~Adreil Ferupsea~

248 9 0
                                    

Adreil akhir-akhir ini fokus dengan pekerjaan kantornya dan bisnis lainnya yang ditugaskan meng-handle separuh bisnis Erlan. Kinerjanya selama dua bulan terakhir membuahkan hasil yang sangat luar biasa, hingga dirinya diberikan kepercayaan secepat ini oleh Erlan. Kepintaran dalam bisnis sama persis dengan ayahnya dulu hingga sekarang, Adreil anak satu-satunya yang diharapkan Erlan. Lelaki paruh baya itu ingin Adreil sepertinya dan meneruskan apa yang dia perjuangkan.

Hal yang Erlan harapkan terlaksanakan, kini anaknya bisa dikatakan hebat dan sukses dalam berbisnis di usia 17 tahun dan itu pun masih kelas 11 SMA. Banyak perusahaan kecil bahkan besar ikut bergabung dengannya, bukan dengan perusahaan pusat lagi yang mereka inginkan agar usaha mereka berjalan cepat. Tetapi, perusahaan cabang yang Adreil kendalikan hampir menyaingi perusahaan pusat yang dikendalikan ayahnya.

Adreil akan mewujudkan apa yang Erlan mau, dirinya bertekad akan menguasai semua yang ayahnya punya dalam kurung waktu satu tahun, itu tekadnya bukan janjinya. Tentu dirinya akan berusaha agar apa yang ada dalam pikirannya terwujudkan.

"Ya, masuk!" Perintah Adreil ketika mendengar pintu ruangannya di ketuk dari luar.

Adreil melirik Vano sekilas.

Tangan kanannya membungkuk hormat setelah meletakan seragam sekolah tuan-nya.

Kesibukkan Adreil membuat dirinya pergi ke sekolahan setelah urusan kantornya selesai, jangan ditanya soal ketertinggalannya selama ia telat masuk atau jarang masuk jam pelajaran. Otaknya memang sudah ditakdir kan pintar, tidak hanya sukses dalam bisnis dirinya juga masih bisa meraih peringkatnya yang pertama di sekolahan, bahkan tidak pernah tergeser sedikit pun.

"Seragam saya taruh di sini, Tuan."

"Oke," balasnya.

Adreil menutup laptopnya dan berjalan mendekati seragam sekolah yang Vano gantungkan di samping sofa.

"Gue ingin lo belajar bisnis," titahnya, hingga membuat Vano mengangkat alisnya bingung.

"Maaf, Tuan kalau saya lancang. Tapi maksudnya gimana?" Vano tetap membungkuk.

Gerakan Adreil mengaitkan kancing seragam bagian bawahnya terhenti, dirinya menoleh.
 
"Lo kalau malem gue kasih waktu luang dan waktu itu lo gunain buat belajar bisnis, nanti gue akan suruh orang buat ajarin lo. Paham?"

Vano mengangguk.

Seragamnya sudah rapih, Adreil menoleh. "Tas gue mana?"

"Ada di mobil, Tuan."

Adreil mengangguk dan kembali bertanya. "Motor gue udah di depan kan?"

Vano mengangguk lagi. "Sudah, Tuan. Sesuai perintah."

Mereka berjalan menuju lantai bawah parkiran. Adreil berada di depan dan Vano tentu berada di belakang, menjaga tuan-nya.

"Felisya dan Bubu aman?"

Vano lagi-lagi mengangguk.

"Sudah saya antar ke sekolah dan soal sarapan keduanya itu tepat waktu dan makan dengan lahap, sesuai perintah." Kali ini perkataan Vano mulai panjang lebar dan membuat Adreil kembali mengangguk lagi.

"Bagus, gaji lo gue naikin 5x lipat bulan ini!"

Vano menatap Adreil dan tersenyum tipis dirinya membungkuk dan mengucapkan terima kasih berulang kali.

Firman—anak buah Vano dan termasuk salah satu orang suruhan Adreil menyerahkan tas sekolah Adreil dengan sopan.

"Gue cuma ingin lo, Van. Bisa handle saat gue gak bisa handle perusahaan dan bisnis lain," katanya.

ADREIL {END}Where stories live. Discover now