~Adreil Ferupsea~

393 12 1
                                    

Seorang gadis menatap pundaknya melotot, benar-benar gila. Siapa lelaki itu sampai melakukan hal senekat ini? Lihat saja dia akan mengadukan kejadian ini ke pihak yang berwajib. Biar tahu rasa mendekam di sel tahanan.

"Ibuk Non, sudah siuaman. Maaf tadi saya telat karna mobil mogok. "

Gadis itu menghela nafasnya. "Tak apa, kita langsung ke rumah sakit. Beliau juga ada di sana kan?"

Lelaki itu mengangguk, arah pangdangnya tak sengaja menatap ke arah pundak gadis di belakangnya. Terlihat darah segar terus menetes dengan deras.

Dia segera menepikan mobilnya hingga membuat gadis itu menatapnya bertanya.

"Ada apa? Kok berhenti," tanyanya heran.

Lelaki itu tak menghiraukan perkataannya, dia keluar lalu membuka bagasi mobil dan mencari sesuatu lalu kembali masuk dan duduk di kursi belakang menghadap gadis itu.

"Kenapa tidak diobati dulu? Kamu bisa lemas kalau darahmu terus keluar!" katanya panik sembari mengobati luka gadis itu dengan telaten.

"Terimakasih," ujarnya tulus setelah lelaki itu sudah selesai mengobatinya.

Lelaki itu menghelana nafasnya. "Maaf, sudah membentakmu Non."

Dia menggeleng. "Santai aja, aku lebih suka kamu memanggilku nama bukan dengan embel-embel 'non' kita seumuran dan lagian aku bukan majikanmu."

"Tidak, ketika tuan sudah memperlakukanmu begitu baik. Itu berarti kamu juga adalah majikan saya," tukasnya.

"Hmm ... terserah kamu saja, Dion."

Dion keluar dan kembali masuk ke bagian pengemudi, dia tersenyum tipis.

"Kamu tau? Kamu itu kaku tapi kadang care dan katanya setia sama om Erlan." Gadis itu tersenyum saat Dion menatapnya di spion kaca mobil depan.

"Saya sedari kecil hidup dengan dibiayai tuan, saya mau menebus semuanya dengan mengabdi kepada beliau sampai nafas saya tak terdengar berhembus lagi." Setelah mengatakan itu, dia melajukan mobilnya dan pergi menuju rumah sakit.

Gadis itu berjalan di koridor rumah sakit sambil terus memegang pundaknya menahan sakit.

Dia tersenyum saat seorang lelaki paruh baya melambaikan tangannya ke atas, gadis itu segera mendekat sambil tersenyum.

"Felisya, ibukmu sudah sadar," katanya sambil tersenyum.

"Ter ...."

Lelaki itu mentap pundak gadis itu yang memakai perban, pandangnnya menatap Dion---orang kepercayaannya yang berada tepat di belakang gadis itu.

"Kamu kenapa? ... Dion!"

Sedangkan Dion menunduk. "Maaf Tuan, Non Feli terluka karna saya telat menjemputnya."

"Telat?"

"Tak apa Om, lagian tidak terlalu sakit. Bukan salahnya ini kecerobohan saya kok," jelasnya sambil menatap Erlan.

"Baik, lain kali hati-hati." Erlan menatap Dion, lelaki yang seumuran dengan anaknya. "Bawa dia untuk diobati medis, Dion."

"Tadi dia sudah meng ...."

"Obati dengan yang ahli, Dion tadi hanya menghambat agar lukamu tidak infeksi."

Dion mengangguk. "Ayok, Non!"

Felisya Anggraini Sion, gadis yang akan menjadi pelengkap kisahnya Adreil.

*****

Herry bersenandung riang, lelaki itu tersenyum saat suara notifikasi kembali terdengar di telinganya.

"Ekhem!"

ADREIL {END}Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ