~Adreil Ferupsea~

361 9 0
                                    

Adreil tersenyum, semua persiapan yang dirinya rencanakan sudah siap. Sekarang saatnya memberi pertunjukan.

Dirinya memasuki mansion ayahnya dengan ke-2 anak buahnya di belakang mengikuti, Agung dan Firman. Sedangkan Arik tengah menyiap kan sesuatu sesuai perintah Adreil.

Diki ikut dengan Vano untuk mencari dan membawa Elisa dan Aurenia. Semuanya sudah Adreil pikirkan matang-matang.

"Erlan!" teriak Adreil dengan kepala menelisik sekitar.

Huh, bahkan Adreil mulai tidak sudi menyebut Erlan dengan sebutan ayah lagi.

Di sana Erlan mendengar ada yang memanggilnya, dia mengerutkan keningnya. Sepertinya Erlan mengenal suara itu, suara dengan teriakan yang tidak sopan memanggilnya.

Ia keluar dari rung kerjanya, hari ini tidak masuk kantor memang sengaja. Sebab katanya Adreil putranya ingin membicarakan hal penting.

"El?" panggilnya dengan mata menatap Adreil heran. Erlan menuruni tangga untuk mendekatinya.

"Keluar juga."

Punggung tangan Erlan terangsur ke arah Adreil, sedangkan laki-laki yang tak lain anaknya duduk menghiraukan.

"El?"

"Gak sudi gue megang tangan lo yang menjijikkan!" katanya pelan.

Erlan mendengarnya dan menatap Adreil dengan wajah yang memerah.

"Kamu berani mengatakan itu sama, Ayah?!"

Adreil mendongak menatap Erlan yang berdiri di depan sofa, ia mengangkat alis kanannya dilanjut dengan senyuman.

"Kenapa gu ... ekhem! aku gak berani, huh?"

Beberapa bodygard Erlan berdatangan bahkan sudah ada yang berjaga saat Adreil memanggil tuannya tak sopan. Mereka berjaga, perilaku Adreil seperti tidak beres.

"Dasar anak tidak tahu sopan santun!" kata Adreil yang mulai geram, Erlan tidak suka siapapun berprilaku berani dengannya bahkan termasuk putra kesayangannya sekali pun. Erlan tidak suka.

Adreil memerintah Firman mendekat. "Nyalain tv," ucapnya yang mampu di dengar Erlan.

Firman mengangguk dan kembali membungkuk hormat saat akan mewujudkan titah Adreil.

Setelah mengirim File ke tv layar datar milik Erlan, Firman mulai menyalakannya dan meng klik File yang dirinya kirim.

"Mari kita lihat, apa setelah ini, Tuan Erlan yang terhormat akan melakukan apa."

Diam, Erlan mulai duduk dengan gerakan tubuh sedang mengontrol emosinya. Jangan sampai karena ini Adreil membencinya dan semua rencana dan harapan yang ia impikan gagal.

Sesuatu yang mereka tunggu mucul di sana sebuat gambar percakapan antara Erlan dan anak buah kepercayaannya yaitu Redi terpampang jelas termasuk beberapa video yang sempat membuat Adreil naik pitam ketika di sana terlihat bundanya menangisi Aurenia yang menggigil karena sakit. Laki-laki biadab yang tak lain ayahnya itu, seperti menyiksa Elisa dan Aurenia. Bukan seperti, tetapi memang menyiksanya. Erlan melotot.

"Terkejut, huh?"

Adreil terkekeh. "Lo pikir gue bodoh? Jangan lupa setiap apa yang lo inginkan selalau bisa gue wujudkan, bukan begitu Tuan Erlan yang terhormat?!"

Erlan diam, dirinya berusaha tenang. Harus tenang karena hampir semua impiannya terwujud dengan ketenangannya.

"El, percaya sama ayah! Bisa aja, iya! Bisa aja itu emang rencana orang lain untuk menggapai sesuatu yang mereka inginkan dari kita."

ADREIL {END}حيث تعيش القصص. اكتشف الآن