~Adreil Ferupsea~

255 10 0
                                    

Suara langkah kaki terdengar mendekat, ia menatap jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Tidak terasa Adreil duduk di sofa sampai sore dan itu hanya untuk menunggu kepulangan miliknya.

"Dari mana?" Pertanyaan itu secara sepontan Adreil tanyakan ketika gadis yang ia tunggu kedatangannya terlihat.

Felisya berhenti lalu terdiam setelah mendongak menatap Adreil. Apa yang harus ia katakan? Dirinya tidak berani kembali menatap mata laki-laki itu seolah tatapannya seakan mampu menerawang semuanya dan mengetahui apa yang ia perbuat di belakangnya.

Felisya tidak melupakan bahwa Adreil sudah meng-klime dirinya milik Adreil, dan ia juga tahu apa resikonya jika Adreil tahu apa yang dilakukan Felisya saat ini.

Adreil terus menatap Felisya, ia benci diabaikan termasuk perkataannya.

"Dari mana, Sya?" ulangnya dengan suara yang menekan nama gadis itu di akhirnya.

Felisya gelagapan, dirinya bingung harus mengatakan apa? Jika jujur, ia tidak ingin Adreil kembali menjadi sosok iblis dan menghabisi Dion tanpa ampun. Tetapi, jika ia berbohong itu percuma lama-kelamaan Adreil pasti mengetahuinya.

Cukup, Adreil benci diabaikan lagi. Dengan sebisa mungkin ia tersenyum menenangkan dan kembali menatap Felisya.

"Gue khawatir sama lo, makanya gue nunggu di sini dari tadi agar mastiin lo pulang dengan baik-baik aja." Ucapan Adreil mampu membuat Felisya langsung menatap ke arahnya, ia tersenyum dan menitah Felisya agar mendekat untuk duduk di sampingnya.

Felisya mendudukkan bokongnya di atas sofa panjang samping Adreil.

"Gue tadi keluar sebentar cari udara seger, bosen di Apartemen hehe," balasnya dengan senyuman meyakinkan.

Udara seger yang di maksud Dion?

"Gue khawatir, Sya. Lain kali kalo mau cari udara seger, bilang! biar gue temenin atau orang suruhan gue, ya intinya ke mana pun lo pergi. Supaya gue gak takut lo kenapa-napa." Adreil tersenyum.

Felisya benapas lega saat melihat reaksi Adreil, dirinya ikut tersenyum. "Makasih udah khawatirin gue," katanya tulus. Felisya sangat senang karna akhir-akhir ia semakin menemukan sisi lain dalam diri Adreil, lelaki itu perhatian dan terlihat lebih peduli. Itu adalah hal yang semakin membuatnya jatuh cinta dalam pesonanya.

Adreil mengangguk.

"Gue ke kamar ya? Mau bersih-bersih," ujarnya dengan senyuman yang terus terlihat di mata Adreil. Dirinya mengangguk mengiyakan.

Sebahagia itu lo setelah ketemuan sama Dion?

Adreil tersenyum ketika pandangannya menatap tubuh Felisya yang tidak telihat, dengan senyuman berbeda.

Gue rasa lo tahu gue ini gimana, dan ooh rupanya lo mau main-main sama gue?!

Adreil Ferupsea, kita lihat sejauh mana mereka melangkal, El.

Adreil mengatakan dan bergumam dalam hati kepada dirinya sendiri.

*****

Tatapan Adreil terhenti, ia berlari cepat mendekati Fiorra yang terlihat tidak bisa menjaga keseimbangan tubuhnya di koridor dekat lapangan basket.

Brukk

Fiorra pingsan dalam dekapannya, Adreil bernapas lega ketika gadis yang dulu ia cintai tidak tergeletak di lantai.

Dengan cekatan Adreil menggendong Fiorra dan membawanya menuju UKS, meninggalkan Felisya yang terdiam mencerna semuanya. Termasuk semua orang yang menatap interaksi keduanya.

Farid tersenyum sinis. "Mereka pasti akan kembali, dengan cerita yang sama dan perasaan yang berbeda." Farid menghentikan perkataannya saat Felisya menoleh. "Berbeda karna perasaannya semakin hari semakin beda sebab terasa semakin besar, jangan jadi benalu." Farid berlalu pergi dari hadapan Felisya.

Meski Farid mengetahui perasaan Dave terhadap Fiorra, itu tidak merubah dukungannya terhadap Adreil dan Fiorra. Baginya, semua ini murni kesalahan Dave bukan Fiorra.

Saat dokter yang biasa berjaga datang Adreil hendak pergi. Tetapi, sebuah tangan menghentikan pergerakannya dan ia menoleh.

"Di sini, tolong," lirihnya yang mulai sadar ketika melihat Adreil di sampingnya.

Dokter yang berjenis kelamin laki-laki itu menatap Fiorra setelah memeriksa keadaannya.

"Magh, berapa hari gak makan, Nak?"

Adreil menatap Fiorra yang menggigit bibir bagian dalamnya.

Dirinya terbata. "D-dua hari, Dok," ujarnya pasrah. Memang setelah kejadian di mana Dave mengakui perasaannya dua hari lalu membuatnya kepikiran dan tidak bernapsu makan sama sekali.

Fiorra diam-diam menoleh ke arah Adreil yang terlihat biasa saja, dulu lelaki itu sangat-sangat menjaga kesehatannya. Jika ia sakit Adreil pasti akan marah sebentar lalu menemaninya sampai sembuh bahkan over protektiv soal makanan yang harus dirinya makan, katanya agar segera sembuh dan tidak lupa Adreil akan selalu marah jika ia telat makan.

Adreil duduk setelah menyadari dokter yang memeriksa Fiorra mengangsurkan obat dan minuman air putih dalam gelas. Adreil tahu itu obat apa.

Sambil mengetikkan sesuatu di benda pipih dalam genggamannya, netranya melirik sekilas Fiorra yang mulai meminum obatnya.

Setelah beberapa saat ...

Suara ketukan pintu terdengar dan bunyi decitan pintu UKS mulai terbuka lebar.

Herry terkekeh, ia menunda mangkuk berisi bubur di atas meja.

"CLBK nih?" godanya. Meski sejujurnya Herry memilih Adreil bersama Felisya, tentu mengikuti dukungan sahabatnya Reyhan.

"Makasih, nanti gue transfer." Perkataan Adreil di sambut Herry dengan senyum lebar. Ini yang dia tunggu.

Herry pamit pergi, setelah itu Adreil menatap Fiorra yang terus memperhatikannya dengan senyuman.

"Lo bisa bangun?" ucapnya to the point.

Fiorra mengangguk dengan semangat.

Hari itu adalah hari terbahagia dalam hidup Fiorra yang setelah beberapa tahun ini menghilang, dan hari ini pun adalah hari di mana Felisya menyaksikan semuanya setelah Herry pergi dan rasa gelisah saat tidak ada kehadiran Adreil di sampingnya.

Adreil menemani Fiorra sampai suara bel pulang sekolah terdengar bahkan dirinya dengan telaten menyuapi gadis itu meski dengan raut wajah datar, pergerakannya membuat hati Fiorra terenyuh meski Adreil melakukannya lagi dan lagi dengan raut wajah datar. Tetapi, ia yakin Adreil masih mencintainya. Fiorra harus berjuang untuk cintanya.

Karna tidak mungkin lelaki itu sudi menemaninya, jika tanpa alasan cinta.

*****

See you next part!

ADREIL {END}Where stories live. Discover now