~Adreil Ferupsea~

270 8 0
                                    

Rednal mendudukkan bokongnya di sofa, ia menghela nafasnya. Ibu kota sangat padat hingga membuat para pengendara macet di tengah jalan bahkan saat Rednal telah pulang mengantar kakaknya seorang diri ke yayasan tempat rehabilitasi narkoba dan itu di waktu sore, tapi tetap saja ada kemacetan. Seperti biasa mami-nya tidak bisa ikut karna ada urusan—selalu seperti itu—tidak pernah berubah meski telah menghadapi hal sulit kemarin—Rednal kembali menghela nafasnya.

"Jangan harap Nal, lo gak akan pernah ngerasain yang namanya kehangatan keluarga lagi setelah 7 tahun yang lalu. Saat di mana kedua orang tua lo sendiri mulai gak peduli sama anaknya." Rednal hanya tersenyum miris.

Beginilah Rednal, dia bawaannya kalem, tidak pernah menunjukan emosi  dan sedih sekali pun di hadapan semua orang bahkan sahabat dan keluarganya. Karna dirinya tidak mau orang lain mengetahui kalau sebenarnya dirinya lemah, Rednal tidak ingin mereka tahu. Biarlah mereka mengetahui sisi dirinya yang baik-baik saja. Meski nyatanya tidak.

Nyatanya tidak semua orang yang ceria, tidak memiliki masalah apalagi terlihat baik-baik saja.

"Makanya kamu tuh didik anak yang bener! Jangan malah buat saya repot!"

"Mas, kamu juga orang tuanya!"

Andre menatap ke arah putrinya yang baru datang. "Mamih, Papih?"

"Dasar merepotkan, kalo gini saya lebih baik gak punya anak!"

Rednal memejamkan matanya, kata-kata itu terus terlintas dalam pikirannya bahkan masih teringat sampai saat ini. Rednal kecil tidak paham apa maksudnya dari ucapan itu yang jelas saat itu hatinya sakit terutama saat melihat kedua orang tuannya mulai tidak peduli, semakin perusahaan Malik Crop meningkat dirinya tidak pernah kembali menemukan sosok keluarga yang hangat kecuali laki-laki paruh baya yang saat ini sangat ia sayangi. Rednal tersenyum ia janji akan melakukan apapun agar membuat malaikatnya bangga terhadapnya.

Di lain tempat, Adreil termenung. Kata-kata itu terus terlintas dalam pikirannya.

"Gue gak tau kejadian yang dulu terjadi sama lo, tapi kenapa lo gak berusaha cari tahu lagi kenapa mereka lakuin itu? Gak mungkin mereka kayak gitu tanpa adanya sebab, lo cari tahu itu Dreil setelahnya lo bisa ambil kesimpulan apa yang harus lo lakuin setelahnya."

Felisya, gadis yang terus terlintas dalam pikirannya saat ini.

"Gue harus cari tahu?"

Adreil bertanya pada dirinya sendiri seakan apa yang Felisya katakan memang ada benarnya.

Adreil menggeleng.

Nggak! Ngapain gue harus kembali membuka luka lama!

Tetapi dirinya kembali bimbang, kalau ia terus teguh dengan pendirian dari apa yang dia tahu, Adreil juga salah.

Keesokan paginya mereka berangkat menggunakan sepeda motor sport kawasaki H2R dengan harga miliaran, motor kesayang Adreil.

Adreil menarik gas menghentikan laju motornya dengan tiba-tiba saat ia sudah sampai di area parkir sekolah. Felisya memeluk Adreil refleks.

"Gausah modus, turun lo!" Adreil membuka helm-nya dan melirik Felisya yang menurut dan bahkan tidak membantahnya? Suatu keajaiban.

Adreil melepas jaket dan menyampirkan di lengannya.

"Tumben lo?"

ADREIL {END}Where stories live. Discover now