una untuk memastikan.

"Kok ngga dijawab? mau kan kita langsung ke rumah sakit?" tanya Samir.

"Hm,mas bisa kan nanti aja kita kesana? maksud Una kita gak harus terburu-buru harus hari ini juga kesana. Bahkan kita saja belum makan siang kan?" ucap Una, ternyata dia memang tidak setuju harus hari ini juga ke rumah sakit untuk melihat dokter Rosa, selain itu di rumah sakit itu juga masih ada Aira dan anaknya, sudah bagus hari ini Samir mau keluar dari rumah sakit, yang berarti pertemuan antara Aira dan Samir semakin sempit, kalau datang lagi kesana sama saja membuka peluang untuk mereka saling bertemu, pikir Una.

"Una jangan bilang ini tindakan cemburu kamu? dari tadi kamu selalu melarang saya untuk melihat dokter Rosa, kamu ngerti kan seberapa penting informasi dari dokter Rosa untuk kita, ngga tepat kalau kamu mau cemburu sekarang," ucap Samir.

"Una sama sekali tidak cemburu mas tapi," belum sempat Una menyelesaikan ucapannya langsung dipotong oleh Samir.

"Kamu mungkin tidak merasa dokter Rosa penting,dia kecelakaan itu karena saya. Saya yang memintanya untuk bertemu dan meneleponnya saat itulah terjadi kecelakaan, dan sekarang kamu suruh saya untuk mengabaikannya?" ucap Samir mulai dengan nada tinggi.

 Badai Mantan Dalam Rumahtanggaku(END)Where stories live. Discover now