~Adreil Ferupsea~

270 13 1
                                    

Wanita paruh baya menatap orang suruhan suaminya mengiba.

"Kamu orang baik, tolong bawa putri saya ke Rumah Sakit, dia demam. Saya mohon kasih tau bos kalian, saya mohon," lirihnya sambil terus memeluk putrinya yang tengah kedinginan.

Salah satu dari mereka bersuara.

"Percuma, tuan tidak akan mau, dia hanya ingin mendengar kabar yang penting saja tentang kalian." Dia menatap wanita paruh baya itu kasihan. "Kepergian kalian karna berhasil melarikan diri atau sebuah kematian," jelasnya lalu pergi.

Deg

Kamu emang manusia berhati iblis, Mas.

Salah satu temannya ikut bersuara menambahkan. "Saya akan bawakan panci berisi air hangat dan kain, untuk meredakan demamnya. Hanya itu yg bisa saya lakukan, saya permisi."

Dia ikut menyusul temannya yang lebih dulu pergi.

"Bunda," ujar gadis yang berada di pelukannya sambil menggigil.

Dia menoleh menatap putrinya.

"Iya sayang, bunda di sini sama kamu." Wanita paruh baya itu memeluk putrinya. Sesekali menghapus air mata yang lolos dari kelopak mata putri bungsunya.

"Bu-Bunda," ujarnya lagi.

"Iya, sayang ini bunda."

"B-Bunda, aku ... sayang dan kangen bang El."

Perkataan itu membuat bulir bening di matanya yang sedari tadi dirinya tahan lolos dengan mudah, ia juga merindukan putranya. Rindu dengan putra yang sekarang malah membencinya karna kesalah pahaman yang terjadi.

Adreil anak Bunda, andai kamu tahu semuanya. Maafin Bunda sayang- Katanya dalam hati.

*****

Fiorra tersenyum dirinya bergegas menghampiri Adreil.

"Adreil bintangnya, bulan!" panggilnya.

Adreil berhenti karna Fiorra menahannya, dirinya menghela napas.

"Boleh ikut ketemu ayah kamu?"

"Gue gak ke sana, kalau lo mau ke sana ya pergi sendiri. Gak usah ajak-ajak gue."

Adreil melepaskan tangan Fiorra yang menggenggam lengannya.

Genggaman itu terlepas. Adreil menatap Fiorra sekilas.

"Jangan pernah sebut lagi gue bintang, kalau pun gue nganggep adanya kisah bintang dan bulan. Itu pun sekarang bagi gue bulan udah mati, tinggal bintang yang kembali sendiri!"

Adreil berlalu.

Sekarang bagi gue bulan udah mati.

Sekarang bagi gue bulan udah mati.

Kata-kata itu terus berputar di otaknya bahkan sampai saat ini. Fiorra menatap bangku cafe yang biasa dulu Adreil duduki.

Dulu Adreil selalu ada di dekatnya. Tetapi sekarang berdekatan dengannya hanya sebuah ketidak mustahilan.

Dave yang sedari tadi mengikuti Fiorra dari sekolah. Menatap gadis itu merasa bersalah, andai saja dulu dirinya tidak menolak Fiorra dan mau membuka hati untuk gadis itu. Mana mungkin Fiorra akan menjadi seperti ini dan mungkin dirinya saat ini bahagia bersama Fiorra, Dave emang bodoh.

ADREIL {END}Where stories live. Discover now