~Adreil Ferupsea~

265 8 0
                                    

Seperti biasa Herry, Reyhan, Farid dan juga Rednal duduk di rooptop tanpa kehadiran Adreil begitu pun Dave, Adreil tidak ada di sana sudah jelas karena kesibukan urusan pekerjaan yang semakin hari semakin membuatnya tidak bisa meninggalkan barang sedikit saja. Jika Dave, cowok itu segan masuk ke gedung tua baescamp mereka sejak pertengkaran tempo lalu dengan Farid dan juga Herry, apalagi setelah hari itu satu persatu semua sahabatnya seakan tuli dan buta tentang kebaikan yang selama ini Dave lakukan. Mereka menjauhi Dave secara terang-terangan.

"Gue sebenernya gak percaya Dave lakuin itu," celetuk Rednal setelah beberapa saat mereka membahas soal kesuksesan Adreil sekarang.

Reyhan mengangguk menyetujui.

"Apalagi dengan kita?" balas Herry menatap Rednal.

Farid selonjoran di atas meja, ia menjauhkan ponselnya lalu menatap ke-3 sahabatnya seakan teringat sesuatu.

"Kalian semua masih inget penyakit cacar yang diucapin Dave 3 tahun lalu?" katanya tiba-tiba.

Mereka menatap Farid kompak dan mengangguk.

"Soal sakit cacar kan? Padahal si penghianat itu nyusul Fiorra." Perkataan Herry mampu membuat alis Rednal mengerut menyatu.

Sebenarnya Rednal tidak mengetahui hal ini, baginya ini adalah fakta yang paling besar. Ia yakin masalah ini pasti ada sangkut pautnya dengan orang terdekat Adreil yang merencanakan dibalik ini semua.

Reyhan menatap Herry. "Kita sampe gak sadar, padahal setelah 5 hari kesembuhan  Dave, saat itu juga Adreil berubah 180 drajat!"

"Gue yakin, perubahan Adreil ada sangkut pautnya ...." Rednal menghentikan perkataannya.

"Sama?" tanya Herry spontan.

"Sakit cacar Dave," lanjutnya.

Mereka tiba-tiba menoleh ketika kekehan nyaring terdengar semakin mendekat.

"Adreil?"

Adreil tersenyum simpul, mereka tidak sadar Adreil berada di sana mendengar semuanya. Semua pembicaraan yang membuat emosinya mulai tidak terkendali.

"Oh jadi cowok yang meluk Fiorra itu Dave ya? Sahabat gue?" tanyanya, lebih tepatnya menyimpulkan semua pembicaraan para sahabatnya.

"Ha? Meluk lo? Maksudnya?" Reyhan menatap Adreil meminta penjelasan.

Jadi ini alasan kenapa mereka menjauhi si penghianat tidak tahu diri itu. Adreil tersenyum kecut.

Mereka bangkit. Namun tangan Adreil memerintah untuk kembali duduk, bahkan sekarang dirinya ikut bergabung sehingga dengan segera Farid menarik kakinya dari atas meja.

"Kalau dulu dia cinta sama Fiorra kenapa diabaikan? Dan malah dengan seenaknya ngerebut dari gue setelah Fiorra udah mulai berpaling dari dia! Jijiknya, ngerebut dengan cara murahan kayak gitu."

Herry meneguk ludahnya, pandangan tajam Adreil membuatnya merasa tidak bisa bernapas. Kalau boleh jujur, Adreil memang terlihat menyeramkan jika sedang marah apalagi emosi.

"Iya!" Adreil mengangkat wajahnya menatap ke-4 sahabatnya. "Dia penyebab kenapa gue benci dengan perempuan!" teriaknya mulai emosi.

Adreil meraih gelas kosong yang belum terisi air di atas meja. Lalu dirinya genggam gelas itu dan memegangnya erat.

"Lo semua tahu, siapa awal penyebab gue membenci perempuan?"

Mereka menggelengkan kepala. Ini adalah hal yang sangat mereka pertanyakan sejak dulu, meski berusaha segimana pun mencari tahu apalagi bertanya terhadap ayah kandung Adreil sendiri—hanya helaan napas yang didapatkan—se olah-olah Erlan juga sedang tidak baik-baik saja.

ADREIL {END}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang