~Adreil Ferupsea~

315 8 2
                                    

Pintu ruang kerjanya terbuka lebar, Erlan menoleh dan tersenyum menyapa putranya sayang.

"Ada apa El? Rindu lagi sama Ayah, hm?" Erlan terkekeh dan berjalan mendekati putranya yang sudah terduduk di sofa panjang.

Adreil tersenyum sinis, ia mengambil ponselnya dan menunjukan sesuatu kepada ayahnya. "Apa Ayah udah tahu ini? Jangan buat aku kecewa dengan cara menutupi hal ini."

"Iya, Ayah. Tahu soal itu."

"Kenapa, gak kasih tahu El?" tanyanya.

"Kamu gak nanya dan ... bukannya kalian udah gak ada hubungan lagi? Buat apa Ayah kasih tahu, El?" Perkataan Erlan sontak membuat Adreil terdiam.

"Iya juga, tapi ... aku berhak tahu!"

"Nanti malam makan bersama di sini, ya? Ajak sekalian Felisya, Ayah rindu dia," ujar Erlan berusaha mengalihkan pertanyaan putranya.

Adreil menghela nafasnya. "Oke."

Di sisi lain ...

Felisya tengah bersiap-siap membuat bahan-bahan makanan untuk makan malamnya dan Adreil nanti. Ya, setelah 2 minggu ia tinggal bersama Adreil, Felisya tidak ingin di cap sebagai gadis yang tidak tahu diri dan tahu malu, meski Adreil sendiri yang melarang dengan alasan takut barang-barang mahalnya rusak karna ulahnya. Felisya tidak memperdulikan itu bahkan ketika Adreil melukainya karna tidak menuruti titahnya Felisya tetap tidak peduli, anggap saja nasi sudah menjadi bubur dan ia pasrah atas setiap perlakuan Adreil yang semena-mena kepada luka baru di tubuhnya.

Suara notifikasi dari benda pipih yang tergeletak di atas meja menghentikan kegiatannya.

Manusia iblis

Gausah masak, Ayah ngajak makan malem bersama! Sejam lagi gue jemput.

Felisya menghela nafasnya, padahal kalau boleh jujur dia sudah payah belanja bahan-bahan makanan ini hampir setengah harian, ia mengusap keringat di dahinya dan segera membereskan dapur terlebih dahulu sebelum bersiap-siap.

Iya

(Read)

Setelah 10 menit ia membereskan kekacauan akibat ulahnya, Felisya segera menuju kamarnya untuk bersiap-siap.

"Non, Tuan sudah datang!" ujar Vano mengetuk pintu Felisya berulang kali.

"Iya, sebentar lagi!"

Felisya segera mencari heels dan memakainya, ia keluar kamar melewati Vano begitu saja.

Memang setelah pertemuan pertama mereka yang kurang baik, Felisya menjauhi lelaki itu yang sifatnya hampir sama percis dengan Adreil si iblis berwujud manusia, Felisya tidak ingin nasi yang sudah menjadi bubur semakin menjadi bubur.

"Jangan lari! Kalau jatuh, saya yang kena marah," teriak Vano memperingati Felisya yang terus sengaja mengabaikan keberadaannya untuk ke sekian kali.

Bruk

Felisya jatuh tepat di hadapan Adreil yang tengah bersedekap dada tanpa niat sedikit pun ingin menolongnya.

"Ceroboh." Adreil berbalik melangkah pergi meninggalkan Felisya. "Sudah tahu pakai sepatu hak tinggi malah lari kek bocah, dasar bodoh. Cepat gue tunggu di mobil!"

Felisya merutuki dirinya yang tidak bisa menjaga keseimbangannya, ia berusaha untuk berdiri. Sebuah tangan terulur dihadapannya ia menoleh, Vano?

ADREIL {END}On viuen les histories. Descobreix ara